JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas menyebut pedagang yang menjualkan barangnya via online atau social commerce seperti TikTok Shop kerap melakukan predatory pricing atau jual rugi di platformnya.
Praktik predatory pricing ini, kata dia, menjadi salah satu penyebab dari menurunnya omzet penjualan pedagang pasar.
Hal ini disampaikan Zulhas usai mendapatkan curhatan salah satu pedagang baju di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, bernama Icha, pada Kamis (28/9/2023).
Kepada Mendag, Icha mengatakan, mengaku penjualannya kalah saing dengan pedagang di TikTok.
Di mana harga yang dijual di TikTok Shop, kata dia, bisa lebih murah hingga hampir separuhnya.
"Setelah lebaran haji, itu benar-benar down parah, Pak. Bisa dikatakan, (dalam) seminggu, saya pernah laris tiga potong," ungkap Icha.
"Kita jual Rp95 ribu sudah paling murah pak di internet di TikTok saya pernah nemuin Rp50 ribu," sambung Icha.
"Kamu Rp95 ribu, di TikTok Rp50 ribu? ya mana mau beli ke sini kan?" jawab Zulhas.
Zulhas kemudian bertanya terkait barang yang Icha jual Rp 95.000 apakah sama persis dengan yang dijual di TikTok sebesar Rp 50.000.
"Karena kamu (jual) Rp 95.000, dia (penjual via online) Rp 50.000, barangnya sama?" tanya Zulhas kepada Icha.
"Iya, barangnya sama. Mungkin, kualitas beda," jawab Icha.
Baca Juga: Mendag Zulhas Ancam Cabut Izin TikTok Jika Ngotot Jualan di Media Sosial
Lebih lanjut, Zulhas pun menyebut, taktik tersebut dinamakan predatory pricing.
"Kalau predatory pricing, itu yang kuat, dia (pedagang via online) bisa jual murah dulu. Orang (pedagang toko fisik) 'mati', nanti dia (pedagang online) naikin lagi harganya," jelasnya.
"Nah ini yang terjadi. Barang Rp 95.000, yang dijual Rp 50.000, ya enggak bisa lawan (pedagang toko fisik)" ucapnya.
Mengutip dari Kompas.com, predatory pricing (penetapan harga predator) adalah penetapan harga serendah-rendahnya oleh penjual terhadap harga produknya.
Tujuannya mematikan usaha para pedagang lain yang menjual barang sejenis.
Dalam kesempatan tersebut, Zulhas juga menegaskan, melalui Permendag Nomor 31 Tahun 2023, platform media sosial hanya boleh dimanfaatkan sebagai tempat promosi bukan untuk melakukan kegiatan jual beli.
"Sekarang kita atur, kalau dia mau menjadi social commerce, harus ada izin. Nah, social media, itu dia enggak boleh jualan. Hanya iklan saja seperti TV, TV kan iklan saja, promosi," ujar Zulhas.
Kementerian Perdagangan telah mengesahkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Permendag Nomor 31 Tahun 2023 mengatur bahwa platform sosial commerce hanya akan memfasilitasi promosi barang atau jasa dan dilarang menyediakan transaksi pembayaran.
Salah satu yang terkena kebijakan ini adalah platform TikTok Shop.
Pemerintah Pusat melarang operasional TikTok Shop dan hanya mengizinkan TikTok sebagai sosial media.
Selain itu, peraturan itu juga menetapkan harga minimum sebesar 100 dolar AS per unit untuk barang jadi asal luar negeri yang langsung dijual oleh pedagang (merchant) ke Indonesia melalui platform e-commerce lintas negara.
Baca Juga: TikTok Indonesia Buka Suara usai Pemerintah Larang Jualan, Sebut Berdampak pada Jutaan Orang
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.