JAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah menemukan produk Minyakita dengan isi yang kurang dari yang seharusnya. Dimana Minyakita dimana kemasan 1 liter hanya diisi 750 hingga 800 mililiter.
Ada juga pedagang yang menjual Minyakita di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Hal itu terungkap saat Menteri Pertanian Amran Sulaiman melakukan inspeksi ke Pasar Lenteng Agung, Jakarta, Sabtu (8/3/2025).
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai, praktik tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor.
Ia menjelaskan, HET Minyakita saat ini Rp15.700/liter, mulai berlaku pada 14 Agustus 2024. HET ini naik dari HET sebelumnya sebesar Rp14.000/liter.
Baca Juga: [FULL] Terbaru! Update Distribusi & Harga Jual Minyakita di Pasaran
Tapi sebenarnya, harga Minyakita di level konsumen yang berada di atas HET bukan hal baru.
"Harga nangkring di atas HET setidaknya sudah terjadi sejak pertengahan 2023. Jadi, harga di atas HET sudah cukup lama," kata Khudori dalam keterangannya kepada Kompas.tv, Minggu (9/3).
Menurutnya, faktor pertama yang membuat adanya pengurangan isi kemasan Minyakita dan harga jual di atas HET, karena harga bahan bakunya juga sudah tinggi.
Harga bahan baku minyak goreng sawit, yakni CPO, dalam negeri selama 6 bulan terakhir sekitar Rp15.000-16.000 per kg. Dengan angka konversi CPO ke minyak goreng 68,28 persen dan 1 liter setara 0,8 kg , diketahui untuk memproduksi Minyakita seharga Rp15.700/liter maka harga CPO maksimal Rp13.400/kg.
Baca Juga: Polisi Usut Temuan Minyakita Buatan 3 Produsen yang Isi Tak Sesuai Takaran, Sita Barang Bukti
"Ini baru menghitung bahan baku CPO. Belum memperhitungkan biaya mengolah, biaya distribusi, dan margin keuntungan usaha. Kalau ketiga komponen itu diperhitungkan, sudah barang tentu harga CPO harus lebih rendah lagi," ujarnya.
Artinya, lanjut Khudori, dengan tingkat harga CPO saat ini dan keharusan produsen Minyakita menjual ke Distributor 1 (D1) maksimal sebesar Rp13.500/liter adalah tidak mungkin tanpa kerugian.
"Pengusaha mana yang kuat jika terus merugi? Usaha mana yang sustain bila harus jual di bawah harga produksi," ucapnya.
Menurutnya, jika tidak ada koreksi kebijakan, ada dua yang berkemungkinan terjadi. Pertama, produsen menjual Minyakita sesuai HET tapi mengorbankan kualitas.
Baca Juga: Satgas Pangan Polri Ungkap Minyakita 1 Liter Berisi 700ml Berasal dari 3 Produsen, Ada Apa Saja?
Menyunat isi kemasan, lanjutnya, bisa dimasukkan dalam konteks "mengorbankan kualitas".
Kedua, produsen tetap memproduksi Minyakta sesuai kualitas (termasuk tidak menyunat isi) tetapi menjual dengan harga di atas HET.
"Bahwa keduanya berisiko dan melanggar aturan, ya. Tapi kalau aturan yang ada tidak memungkinkan usaha eksis dan sustain tanpa melanggar aturan, yang patut disalahkan pengusaha atau pembuat regulasi? Atau keduanya?," kata Khudori.
Menilik sejarah produk Minyakita, awalnya adalah bernama Minyak Goreng Rakyat. Ini diatur di Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 49/2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Rakyat.
Baca Juga: 20 Produk Apple Dapat Sertifikat TKDN, Termasuk iPhone 16
Salah satu tujuannya adalah memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melalui skema wajib pasok pasar domestik (domestic market obligation/DMO).
Pemenuhan DMO merupakan syarat eksportir CPO mendapatkan izin ekspor dari pemerintah dengan rasio tertentu sesuai dinamika pasar.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.