DUBAI, KOMPAS TV – Iran hari Sabtu (12/12/2020) mengeksekuti mati seorang wartawan atas kerja onlinenya yang dianggap membantu protes di seluruh negeri tahun 2017 atas kondisi ekonomi negara tersebut. Associated Press melaporkan, Ruhollah Zam, 47 tahun, dihukum mati dengan cara digantung pada Sabtu dinihari tadi.
Bulan Juni kemarin, pengadilan di Iran menjatuhkan hukuman mati bagi Zam dengan alasan Zam terbukti telah melakukan “Korupsi diatas Bumi,” sebuah tuduhan yang kerap ditimpakan dalam kasus-kasus terkait mata-mata atau upaya untuk menggulingkan pemerintahan Iran.
Eksekusi mati Ruhollah Zam segera mendapat kecaman negara Barat, dan diperkirakan akan memperburuk kondisi Iran yang tengah menekan negara-negara Eropa atas runtuhnya perjanjian nuklir di akhir masa jabatan presiden petahana AS, Donald Trump.
Baca Juga: Unjuk Kekuatan, Amerika Serikat Kirim Pesawat Bomber ke Iran
Kementerian Luar Negeri Perancis dilaporkan Associated Press mengecam keputusan Iran,"Ini adalah aksi barbar dan tidak bisa diterima," sambil menekankan tindakan hukum gantung itu merupakan pukulan mematikan bagi kebebasan berpendapat dan kebebasan pers di Iran.
Kementerian Luar Negeri Jerman mengaku terkejut dengan alasan hukuman mati Zam.
Diana Eltahawy dari Amnesty International bereaksi,"eksekusi ini adalah pukulan mematikan bagi kebebasan berekspresi di Iran dan menunjukkan seberapa jauh otoritas Iran dapat menerapkan taktik brutal untuk menebarkan rasa takut dan mencegah munculnya ketidaksetujuan,"
Situs yang dimiliki Zam, AmadNews dan sebuah kanal yang dia ciptakan di aplikasi Telegram selama ini dianggap menyebarkan waktu unjuk rasa dan menerbitkan banyak informasi memalukan tentang berbagai pejabat Iran sehingga dianggap sebagai tantangan langsung atas sistem Teokrasi Syiah Iran.
Baca Juga: Sekjen PBB Desak Iran Jawab Kekuatiran Atas Program Nuklir dan Rudal Balistik
Berbagai unjuk rasa yang terjadi mulai akhir 2017 merupakan tantangan terbesar bagi penguasan Iran sejak rangkaian unjuk rasa Gerakan Hijau tahun 2009, dan menjadi preseden untuk unjuk rasa lain pada November tahun lalu.
Pemicu unjuk rasa di seantero Iran tahun 2017 adalah kenaikan mendadak harga bahan makanan. Banyak yang meyakini penentang garis keras presiden Iran Hassan Rouhani yang memicu pertama kali unjuk rasa di kota Mashhad, di Iran Timur Laut.
Saat itu diyakini kaum oposisi terhadap presiden Hassan Rouhani mengarahkan kemarahan dalam unjuk rasa kepada presiden.
Namun seiring menyebarnya unjuk rasa ke kota-kota lain, unjuk rasa makin menyasar kelompok yang saat ini memerintah dan berkuasa di Iran.
Baca Juga: Warga Teheran Tumpah Ruah Peringati 40 Tahun Revolusi Iran
Tidak lama, penentangan langsung atas Presiden Rouhani dan bahkan atas Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei terlihat di video yang disiarkan oleh platform online milik Zam, yang juga menyiarkan waktu unjuk rasa serta berbagai informasi teknis unjuk rasa di Iran pada saat itu.
Telegram mematikan kanal milik Zam, menuruti protes pemerintah Iran bahwa kanal tersebut menyebarkan informasi tentang bagaimana membuat bom bensin. Kanal telegram milik Zam kemudian beralih menggunakan nama lain.
Zam yang saat itu sudah kabur dari Iran setelah dituduh bersekongkol dengan intelijen negara lain, membantah telah memicu kekerasan dalam kanal telegramnya.
Unjuk rasa tahun 2017 di Iran berujung pada tewasnya 25 orang dan penangkapan terhadap 5,000 orang.
Rincian atas penangkapan dirinya hingga saat ini belum jelas. Walau Zam bersembunyi di Paris, Zam entah bagaimana Zam kembali ke Iran dan langsung ditahan pejabat intelijen negara tersebut. Zam adalah salah satu figur oposisi yang kembali ke Iran sepanjang tahun lalu, setelah kabur ke luar negeri.
Baca Juga: Hassan Rouhani Jadi Presiden Iran
Perancis sebelumnya mengkritik keras hukuman mati sebagai,”pukulan telak atas kebebasan berpendapat, dan atas kebebasan pers di Iran,”
Reporters Without Borders, kelomok yang mengkampanyekan kebebasan pers mengatakan, hukuman gantung kepada Zam adalah “Kejahatan baru dari sistem hukum Iran,”
Dalam wawancara pada bulan Juli, Zam mengatakan telah kehilangan 30 kilogram berat badannya sejak ditahan pada Oktober 2019. Menyusul penangkapan atas dirinya, akhirnya Zam dapat bertemu ayahnya setelah 9 tahun dan ibu serta adik perempuannya setelah enam tahun.
Zam adalah anak dari ulama Syiah Muhammad Ali Zam, seorang reformis yang pernah menjadi pejabat pemerintahan Iran pada awal tahun 80an.
Ulama itu menulis surat terbuka di media massa Iran pada Juli 2017 yang mengatakan dirinya tidak mendukung upaya anaknya dalam pelaporan yang dibuat situs AmadNews, dan berbagai pesan yang dibagikan dalam kanal telegram milik anaknya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.