Puisi tidak lagi "tertib" baik susunan tipografi, pemenggalan kata atau penjudulan. Dan gaya Sutardji ini kemudian banyak diikuti oleh penyair berikutnya.
"Orisinalitas dan autensitas SCB (Sutardji Calzoum Bachri) tampil tak tergoyahkan sebagai bukti pemberontakannya," kata Maman.
Namun di usianya yang sudah lewat 80 tahun, kini banyak puisi yang dia ciptakan dengan semangat religiusitas yang kental. Misalnya dalam kumpulan puisi terbarunya "Petiklah Aku" (2022) seperti disampaikan penyair Ahmadun Yosi Herfanda yang jadi pembicara.
"Hampir semua sajak presiden penyair Indonesia ini mengedepankan religiusitas yang menampakkan kedalaman sekaligus mengisyaratkan kegelisahan batin," kata Ahmadun.
Beberapa contohnya, puisi berjudul "Idul Fitri" yang disebut semacam pertaubatan Sutardji, kemudian "Berdepandepan dengan Ka'bah" yang merekam pengalaman puitiknya saat naik haji, "Ramadhan" yang berisi pengalaman spiritual saat menjalani Bulan Ramadan.
Karenanya, kredo puisi Sutardji kini bukan saja soal membebaskan kata, jelas Ahmadun, tapi juga puisi ingin dikenal.
"Maka disukakan pada penyair untuk mencari, menemukan, mengenal, serta menuliskan atau menyampaikan untuk orang lain keindahan/kesaksian yang ditemukannya itu."
Baca Juga: Kumpulan Puisi Romantis Sapardi Djoko Damono, Hujan Bulan Juni hingga Pada Suatu Hari Nanti
Atas berbagai pencapaianya di dunia sastra, lelaki kelahiran Indragiri, Riau, ini pernah mendapatkan banyak penghargaan misalnya, Anugerah Seni Dewan Kesenian Jakarta (1977), The S.E.A. Write Award (1979), Bintang Budaya Parama dari pemerintah yang disematkan langsung oleh Presiden SBY di Istana Negara, Jakarta, Kamis (14/8/2008).
Dan malamnya dia mendapatkan penghargaan Ahmad Bakrie Award, yayasan yang didirikan oleh pengusaha Aburizal Bakrie.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.