Ogi menekankan bahwa sesuai dengan Ayat (6) Pasal 189, ketentuan pungutan wajib untuk iuran dana pensiun masih memerlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum PP dapat diterbitkan sebagai aturan pelaksana.
Oleh sebab itu, OJK belum bisa merinci ketentuan terkait pungutan wajib tersebut, mengingat peraturan pelaksananya masih dalam proses pembahasan.
“Jadi kami dalam hal ini masih menunggu mengenai bentuk dari PP terkait dengan harmonisasi program pensiun,” tutur Ogi.
Baca Juga: Kata DPR dan Peneliti Senior INDEF soal Wacana Gaji Pekerja Dipotong untuk Pensiunan Tambahan
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, iuran pensiun tambahan tidak tepat jika diberlakukan saat ini.
Pasalnya, menurut Nailul Huda, saat ini masyarakat tengah digempur oleh kenaikan harga bahan pokok hingga wacana kenaikan taif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
"Bahwa ada timing yang tidak tepat, sama sekali tidak tepat yang dilakukan pemerintah untuk mewajibkan masyarakat untuk bisa ikut dalam dana pensiun," kata Nailul Huda dalam program Kompas Bisnis, dikutip Selasa (10/9).
"Kalau kita lihat memang saat ini ekonomi dari masyarakat tengah tertekan, dengan adanya berbagai kenaikan dari harga-harga kebutuhan pokok, kemudia juga ada wacana untuk kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen. Kemudian kita juga melihat ada tekanan yang membuat daya beli masyarakat turun," lanjutnya.
Mendengar wacana pemotongan gaji untuk iuran wajib pensiun tambahan ini, sejumlah pekerja merasa keberatan. Salah satu penolakan tersebut disampaikan oleh Widzar yang bekerja sebagai karyawan swasta.
"Kalau untuk rencana pemotongan itu saya nggak setuju ya, apalagi juga di BPJS Kesehatan itu sudah dipotong secara 5 persen, dan Ketenagakerjaan itu juga udah ada potongan dari BPJS yang dana pensiun dan dana hari tua juga sih, jadi kayak, jadi habis dong saya," ucap Widzar.
Mila, karyawan swasta lainnya, juga merasa keberatan dengan wacana pemotogan gaji untuk dana pensiun tambahan. Menurutnya, hal itu justru akan membuat daya beli masyarakat turun.
"Saya enggak setuju banget, sih. Saya orang pertama enggak bakal setuju, karena gimana ya, untuk jangka pendek ini menurut saya terlalu berat, apalagi untuk kelas menengah, ya. Saya sebagai yang kelas menengah itu berat banget, sih. Terus nanti kalau misalnya kita mau beli sesuatu, daya beli kita jadi berkurang dan jadi menyebabkan inflasi," tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.