“Habis itu, drop, kehilangan banyak di rental. Ada ojek online, mobil (taksi) online, akhirnya rental menurun. Berhenti dengan kerugian yang maksimum, sampai ratusan juta,” ungkapnya.
Setelah itu, Cak Munir berbisnis pisang dan menjadi supplier jeruk nipis yang disalurkan ke kafe-kafe di Yogyakarta.
“Kebetulan yang punya kafe di Jogja itu teman. Gitu, banyak teman yang buka kafe dan kenal akrab jadi dikasih peluang, masukin jadi supplier.”
Hingga pada tahun 2016, Cak Munir pun kembali menemui praktek pijat.
Baca Juga: Kisah Tukang Pijat asal Bojonegoro Naik Haji, Sering Menolong Jemaah Haji yang Kelelahan
Diakui Cak Munir, pekerjaan tukang pijat kerap menjadi pekerjaan yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Namun, baginya, hal itu bukanlah yang penting.
“Banyak pemuda sekarang yang memandang tukang pijat itu pekerjaan sebelah mata, padahal secara omzet gede,” tuturnya.
“Tapi bagi saya nggak penting, yaudah aja. Bagi saya pijat itu bermanfaat, bisa membantu orang, syukur-syukur bisa ngehasilin.”
Baca Juga: Prabowo Kunjungi Ponpes Tebuireng, Cerita Pernah Jadi Tukang Pijat Gus Dur
Soal “ngehasilin” ini, dia blak-blakan bahwa omzet dari memijat orang memang bukan main. Penghasilan rata-rata Cak Munir bahkan berada di angka “dua digit”, mulai dari Rp16 juta hingga Rp22 juta.
Omzet tersebut memang tidak mudah diraih. Pasalnya, panti pijatnya cukup ramai. Dalam satu hari, dia bisa mendapatkan belasan pasien.
Saat ini, semua itu dilakukannya sendiri. Saking ramainya, Cak Munir mengatakan bahwa dia sedang mencari seseorang yang dapat membantunya melayani pasien.
Akan tetapi, hal itu tidak mudah. Lagi-lagi soal stereotip yang melekat pada profesi tukang pijat.
Namun, niat awal Cak Munir memang tak cukup untuk mencari cuan semata. Dia ingin membantu orang lain melalui keahliannya memijat.
Saat ini, pelanggannya sudah tersebar dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari sekitaran Yogyakarta, Jember, Tangerang, Jakarta, Lampung, Riau, Sulawesi, hingga Kalimantan.
Latar belakang pasiennya juga beragam, mulai dari polisi, anggota dewan, dosen, hingga dokter.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.