JAKARTA, KOMPAS.TV - Abah Guru Sekumpul, panggilan dari KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari bukan sekadar ulama biasa. Sosok ini begitu berpengaruh di Kalimatan. Pengajiannya diikuti ribuan orang dan namanya harum hingga kini.
Sosok ini lahir pada 11 Februari 1942 atau 27 Muharram 1361 H di Desa Tunggul Irang, Martapura, Kabupaten Banjar. Ayahnya bernama Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman, sedangkan ibunya bernama Hj Masliah binti H Mulia bin Muhyiddin.
Abah Guru Sekumpul merupakan keturunan ke-8 dari ulama besar Banjar, Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari.
Dikisahkan Nur Khalik Ridwan dalam buku Ensiklopedia Khittah NU dan Tokoh-tokoh Penting (2020) Abah Guru Sekumpul atau biasa juga dipangil Guru Ijai atau Tuan Guru adalah sesepuh tarekat Sammaniyah di Kalimatan Selatan. Tarekat adalah salah cabang dalam Islam bagi penganut tasawuf.
Tarekat Sammaniyah sendiri merupakan salah satu cabang dari Tarekat Syadziliyah yang didirikan oleh Abu Hasan Ali asy-Syazili (wafat 1258) di Mesir. Pendiri Tarekat Sammaniyah adalah Muhammad bin Abdul Karim as-Samani al-Hasani al-Madani (1718-1775 M).
Berdasarkan catatan Nur Khalik Ridwan, Abah Guru Sekumpul dikisahkan sebagai sosok ulama yang menyebarkanluaskan tarikat ini di Kalimantan dan memiliki banyak pengikut.
Dalam setiap pengajian Abah Guru Sekumpul, umat menyemut untuk datang mendengarkan tausiah dan pengajian beliau. Beliau juga dikenal memiliki suara yang merdu dan lembut ketika berdakwah, membuatnya dicintai umat.
Dikisahkan juga, salah satu sifat unik dakwahnya yang membuat masyarakat terpincut. Selain luasnya ilmu dan hikmah yang dibawanya, Abah Guru Sekumpul senantiasa memikirkan umat.
Misalnya, dalam banyak pengajian ia akan mendatangkan seseorang ahli untuk melakukan penyuluhan terhadap umat.
Ini menjadi alah satu sifat keunikannya dalam berdakwah adalah perhatiannya dalam berdakwah, hal ini terbentuk sifat perhatian kepada kesehatan umat. Pada waktu tertentu, misalnya, ia sering mendatangkan dokter spesialis kesehatan untuk memberikan penyuluhan kesehatan sebelum pengajian dimulai.
Baca Juga: Jejak Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Mahaguru Ulama Nusantara di Makkah
Nama kecil beliau adalah Qusyairi. Waktu kecil, ia bermimpi ketemu dengan Sayyidina Husein dan Hasan, cucu Rasulullah, yang keduanya membawa jubah dan memasangkan kepadanya surban.
Lantas, Qusyairi kecil diberi nama Zainal Abdin.
Setelah bangun tidur, beliau menceritakan hal ini kepada orangtuanya. Lantas orangtuanya mengganti nama beliau dari Qusyairi menjadi Muhammad Zaini.
Baca Juga: Prof Zakiah Daradjat, Sosok Ulama Perempuan, Ilmuwan dan Hamka versi Muslimah
Ketika kecil, Abah Guru Sekumpul selalu dekat dengan keluarga, khususnya ayah dan neneknya yang juga seorang ulama. Ia sedari kecil gemar pada pengetahuan dan cinta pada ulama.
Lantas, ia berguru kepada pamannya yang juga ulama bernama Syekh Seman Mulia. Dari ulama itu pula, cakrawala Abah Guru Sekumpul terbuka dan berjumpa dengan ulama-ulama lain seperti Syaikh Anang Sya’rani, yang terkenal dalam bidang hadis dan tafsir.
Lantas, beliau pun belajar di banyak ulama. Kian lama, ia kian terbuka dan bergaul dengan terkoneksi dengan ulama-ulama di Jawa.
Bahkan, ia dekat dengan Presiden Keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yang juga seorang ulama.
Kiprahnya pun tidak hanya dikenal luas di Kalimantan, melainkan ke seluruh penjuru Indonesia.
Apalagi, dalam tiap pengajiannya, ia dikenal mengajarkan soal tawadu, keikhlasan, dan ajaran untuk tidak tamak, hal-hal sederhana yang menyentuh hati umat.
Di Pondok Pesantren Darussalam Martapura, sosok ini dikenal menjadi pendidik umat. Beliau tidak hanya mengajar hal-hal praktis keumatan seperti fikih maupun ibadah, melainkan sebagai tempat problem keumatan.
Di pesantren itu, lambat laun, tidak hanya santri yang hadir mengaji, melainkan juga orang-orang biasa yang kepincut dengan cara berdakwah dan kebesaran hati dari Abah Guru Sekumpul.
Ia juga mengajar jemaah dengan kitab-kitab klasik fikih, tafsir, hadir hingga tasawuf yang membuatnya dikenal. Beliau juga kerap membacakan para Jemaah Simthud Durar karangan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsy, kitab ini merupakan kitab berisi silsilah dan hikayat kenabian yang disusun oleh ulama masyhur asal Yaman tersebut.
Setelah hampr sepanjang hidupnya membimbing umat, beliau mengalami sakit ginjal hingga harus dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura.
Setelah sepuluh hari dirawat di Singapura, pada 9 Agustus 2005, Abah Guru Sekumpul diperbolehkan pulang. Namun, keesokan harinya, pada 10 Agustus 2005, Abah Guru Sekumpul meninggal dunia di usia 63 tahun.
Abah Guru Sekumpul dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Musala Ar Raudhah, Kalimantan Selatan.
Dalam hidupnya, beliau juga merupakan seorang penulis kitab yang produktif. Ia telah menghasilkan beberapa karya, yakni:
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.