WASHINGTON, KOMPAS.TV – Facebook tengah diguncang skandal besar. Skandal ini terungkap lewat pembeberan sejumlah fakta dalam dokumen internal oleh seorang mantan karyawan Facebook, Frances Haugen. Dokumen-dokumen itu disebut dengan Facebook Papers.
Dokumen-dokumen itu merupakan versi pengungkapan yang sudah disunting oleh Haugen selama beberapa bulan untuk Komisi Sekuritas dan Bursa.
Haugen menuduh Facebook memprioritaskan keuntungan daripada keamanan, dan menyembunyikan penelitiannya sendiri dari investor dan publik.
Berikut antara lain sejumlah skandal yang terungkap dalam Facebook Papers:
Kongres dan regulator Amerika Serikat (AS) masih menyelidiki peran Facebook dalam kerusuhan di Gedung Capitol pada 6 Januari 2021 lalu.
Saat itu, ketika para pendukung mantan Presiden Donald Trump menyerbu Gedung Capitol, huru-hara pula terjadi di kantor perusahaan media terbesar dunia itu.
Ribuan kilometer dari Washington, di California, para insinyur Facebook tengah berjibaku memperlambat penyebaran informasi yang salah dan konten yang menghasut. Tindakan penyelamatan itu antara lain membekukan akun Trump dan membekukan komentar di grup-grup dengan riwayat kebencian.
Baca Juga: Sah! Mark Zuckerberg Resmi Ganti Nama Facebook Jadi Meta, Ini Alasannya
Tapi di saat yang sama, sejumlah karyawan Facebook merasa frustrasi.
“Bukankah kita punya cukup waktu untuk mencari tahu bagaimana menangani wacana tanpa kekerasan ini?!” tulis seorang karyawan Facebook pada papan pesan internal perusahaan itu pada puncak kerusuhan 6 Januari.
“Kita telah menyulut api (kerusuhan) ini untuk waktu yang lama, dan kita seharusnya tidak terkejut sekarang semua ini berada di luar kendali.”
Dokumen Facebook yang bocor menunjukkan bagaimana unggahan media sosial mantan Presiden AS Donald Trump menyulut lebih banyak kemarahan di negeri Paman Sam. Kemarahan itu ditunjukkan lewat kebencian dan kekerasan yang membanjiri platform itu.
Kontrol internal dan otomatis Facebook dimaksudkan untuk menangkap unggahan yang melanggar aturan, mampu memprediksi dengan 90 persen akurasi bahwa pesan Trump telah melanggar aturan menyulut kekerasan perusahaan teknologi itu.
Tetapi, Facebook tak segera mengambil tindakan atas pesan kebencian Trump.
Baca Juga: Apple Pernah Ancam Hapus Facebook dan Instagram karena Jual Beli Pembantu di Timur Tengah
Dan keesokan harinya, aksi protes – beberapa di antaranya berubah menjadi kerusuhan – melanda hampir seluruh kota besar dan kecil di seantero AS.
“Saat orang-orang merenungi peran yang dimainkan Facebook, mereka tak akan bilang bahwa Facebook penyebabnya, tapi Facebook jelas menjadi megaphone-nya,” ujar Lanier Holt, seorang profesor komunikasi di Ohio State University.
Pada Maret, klaim menyesatkan tentang bahaya dan tidak efektifnya vaksin Covid-19 menyebar di media sosial, hingga menghambat upaya meredam penyebaran virus. Sejumlah karyawan Facebook berpendapat telah menemukan cara untuk membantu menangani masalah ini.
Dengan mengubah ranking unggahan tentang vaksin di lini masa pengguna, para peneliti perusahaan raksasa itu menyadari, mereka sebenarnya dapat membatasi informasi menyesatkan tentang vaksin Covid-19 yang dilihat pengguna. Mereka juga dapat menawarkan unggahan dari sumber terpercaya macam organisasi kesehatan dunia WHO.
Baca Juga: Percobaan Mengejutkan Pegawai Facebook di India: Algoritma Tuntun Pengguna kepada Konten Menghasut
“Berdasarkan hasil penelitian ini, saya memperkirakan, kami akan melakukan aksi ini sesegera mungkin,” tulis seorang karyawan Facebook saat menanggapi memo internal tentang penelitian itu.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Facebook justru mengesampingkan sejumlah saran dari penelitian itu.
Sejumlah perubahan tak dibuat Facebook hingga April.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.