Kompas TV feature belantara

5 Penyebab Buaya Serang Manusia, Mulai dari Musim Kawin hingga Masalah Makanan

Kompas.tv - 20 Juni 2021, 15:28 WIB
5-penyebab-buaya-serang-manusia-mulai-dari-musim-kawin-hingga-masalah-makanan
Buaya di Lembaga Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) ALOBI di Kawasan Kampoeng Reklamasi Air Jangkang (Sumber: Tribunnews)
Penulis : Gading Persada | Editor : Zaki Amrullah

SOLO, KOMPAS.TV- Sejumlah kasus manusia yang tewas karena diserang buaya, kerap terjadi. Tak hanya di luar negeri, di Indonesia, insiden serupa kala buaya menyerang manusia juga sering ditemukan.

Peristiwa terbaru menimpa Juperi Ahmad, seorang penjaga pintu air sebuah perusahaan pengolahan pasir di Rawa Sungai, Desa Dukong, Kecamatan Simpang Pesak, Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung dilaporkan hilang tenggelam dan diterkam buaya muara, Jumat (18/6/2021).

Nahasnya, Juperi diduga hilang diterkam oleh buaya yang kerap diberinya makan.

Lantas, apa yang menyebabkan buaya menyerang manusia?

Baca Juga: Anda Penggemar Buaya? Spesies Buaya Prasejarah di Queensland Dipastikan yang Terbesar Australia

Berikut ini, KompasTV, rangkumkan dari berbagai sumber, Minggu (20/6/2021), 5 penyebab buaya menyerang manusia:

1.  Terjadi tumpang tindih ruang aktivitas manusia dengan buaya

Kepala Resort Bangka, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, Septian Wiguna, mengatakan, kejadian buaya menyerang manusia terulang kembali karena indikasi kuat tumpang tindih ruang aktivitas kedua makhluk hidup itu.

"Ini menjadi salah satu indikasi kuat bahwa adanya fragmentasi habitat buaya. Sehingga menimbulkan tumpang tindih ruang aktivitas manusia dengan buaya dan juga semakin sedikitnya pakan alamiah buaya," jelas Septian Wiguna dikutip dari Bangkapos.com, Minggu (13/6/2021).

Disinggung, apakah buaya tidak ada lagi habitatnya sehingga menyerang manusia, ia mengatakan lebih tepat adanya fragmentasi habitat.

"Di mana habitat buaya terpotong oleh adanya aktivitas-aktivitas di sana. Salah satunya pertambangan timah. Habitat asli buaya kan di sungai, apabila keberadaannya misalnya di kolong eks tambang itu sudah mengarah pada ciri-ciri fragmentasi habitat," jelasnya.

Septian menambahkan, pihaknya saat ini kesulitan untuk melakukan upaya konservasi.

"Terus terang, saat ini kami kesulitan untuk melakukan upaya konservasi. Idealnya adalah ada satu lokasi sebagai zona hidup buaya yang dialokasikan khusus dan jauh dari jangkauan/aktivitas manusia," kata Septian.

Namun, menurutnya di Bangka Belitung rata-rata sungai yang ada merupakan wilayah hidup masyarakat yang menjadi kesulitan BKSDA.

"Sehingga kami mengajak semua pihak untuk duduk bersama memikirkan solusi, BKSDA dan Alobi tidak dapat bergerak sendiri. Perlu ada dukungan dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah dalam penanganan konflik buaya ini,"terangnya.

Ia memberikan saran untuk merencanakan ulang tata ruang sehingga yang aman bagi manusia dan aman bagi keberlangsungan hidup buaya.

Baca Juga: Osama bin Laden, Buaya Sungai Nil Berusia 75 Tahun yang Telah Memakan 80 Orang

2. Buaya kehilangan pakan alami

Hellen Kurniati, Peneliti utama Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesa (LIPI) seperti dikutip dari nationalgeographic.grid.id, mengatakan bahwa penyebab buaya menyerang manusia adalah karena buaya kehilangan pakan alaminya.

Ketika wilayah yang ditinggali buaya mengalami penurunan jumlah makanan, maka buaya akan mencari wilayah baru yang mampu menjamin keberlangsungan hidup mereka.

Buaya merupakan predator yang menargetkan hewan dengan ukuran lebih kecil dari ukuran tubuh mereka. Hewan yang menjadi incaran mereka adalah ikan, burung, reptil, dan mamalia kecil.

Sedangkan reptil yang memangsa mamalia besar adalah aligator.

Baik buaya maupun aligator, mereka hanya menyerang ketika ada objek yang bergerak di sekitarnya.

Baca Juga: Buaya Kalung Ban Muncul Dengan Tubuh Lebih Besar

3. Alih fungsi lahan

Menurut Penliti LIPI Helen Kurniati, alih fungsi lahan juga menjadi penyebab peristiwa buaya menyerang manusia.

Pembangunan wilayah yang mengalihfungsikan kawasan habitat buaya ternyata juga berdampak pada jumlah makanan buaya.

“Karena pembangunan, habitat alami buaya terganggu dan buaya menjadi mudah bersinggungan dengan manusia secara langsung,” ungkapnya.

4. Meningkatnya populasi buaya dan manusia

Dilansir dari laman BBC, Rick Langley dari dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan North Carolina di Raleigh, mengatakan bahwa serangan buaya cenderung menjadi lebih umum karena populasi manusia dan buaya semakin meningkat.

Sedangkan pembangunan yang dilakukan oleh manusia semakin gencar dilakukan dan merambah habitat buaya.

Baca Juga: Viral Video Buaya Tengah Berjemur di Padang, Ini Penjelasan BKSDA

5. Musim kemarau diikuti musim kawin buaya

Tidak hanya populasi, musim juga mampu menjadi faktor pemicu agresifitas buaya.

Musim kemarau merupakan musim kawin bagi buaya, sehingga beberapa jenis dari mereka akan menjadi lebih sensitif dan mudah menyerang.

Sebenarnya, manusia bisa saja berdampingan dengan buaya tanpa harus menimbulkan masalah.

Selama aturan-aturan yang sudah ditegakkan dipatuhi oleh manusia.

"Hidup berdampingan dengan predator besar berbahaya mengharuskan kita untuk memahami perilaku mereka dan menjaga perilaku saat berada di sekitar mereka," samnbing Simon Pooley dari Birkbeck College, University of London.

Baca Juga: Sempat Dinyatakan Hilang, Tubuh Sugiarti Ditemukan dalam Rahang Buaya Raksasa




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x