JAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kekhawatirannya, soal kemungkinan tarif impor tinggi yang diterapkan oleh Donald Trump nanti. Hal itu berkaca dari kebijakan yang dilakukan Trump saat dulu menjadi Presiden Amerika Serikat (AS).
Negara-negara yang menjadi sasaran tarif impor tinggi adalah negara yang neraca dagangnya surplus dengan AS.
"Tidak hanya China, negara-negara ASEAN seperti Vietnam dan lainnya mungkin juga akan dijadikan fokus terhadap pengenaan tarif impor ini," kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Saat menjabat di periode 2016-2020, Trump dikenal dengan kebijakan proteksionisme yang melindungi industri domestik AS dari persaingan luar negeri. Akibatnya, impor dari negara-negara yang memiliki surplus dagang dikenakan tarif tinggi.
Baca Juga: Ini Strategi Sri Mulyani Penuhi Kebutuhan Anggaran Kabinet Jumbo
"Sama seperti waktu Presiden Trump bagian pertama dulu, kebijakan mungkin akan berdampak pada seluruh mitra dagang yang memiliki surplus," ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari Antara.
Dari sisi kebijakan fiskal, Sri Mulyani memprediksi Trump akan melakukan langkah yang ekspansif. Seperti kenaikan imbal hasil (yield) US Treasury 10 tahun, mengalami kenaikan, yang mencerminkan ekspektasi bahwa APBN Amerika Serikat mungkin akan tetap ekspansif.
Penguatan dolar AS akan berlanjut imbas sederet kebijakan baru Trump. Seperti penurunan pajak korporasi, ekspansi belanja untuk sektor-sektor strategis, serta kebijakan tarif impor.
Namun, Trump diprediksi tidak akan banyak mengeluarkan anggaran untuk isu perubahan iklim, dibanding Joe Biden. Hal itu akan mempengaruhi peningkatan produksi bahan bakar fosil, harga minyak, serta perkembangan kendaraan listrik dan seluruh rantai pasoknya.
Baca Juga: Donald Trump Tunjuk Presenter TV Jadi Calon Menteri Pertahanan, Pentagon Terkejut
Di sisi lain, pakar hubungan internasional Teuku Rezasyah menyoroti keakraban Presiden RI Prabowo Subianto dan pemenang pilpres AS Donald Trump sebagai isyarat positif akan semakin baik dan kuatnya hubungan Indonesia-Amerika Serikat di masa mendatang, khususnya di sektor ekonomi.
Hal tersebut ia sampaikan untuk menanggapi akrabnya interaksi Prabowo-Trump meski hanya melalui saluran telepon, sebagaimana ditampilkan dalam unggahan video melalui akun Instagram @prabowo pada Senin (11/11) lalu.
“Kedekatan ini merupakan karpet merah bagi kerja sama ekonomi kedua negara,” ucap Reza seprti dikutip dari Antara, Selasa (12/11).
Ia menilai, meski berlangsung singkat, pembicaraan antara kedua pemimpin bernuansa amat positif dan menunjukkan bahwa mereka sudah dekat. Pembicaraan semakin akrab kala keduanya berbicara dengan Bahasa Inggris.
Baca Juga: Waspada! Marak di Indonesia, Judi Online Jerat 4.000 Anggota TNI hingga Anak-Anak | SERIAL JUDOL
Akademisi Universitas Padjadjaran itu juga menyoroti keakraban Prabowo-Trump saat keduanya saling memuji proses terpilihnya mereka dalam pemilihan umum yang terbuka dan transparan dalam panggilan tersebut.
“Keinginan Trump membuka akses seluas-luasnya kepada Presiden Prabowo untuk berkomunikasi pada berbagai isu yang menyangkut kepentingan bersama kala dibutuhkan juga cukup mencengangkan,” kata Reza.
Dengan demikian, keakraban antara kedua pemimpin tersebut memberi momentum yang tepat bagi Indonesia untuk menarik masuk investasi dari Negeri Paman Sam.
Baca Juga: Trump Menang Pilpres AS, Menteri Israel Berencana Aneksasi Tepi Barat
Indonesia juga patut memanfaatkan meningkatnya potensi perang dagang AS-China dengan mengundang investor asal Uni Eropa dan negara lain yang sekubu dengan AS untuk menanam modal.
“Namun dengan catatan, hal tersebut harus dilakukan dengan menjunjung tinggi hukum, (memastikan) kestabilan politik dan keamanan, memperjuangkan bebas KKN lewat pembangunan berbasis tata kelola yang baik, serta fokus pada pencapaian semua komponen SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan),” tuturnya.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.