WASHINGTON, KOMPAS.TV – Neil Sheehan, seorang reporter dan penulis pemenang Penghargaan Pulitzer, meninggal dunia pada Kamis (7/1) dalam usia 84 tahun. Sheehan menulis artikel tentang Dokumen Pentagon untuk harian The New York Times (Times) dan mengungkap penipuan di jantung Perang Vietnam dalam buku epiknya.
Associated Press melaporkan, menurut Catherine Sheehan Bruno putrinya, Neil Sheehan meninggal akibat komplikasi penyakit Parkinson.
Sheehan menghabiskan 15 tahun untuk menulis buku epiknya tentang Perang Vietnam yang berjudul “A Bright Shining Lie: John Paul Vann and America in Vietnam” (=“Sebuah Kebohongan yang Terang Benderang: John Paul Vann dan Amerika di Vietnam”). Buku yang dirilis pada 1988 itu memenangkan Penghargaan Pulitzer untuk kategori nonfiksi.
Sheehan bekerja sebagai koresponden perang untuk United Press International (UPI), dan lalu Times pada hari-hari awal keterlibatan Amerika Serikat (AS) dalam Perang Vietnam di tahun 1960an. Di sanalah Sheehan mulai tertarik dengan apa yang disebutnya dengan “perang sia-sia pertama kami” saat “orang-orang tewas sia-sia”.
Bocornya Pentagon Papers alias Dokumen Pentagon
Sebagai penulis nasional untuk Times yang berbasis di Washington, AS, Sheehan menjadi orang pertama yang memperoleh Pentagon Papers (Dokumen Pentagon), dokumen sejarah massif tentang keterlibatan AS dalam Perang Vietnam yang dibuat oleh Departemen Pertahanan AS. Daniel Ellsberg, seorang mantan konsultan Departemen Pertahanan yang sebelumnya telah membocorkan dokumen yang berkaitan dengan Perang Vietnam ke Sheehan, mengijinkan Sheehan melihat dokumen tersebut.
Baca Juga: Tak Ada Kematian dan Kasus Baru Virus Corona, Ini 5 Kebijakan yang Dilakukan Vietnam
Laporan Times, yang dimulai pada Juni 1971, mengekspos besar-besaran tentang penipuan yang dilakukan pemerintah AS tentang prospek kemenangan AS dalam Perang Vietnam. Laporan ini segera diikuti oleh The Washington Post yang juga menurunkan cerita tentang Dokumen Pentagon.
Dokumen-dokumen tersebut mengungkap secara rinci tentang beragam keputusan dan strategi dalam Perang Vietnam. Dokumen tersebut juga menceritakan tentang bagaimana keterlibatan AS dibangun dengan mantap oleh para pemimpin politik dan petinggi militer yang terlalu percaya diri tentang prospek AS dan menipu tentang prestasi-prestasi yang dicapai melawan Vietnam Utara.
Sheehan mengungkap dalam sebuah wawancara yang dilakukan pada 2015 dengan Times – yang pertama kali diterbitkan pada Kamis lalu lantaran Sheehan meminta untuk tidak dipublikasikan sebelum ia meninggal – bahwa Ellsberg tidak memberinya Dokumen Pentagon seperti yang selama ini diyakini banyak orang. Sheehan sebenarnya menipu sumbernya dan mengambil dokumen-dokumen tersebut setelah Ellsberg mengatakan bahwa Sheehan dapat melihat dokumen tersebut namun tidak dapat memilikinya.
Usai mengetahui isi dokumen tersebut, Sheehan menjadi sangat marah dan membulatkan tekad untuk menyebarluaskan isi dokumen tersebut.
Sheehan menyelundupkan dokumen-dokumen tersebut keluar dari apartemen Ellsberg di Massachusetts tempatnya selama ini disimpan. Sheehan lalu mengkopi ribuan halaman dokumen tersebut dan membawanya ke Times.
Ellsberg pun menanggung akibatnya saat kutipan dokumen tersebut diterbitkan secara verbatim alias mentah-mentah. Namun, Sheehan mengatakan, ia khawatir kecerobohan Ellsberg akan merusakkan proyek tersebut.
“Anda harus melakukan seperti apa yang saya lakukan,” terang Sheehan. “Saya telah memutuskan: ‘Orang ini sungguh ajaib. Anda tidak bisa meninggalkan (dokumen itu) di tangannya. Itu terlalu penting dan terlalu berbahaya’.”
Dokumen Pentagon Bocor, Pemerintahan AS Kebakaran Jenggot
Segera setelah artikel-artikel awal diterbitkan, pemerintahan Presiden Richard Nixon menurunkan perintah untuk menghentikan penerbitan artikel tersebut dengan alasan keamanan nasional dipertaruhkan. Penerbitan artikel lanjutan pun terhenti. Namun, aksi tersebut memicu perdebatan sengit tentang Amandemen Pertama yang dengan cepat naik banding ke Mahkamah Agung. Pada 30 Juni 1971, pengadilan memutuskan untuk mengijinkan penerbitan artikel-artikel tersebut, dan Times dan The Washington Post pun kembali melanjutkan penerbitan artikel-artikel tersebut.
Artikel-artikel tersebut membuat Times memenangkan Penghargaan Pulitzer atas jasanya pada pelayanan publik.
