JOHANNESBURG, KOMPAS.TV – Pengadilan tertinggi Afrika Selatan pada Jumat (17/9/2021) menolak permohonan mantan Presiden Jacob Zuma (79) untuk membatalkan hukuman penjara 15 bulan karena dinilai telah menghina pengadilan.
Mahkamah Konstitusi menguatkan putusan tersebut dengan menyatakan bahwa Zuma harus dipenjara lantaran menolak bersaksi di komisi penyelidikan korupsi yang merajalela di pemerintahan dan di perusahaan milik negara saat ia menjabat sebagai presiden Afrika Selatan pada 2009-2018.
Hakim Sisi Khampepe membacakan putusan di Mahkamah Konstitusi di Johannesburg, Jumat. Putusan untuk tetap menghukum Zuma itu, katanya, merupakan keputusan mayoritas 5 hakim dari total 7 hakim.
Zuma berargumen, hukumannya tak tepat karena ia telah dipenjara tanpa sidang dan hukuman itu dijatuhkan tanpa kehadirannya.
Dalam putusan itu, ketujuh hakim menyatakan, Zuma menolak berpartisipasi dalam kelanjutan persidangan di Mahkamah Konstitusi yang membuatnya dipenjara. Zuma lalu berupaya membuka kembali kasus itu setelah diputuskan.
“Tangan Mahkamah Konstitusi terikat dan Tuan Zuma sendiri yang mengikatnya,” tegas Hakim Khampepe seperti dilansir dari Associated Press.
Zuma, yang dipaksa mundur dari kursi presiden pada 2018 karena diduga terlibat korupsi, masih memiliki dukungan berarti di sejumlah wilayah Afrika Selatan dan di partai Kongres Nasional Afrika (ANC).
Baca Juga: Dianggap Hina Pengadilan, Mantan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma Ditahan
Zuma dipenjara pada Juli setelah melakukan aksi walk out di tengah-tengah persidangan perselisihan dengan komisi yudisial yang telah berlangsung lama. Pasca insiden itu, Zuma menolak muncul lagi.
Setelah menjalani dua bulan masa hukumannya, Zuma diberikan pembebasan bersyarat dengan alasan penyakit yang dirahasiakan. Pembebasannya dari penjara dipertanyakan kalangan oposisi yang menyebut bahwa prosedur hukum tidak diterapkan dengan benar.
Pemenjaraan Zuma menyulut aksi kerusuhan dan penjarahan di provinsi asalnya, KwaZulu-Natal dan Gauteng, pusat perekonomian Afrika Selatan.
Kerusuhan itu merupakan yang terbesar sejak kekacauan apartheid melanda di tahun 1994 silam. Mal dan pusat perbelanjaan dijarah, pabrik dan gudang dibakar, hingga mengakibatkan lebih dari 300 orang tewas.
Presiden Cyril Ramaphosa menggambarkan kerusuhan itu sebagai upaya terencana untuk mendestabilisasi negara yang memiliki perekonomian paling berkembang di Afrika itu.
Baca Juga: Seorang Ibu di Afrika Selatan Lempar Bayinya dari Ketinggian Setelah Gedung Dibakar Massa Penjarah
Kerusuhan itu menimbulkan kekhawatiran bahwa Zuma mungkin akan terhindar dari penjara dan sistem keadilan akan diubah demi menenangkan para pendukungnya.
Zuma, tokoh kontroversial dalam sebagian besar karier politiknya, pula menghadapi tuduhan korupsi dalam kasus terpisah.
Ia dituding menerima suap terkait kesepakatan persenjataan Afrika Selatan senilai 4 miliar dolar AS (sekitar Rp57 triliun) dengan pabrik senjata Thales dari Prancis. Sidang korupsinya, yang dimulai sejak Mei lalu, akan dilanjutkan pekan depan.
Kedua kasus Zuma itu menguji tekad Afrika Selatan untuk membawa figur berpengaruh ke pengadilan setelah dituding telah melakukan kesalahan selama bertahun-tahun.
Ramaphosa, suksesor Zuma, menjadikan pembasmian korupsi sebagai inti kepemimpinannya. Ace Magashule, sekretaris jenderal partai ANC yang juga tokoh berpengaruh, pula menghadapi tuduhan korupsi dan akan diadili.
Zuma dikabarkan tengah dirawat di rumah sakit, namun keberadaannya masih misterius.
Baca Juga: 212 Orang Tewas Saat Kerusuhan Afrika Selatan, Presiden Yakin Telah Direncanakan
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.