BRUSSELS, KOMPAS.TV – Uni Eropa menuntut AstraZeneca lantaran gagal mengirimkan pasokan vaksin Covid-19 tepat waktu.
Uni Eropa juga menuntut agar perusahaan itu didenda jutaan Euro jika tak dapat memenuhi perintah segera untuk mengirimkan lebih banyak dosis vaksin sesuai yang dijanjikan oleh AstraZeneca.
Pengadilan Belgia tengah mempertimbangkan klaim Uni Eropa bahwa ada situasi darurat yang membutuhkan perintah pengadilan untuk AstraZeneca agar mengirimkan 20 juta dosis vaksin Covid-19 lebih banyak dari yang dijanjikan hingga akhir Juni mendatang.
Melansir Bloomberg,Rabu (26/5/2021), seorang pengacara dari Komisi Eropa di Pengadilan Tingkat Pertama Brussels menyebut bahwa AstraZeneca juga harus membayar denda sebesar 10 Euro (atau sekitar Rp174 ribu) per hari jika tak dapat memenuhi janjinya.
Baca Juga: Pfizer dan AstraZeneca Disebut Efektif Hadapi Varian India Covid-19 setelah Disuntik Dua Dosis
Sebab, keterlambatan penyediaan pasokan vaksin membahayakan kesehatan jutaan warga Uni Eropa.
“Kami harus memvaksinasi dengan cepat dan luas untuk menekan angka kematian. Tanpa vaksin AstraZeneca, kami tak dapat melakukan itu,” kata Fanny Laune, seorang pengacara yang mewakili eksekutif Uni Eropa.
Kontrak pasokan AstraZeneca dengan Uni Eropa menjadi sorotan setelah AstraZeneca hanya mengirimkan 30 juta dosis pada kuartal pertama, dibandingkan dengan target awal sebanyak 120 juta dosis.
AstraZeneca berdalih, kesulitan memproduksi vaksin di pabrik-pabrik Eropa menjadi penyebab kurangnya pengiriman dosis vaksin.
Uni Eropa berkeras bahwa AstraZeneca seharusnya bergantung pada pabrik di Inggris. Ini, menimbulkan pertanyaan tentang kesepakatan terpisah perusahaan itu dengan Inggris.
Tahun ini, Pengadilan Tingkat Pertama Brussels juga akan memeriksa apakah AstraZeneca telah melanggar ketentuan dalam kontraknya.
Baca Juga: Amerika Serikat akan Bagikan 60 Juta Dosis Vaksin AstraZeneca ke Negara Lain
Salah seorang pengacara Uni Eropa lainnya, Rafael Jafferali mengatakan pada para hakim bahwa AstraZeneca belum berupaya menggunakan seluruh fasilitas produksinya untuk memenuhi pesanan Uni Eropa dan catatan perusahaan itu sejauh ini “jelas gagal”.
Menurut Jafferali, hal itu sungguh “mencolok” dengan pengiriman ekspor sekitar 50 juta dosis vaksin keluar Uni Eropa, sebagian besar ke Inggris dan Jepang, pada waktu yang sama.
Uni Eropa ingin agar pengadilan memerintahkan AstraZeneca mengirimkan 90 juta dosis lanjutan hingga akhir Juni – lebih banyak 20 juta dosis dari rencana semula hingga tanggal itu – agar dapat mencapai target sebanyak 120 juta dosis.
Uni Eropa juga meminta pengiriman 180 juta dosis hingga akhir September untuk memenuhi kontrak penuh sebanyak 300 juta dosis yang dipesan tahun lalu.
Baca Juga: Usai Distop Karena Kasus Pembekuan Darah, Sejumlah Negara Eropa Lanjutkan Vaksinasi Astrazeneca
Program vaksinasi Eropa terhadap 448 juta populasinya terhitung berjalan lambat, sebagian disebabkan karena ketidakpastian pasokan vaksin. Ini menghambat upaya pemulihan kembali ekonomi Eropa.
Terlepas dari pertikaian seputar pengiriman, vaksin AstraZeneca sendiri telah menuai kontroversi akibat kasus pembekuan darah yang diduga merupakan efek sampingnya.
Ini membuat sejumlah anggota Uni Eropa membatasi penggunaan vaksin AstraZeneca bagi kelompok usia tertentu.
Badan Obat-obatan Eropa (EMA) telah memperingatkan para dokter untuk memeriksa para pasien yang rentan terhadap pembekuan darah.
Menyiasati kelangkaan pasokan vaksin dari AstraZeneca, Uni Eropa berpaling pada Pfizer dan BioNTech untuk pengadaan 1,8 miliar dosis vaksin tambahan.
Sementara itu, pengacara AstraZeneca, Hakim Boularbah, berkilah bahwa perusahaan AstraZeneca telah menjelaskan pada Uni Eropa bahwa pembuatan vaksin baru penuh dengan ketidakpastian.
“Kontrak tersebut mencakup ketentuan bahwa perusahaan tidak akan bertanggung jawab atas keterlambatan apapun,” papar Boularbah.
Baca Juga: Lagi, Kasus Pembekuan Darah, Jerman Stop Penggunaan Vaksin AstraZeneca
Pembuat vaksin AstraZeneca tidak menjual dosis vaksinnya untuk meraup keuntungan, namun prospek perselisihan hukum yang panjang dengan 27 pemerintahan tentu meningkatkan risiko biaya litigasi dan pembayaran kerusakan.
Dalam jangka waktu sebulan, Pengadilan Tingkat Pertama Brussels akan memutuskan permintaan Uni Eropa untuk menyediakan vaksin yang diminta.
Hampir setengah dari orang dewasa di Uni Eropa kini telah menerima setidaknya satu dosis vaksin, kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen melalui cuitannya di Twitter pada Selasa (25/5/2021).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.