Pasca pengungkapan dokumen tersebut, pemerintahan Nixon berupaya mendiskreditkan Ellsberg. Sejumlah ajudan presiden Richard Nixon merekayasa pembobolan di kantor psikiater Ellsberg di Beverly Hills untuk mencari informasi yang dapat mendiskreditkan Ellsberg.
Baca Juga: Dua Anggota Geng Penyelundupan Manusia Divonis Bersalah Atas Pembunuhan 39 Imigran Vietnam
Saat Sheehan dan Ellsberg berpapasan di Manhattan pada 1971, Ellsberg menuduh Sheehan telah mencuri dokumen-dokumen tersebut, seperti yang memang dilakukan Sheehan.
“Tidak, Dan, saya tidak mencurinya,” ucap Sheehan mengenang pertemuannya dengan Ellsberg, dalam wawancara yang dipublikasikan Kamis lalu. “Begitu pula dengan kamu. Dokumen-dokumen tersebut adalah milik rakyat Amerika Serikat. Mereka membayar dokumen-dokumen tersebut dengan harta nasional dan darah putra mereka, dan mereka berhak atas dokumen-dokumen itu.”
Lantaran telah membocorkan Dokumen Pentagon, Ellsberg didakwa dengan pencurian, konspirasi dan pelanggaran Undang-undang Spionase, namun kasusnya berakhir dengan pembatalan saat bukti tentang penyadapan dan pembobolan atas perintah pemerintah, mencuat ke permukaan.
Setelah publikasi artikel tentang Dokumen Pentagon, Sheehan menjadi sangat tertarik untuk menangkap esensi Perang Vietnam yang kompleks dan kontradiktif, hingga ia pun mulai menulis buku.
“Keinginan saya, buku ini bisa membantu pembaca untuk memahami perang ini,” ujar Sheehan dalam sebuah wawancara yang ditayangkan di C-SPAN pda 1988 silam. “Vietnam akan menjadi perang yang sia-sia hanya jika kita tidak mengambil pelajaran dari situ.”
Buku "A Bright Shining Lie" Untuk Membantu Memahami Esensi Perang Vietnam
Dalam bukunya, Sheehan menceritakan tentang sosok John Paul Vann, seorang letnan kolonel kharismatik di Angkatan Darat AS yang bertugas sebagai penasehat senior bagi tentara AS di Vietnam Selatan pada awal 1960an, yang pensiun dari AD lantaran frustasi, tapi lalu kembali ke Vietnam dan bergabung dalam konflik perang tersebut sebagai warga sipil yang membantu operasi secara langsung.
Vann meyakini, AS dapat memenangkan perang seandainya mengambil keputusan-keputusan yang lebih baik. Bagi Sheehan, Vann mewakili kebanggaan AS dengan sikap percaya diri dan keberanian untuk memenangkan perang – sejumlah kualitas yang mengaburkan penilaian bagi beberapa orang tentang apakah perang dapat dimenangkan.
Baca Juga: Curi 2 Ton Ikan di Natuna, Modus Kapal Vietnam Gunakan Bendera Indonesia
Mantan Menteri Luar Negeri AS John Kerry yang seorang veteran Perang Vietnam, mengatakan pada audiens pada pemutaran sebuah film dokumenter tentang Perang Vietnam pada tahun 2017 bahwa ia tidak sepenuhnya memahami kemarahan terhadap perang sampai ia membaca “A Bright Shining Lie”. Buku Sheehan menunjukkan pada Kerry bahwa di puncak rantai komando, orang-orang memasukkan informasi menyesatkan, dan orang-orang tewas terbunuh berdasarkan kebohongan dan distorsi tersebut.
Neil Sheehan lahir pada 27 Oktober 1936 di Holyoke, Massachusetts, dan tumbuh besar di sebuah peternakan. Ia lulus dari Universitas Harvard dan bekerja sebagai jurnalis tentang sebelum bergabung dengan UPI.
Setelah Sheehan meninggalkan Vietnam, ia bekerja di Times di Washington sebagai reporter di Pentagon, lalu di Gedung Putih, sebelum mengundurkan diri untuk menulis bukunya.
Saat melakukan penelitian awal untuk bukunya, Sheehan sempat mengalami kecelakaan mobil yang mengakibatkan patah tulang di beberapa bagian tubuhnya dan membuatnya tak bisa beraktivitas selama beberapa bulan. Namun, rekan-rekan Sheehan sesama penulis terus mendorongnya untuk melanjutkan proyek bukunya.
Sheehan dan Susan istrinya, seorang penulis di The New Yorker yang kemudian juga memenangkan Penghargaan Pulitzer, terkadang kesulitan untuk membayar tagihan-tagihan saat Sheehan berkutat menulis bukunya. Untuk menyiasati kesulitan keuangannya, Sheehan mengombinasikan penghasilannya dari sejumlah beasiswa yang diperolehnya dan sejumlah uang muka dari penerbit untuk bertahan hidup.
Sheehan juga menulis beberapa buku lain tentang Vietnam, namun tak ada yang seambisius “A Bright Shining Lie”. Ia juga menulis “A Fiery Peace in a Cold War” (=Perdamaian yang Berkobar di Perang Dingin) tentang sejumlah pria yang mengembangkan sistem rudal balistik antar benua.
Neil dan Susan Sheehan memiliki dua orang putri, Catherine Bruno dan Maria Gregory Sheehan, dan dua orang cucu, Nicholas Sheehan Bruno (13) dan Andrew Phillip Bruno (11).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.