JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia kembali masuk dalam kelompok negara berpendapatan menengah atas atau Upper Middle-Income Country (UMIC), berdasarkan data Bank Dunia per 1 Juli 2023. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menilai, agar bisa naik kelas ke negara maju atau negara berpendapatan tinggi, salah satu kuncinya adalah pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.
Dengan begitu, Indonesia tidak masuk dalam jebakan kelas menengah atau middle income trap. Yaitu kondisi negara yang berpendapatan menengah namun tidak menjadi negara maju. Hal itu ia sampaikan saat mengikuti Side Event on G20 Infrastructure Investors Dialogue di India.
"Strategi tersebut yaitu melalui hadirnya Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) untuk mendukung pemerintah daerah meningkatkan infrastruktur publik," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (17/7/2023).
Ia menjelaskan, dengan adanya infrastruktur publik yang baik di daerah akan meningkatkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja, dan menurunkan ketimpangan sosial.
Pemerintah juga mendorong BUMN untuk memberikan pinjaman lunak kepada pemda, untuk membangun infrastruktur. Soft loan itu terbukti ampuh menopang perusahaan swasta di daerah selama pandemi. Mereka juga mendapat akses pendanaan dari pasar modal lewat obligasi dan sukuk daerah.
Adapun menurut Bank Dunia, Gross National Income (GNI) per kapita atau pendapatan per kapita Indonesia naik sebesar 9,8 persen. Yaitu menjadi 4.580 di 2022, sedangkan di 2021 tercatat sebesar 4.170 dollar AS.
Baca Juga: Sri Mulyani Beri Polri Anggaran Rp99,26 T di 2024, Jadi yang Terbesar Ketiga
Mengutip pemberitaan Kompas.tv, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, meski ambang batas klasifikasi Upper Middle-Income Country (UMIC) tahun 2022 naik menjadi 4.466 dollar AS, pemulihan ekonomi yang kuat menempatkan Indonesia kembali sebagai kelas menengah atas. Klasifikasi UMIC tahun 2021 adalah sebesar 4.256 dollar AS per kapita.
"Indonesia berhasil naik menjadi upper-middle income country, bahkan di saat ambang batas klasifikasinya naik mengikuti kenaikan inflasi global," kata Febrio dalam keterangan resminya, Senin (3/7/2023).
Sebelumnya, Indonesia sempat masuk dalam kelompok negara berpendapatan menengah atas di tahun 2019 dengan GNI per kapita sebesar 4.070 dollar AS.
Akan tetapi, pandemi COVID-19 yang menghentikan hampir seluruh aktivitas ekonomi dunia, menurunkan kembali posisi Indonesia ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah bawah (Lower-Middle Income Country/LMIC) di tahun 2020.
Menurut Febrio, kembalinya Indonesia ke kelompok negara berpendapatan menengah atas, tidak terlepas dari efektivitas penanganan pandemi, pelaksanaan Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Serta transformasi ekonomi melalui hilirisasi sumber daya alam (SDA).
Ia menambahkan, berbagai instrumen APBN melalui program PC-PEN 2020-2022 berperan penting dalam memberikan bantalan kebijakan di masa krisis pandemi serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Baca Juga: Aturan Baru Sri Mulyani, Endorsement Artis dan Influencer Sekarang Dikenakan Pajak Natura
Di sisi lain, dampak signifikan kebijakan hilirisasi SDA telah mendongkrak kinerja ekspor dan memperkuat keseimbangan eksternal Indonesia. Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang mampu pulih cepat dan kuat.
"Pemerintah berkomitmen untuk terus menjaga kualitas pemulihan perekonomian. Ini ditunjukkan dengan penurunan tingkat kemiskinan kembali menjadi satu digit di tahun 2021 dan konsistensi penurunan tingkat pengangguran yang terus mendekati level prapandemi," tuturnya.
Untuk merealisasikan cita-cita Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi sebelum tahun 2045, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kisaran 6 persen - 7 persen secara konsisten.
"Peningkatan GNI per kapita secara signifikan di tahun 2022 ini menjadi pijakan yang kuat untuk mewujudkan Visi Indonesia Maju 2045," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga terus melanjutkan implementasi agenda reformasi struktural dan transformasi ekonomi yang menjadi prasyarat mutlak untuk terus meningkatkan daya saing, produktivitas, dan nilai tambah tinggi perekonomian nasional.
Ia menyampaikan, dalam jangka menengah-panjang, pemerintah terus mengarahkan reformasi struktural dalam rangka mendukung dan mempercepat transformasi ekonomi untuk membangun sektor-sektor yang bernilai tambah tinggi, inklusif, dan ramah lingkungan.
Baca Juga: Profil Pahala Mansury, Lama di Sektor Keuangan-Perbankan Kini Jadi Wakil Menteri Luar Negeri
Penguatan kualitas sumber daya manusia, percepatan pembangunan infrastruktur, serta perbaikan regulasi dan birokrasi akan menjadi kunci menciptakan iklim usaha dan investasi yang lebih kondusif dan berdaya saing.
Sementara itu, transformasi ekonomi melalui hilirisasi SDA, pengembangan industri manufaktur yang mengolah produk masa depan berbasis teknologi tinggi dan ramah lingkungan, serta kebijakan transisi energi hijau termasuk pengembangan pasar karbon akan menjadi prioritas utama dalam agenda ini.
"Untuk memastikan keberhasilan berbagai upaya transformasi struktural, Indonesia membutuhkan SDM yang berkualitas, infrastruktur yang memadai, serta sistem regulasi dan birokrasi yang lebih memberikan kepastian dan kemudahan bagi aktivitas investasi dan dunia usaha," ujarnya.
"Selain memastikan keberlanjutan upaya dalam jangka menengah-panjang, pemerintah juga tetap berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui penguatan perlindungan sosial, percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan prevalensi stunting, dan pengendalian inflasi dalam jangka pendek,“ ucapnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.