Pada Januari 2016, pihak Bea Cukai mencegah ekspor logam mulia. Dalam dokumen ekspor disebutkan isi barang tersebut adalah 218 kg perhiasan senilai 6,8 juta dolar AS.
"Tapi isinya Ingot (emas batangan). Lalu didalami dan ada potensi tindak pidana kepabeanan dan dilakukan juga penelitian, penyelidikan, hingga pengadilan tindak pidana kepabeanan," kata Suahasil dalam konferensi pers, Jumat (31/3/2023).
Ekspor emas tersebut akhirnya distop oleh Bea Cukai. Proses peradilan kasus tersebut berlangsung pada 2017-2019.
Suahasil memaparkan, di tingkat Pengadilan Negeri, pihak Bea Cukai kalah, lalu maju untuk kasasi hingga akhirnya menang di tingkat tersebut.
Baca Juga: Garuda Tawarkan Promo Tiket Pesawat Program "Lebaran ke Jakarta", Mulai Rp700 Ribuan
Kemudian pihak perusahaan yang terlibat, mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan pihak Bea Cukai kembali kalah.
"Dianggap tidak terbukti ada tindak pidana kepabeanan di PK pada 2019," ujar Suahasil.
Karena di tingkat PK kalah, pihak Kemenkeu pun tidak bisa mengusut lebih lanjut soal dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus ekspor 218 kg emas batangan itu.
"TPPU itu terkait tindak pidana asal. Saat tindak pidana asal ada, maka TPPU-nya bisa mengikuti. Kalau tindak pidana tidak terbukti di pengadilan, ya TPPU-nya enggak maju," jelas Suahasil.
Selanjutnya pada 2020, pihak Bea Cukai mengendus perusahaan yang sama melakukan ekspor emas dengan modus yang sama.
Tapi karena sudah kalah di PK pada 2019, pihak Kemenkeu pun mencoba mengejar pajak perusahaan tersebut. Pada tahun 2020, Bea Cukai dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bertukar data terkait perusahaan tersebut.
Baca Juga: Menaker Harap Perusahaan Beri Apresiasi untuk Pekerja Berstatus Mitra, Meski Bukan THR
"Kalau modusnya sama, 2016 kita kalah di pengadilan. Dengan logika seperti itu, maka Agustus 2020 itu disepakati kalau tindak kepabeanan enggan kena, kita kejar pajaknya," tutur Suahasil.
Pajak perusahaan yang mengekspor logam mulia itu pun ditangani oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pihak DJP telah memeriksa sejumlah wajib pajak baik perusahaan maupun orang pribadi.
"Hingga saat ini nilai penerimaan pajak yang dihasilkan terkait dengan informasi hasil pemeriksaan PPATK tersebut senilai Rp16,8 M dan mencegah restitusi senilai Rp1,6 M," demikian tertulis dalam bahan paparan Suahasil.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.