JAKARTA, KOMPAS TV - Di awal tahun 2024, Bentara Budaya bekerjasama dengan Ohana Gallery, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, dan Majalah Basis menyelenggarakan pameran tunggal "RATU ADIL" oleh Budi Ubrux serta peluncuran buku karya Sindhunata.
Pameran ini bertujuan untuk menginspirasi dan mewujudkan harapan untuk masa depan Indonesia. Dengan tema "Ratu Adil," Budi Ubrux dan Sindhunata berupaya menghidupkan kembali sejarah wong cilik pada zaman lampau.
Pameran ini telah resmi dibuka pada Kamis, (11/1/2024), pukul 19.00 WIB, di Bentara Budaya Jakarta, Jl. Palmerah Selatan No. 17, Jakarta Pusat, yang dimeriahkan oleh Jogja Hip-hop Foundation, serta dipandu oleh Ampun Sutrisno dan Putu Sutawijaya.
Pameran ini berlangsung mulai dari tanggal 12 hingga 18 Januari 2024, dari pukul 10.00 hingga 18.00 WIB. Selain itu, acara ini gratis dan terbuka untuk umum, sehingga siapa pun dapat menghadiri dan menikmati pameran tersebut.
Selain pameran, acara ini juga akan menyajikan sesi bedah buku "Ratu Adil: Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik" karya Sindhunata pada Jumat, (12/1/2024) mulai Pukul 16.00 hingga 17.30 WIB.
Narasumber pada sesi bedah buku ini di antaranya adalah Sindhunata seorang Kurator Bentara Budaya, Sastrawan, Wartawan, Rohaniwan; Sutta Dharmasaputra, Pemimpin Redaksi Harian Kompas; Hilmar Farid, Ph.D dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek; dan Andi Tarigan sebagai moderator dari Gramedia Pustaka Utama.
Baca Juga: Apresiasi Karya Dua Seniman: Bentara Budaya Yogyakarta Pamerkan "Dua Petarung"
Setelah selesai di Bentara Budaya Jakarta, pameran "Ratu Adil" akan kembali ditampilkan di Bentara Budaya Yogyakarta, yang dilaksanakan pada Kamis, (25/1/2024), pukul 19.00 WIB di Jl. Suroto No. 2, Kotabaru, Yogyakarta.
Pameran ini akan berlangsung dari tanggal 26 hingga 31 Januari 2024, pukul 10.00-21.00 WIB, dan dimeriahkan oleh Jogja Hip-hop Foundation.
Ratu Adil, atau yang juga dikenal sebagai Satrio Piningit, merupakan sosok dalam mitologi Jawa yang diyakini akan membawa keadilan dan kesejahteraan, serta sering kali dikaitkan dengan ramalan atau keyakinan bahwa sosok ini akan membawa masyarakat memasuki zaman keemasan dan mengakhiri periode ketidakadilan.
Dasar pemikiran Sindhunata dalam menerjemahkan disertasinya, yang berjudul "Hoffen auf den Ratu Adil, Das eschatologische Motiv des 'Gerechen König' im Bauernprotest auf Java während des 19. und zu Beginn des 20. Jahrhundert," adalah untuk "membangunkan wong cilik dari masa lampau."
Sindhunata merasa bahwa hanya dengan tulisan saja tidak cukup untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang disertasinya. Oleh karena itu, ia berkolaborasi dengan Budi Ubrux untuk membantu menghidupkan isi tulisan-tulisannya.
Ditemani oleh Agus Noor, seorang cerpenis, sastrawan, dan penulis naskah teater yang juga mulai terlibat di dunia seni rupa, Budi Ubrux menginterpretasikan setiap halaman dari disertasi Sindhunata menjadi karya seni berupa gambar.
Baca Juga: Kompasianival 2023 Digelar di Bentara Budaya Jakarta Sabtu Ini, Mengangkat Tema Sustaination
Karya-karya gambar Budi Ubrux ini menjadi bagian integral dari buku berjudul "Ratu Adil: Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik". Keunikan terletak pada fakta bahwa dalam buku ilmiah ini, kita dapat menikmati tidak hanya teks ilmiah, tetapi juga karya seni rupa yang memperkaya pengalaman pembaca.
Dalam momen ketika Ubrux mengalami kebuntuan ide, Agus Noor sering berkolaborasi dengannya untuk berbagi gagasan. Agus Noor merinci pikiran-pikiran yang tertuang dalam buku Sindhunata, dan Ubrux memberikan tafsir visual terhadap penjelasan tersebut.
Galeri Ohana juga turut memberikan masukan dan komentar terhadap karya Ubrux. Secara singkat, Ubrux menunjukkan disiplin diri dalam pekerjaannya.
Ubrux mampu meresapi konsep-konsep seputar Ratu Adil yang ada dalam buku Sindhunata dan menggambarkannya secara visual. Hasilnya terlihat dalam ilustrasi yang dapat dinikmati dalam buku dan pameran ini.
“Bagaimana pada setiap zaman selalu ada harapan akan ‘Ratu Adil’, bagaimana peristiwa-peristiwa menandai pergolakan sejarah, itulah yang kemudian menjadi sekuel karya-karya Budi Ubrux dalam pameran ini”, demikian yang ditulis oleh Agus Noor, yang juga bertindak sebagai kurator pameran, dalam tulisan kuratorialnya yang berjudul "Ayam Jago-Presiden Nganu".
Baca Juga: Cuma sampai Besok, Pameran 29 Seniman Yogyakarta Memperingati Kematian TV Analog di Bentara Budaya
Sejarah mengungkapkan bahwa meskipun rakyat kecil menghadapi banyak keterbatasan, mereka tetap tidak menyerah. Mereka terus berjuang melawan sistem yang tidak adil.
Meski sebagian besar perlawanan dari rakyat kecil berakhir dengan kekalahan, namun kekalahan tersebut tidak mampu meruntuhkan harapan yang telah ditanamkan dalam perlawanan mereka. Harapan untuk hidup bebas dari segala bentuk penindasan tetap menjadi nilai yang harus dipertahankan.
Ilham Khoiri, selaku General Manager Bentara Budaya, mengungkapkan dalam katalog pameran bahwa saat ini kita mungkin merasa tidak bahagia karena belum menemukan pahlawan. Meski begitu, ia menegaskan agar tidak terlalu terpuruk, karena kita masih dapat menemukan pahlawan dalam sejarah perjalanan bangsa.
"Mereka adalah para pahlawan, perintis, dan pendiri bangsa yang memiliki mimpi besar tentang Indonesia dan bekerja keras (bahkan dengan mempertaruhkan nyawa) untuk mewujudkannya. Dengan terus menyadari dan menyerap spirit mereka, kita tidak akan kehilangan harapan akan masa depan bangsa."
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.