Namun, pengambilalihan itu terjadi kurang dari sebulan sebelum dia menyerahkan kepemimpinan Dewan Kedaulatan atau Sovereign Council, badan pembuat keputusan utama di Sudan, kepada seorang warga sipil.
Langkah seperti itu akan mengurangi cengkeraman militer di negara itu. Dewan tersebut memiliki anggota sipil dan militer.
Sebagai bagian dari kudeta, Burhan membubarkan Dewan Kedaulatan dan pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdalla Hamdok, dan bertanggung jawab atas urusan sehari-hari.
Sebaliknya, ia mengangkat dirinya sebagai kepala dewan militer yang akan memerintah Sudan hingga pemilu pada Juli 2023.
Baca Juga: Pemimpin Kudeta Militer Sudan Jenderal Burhan Ternyata Punya Bekingan Negara-Negara Arab
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Rusia, Sputnik, yang diterbitkan Jumat, Burhan mengatakan dia akan segera menunjuk perdana menteri baru yang akan membentuk Kabinet dan akan berbagi kepemimpinan negara dengan angkatan bersenjata.
“Kami memiliki tugas patriotik untuk memimpin rakyat dan membantu mereka dalam masa transisi hingga pemilihan umum diadakan,” kata Burhan dalam wawancara tersebut.
Dia mengatakan selama protes berlangsung damai, “pasukan keamanan tidak akan campur tangan.”
Namun, sebagian pengamat meragukan militer akan mengizinkan transisi penuh ke pemerintahan sipil, jika hanya untuk memblokir pengawasan sipil dari kepemilikan besar keuangan oleh militer.
Kudeta tersebut juga dibanjiri kecaman masyarakat internasional.
Amerika Serikat sebelumnya telah meminta Burhan untuk memulihkan kembali pemerintahan sipil yang digulingkan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Jumat, mengulangi “kecamannya yang keras” atas kudeta dan menekankan perlunya mengembalikan proses transisi ke pemerintahan demokratis di negara Afrika timur itu.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.