JAKARTA, KOMPAS.TV – Proses penambangan di PT Freeport Indonesia (PTFI) saat ini dilakukan melalui metode underground mining atau penambangan bawah tanah. Adanya digital advance technology dapat menunjang efektivitas penambangan bawah tanah yang dilakukan PTFI.
Aktivitas penambangan bawah tanah PTFI kurang lebih berada di sekitar 1.700 meter dari permukaan tanah. Dengan risiko yang cukup tinggi, teknologi berperan penting dalam kelancaran dan keselamatan pekerja.
“Teknik penambangan saat ini dapat dikatakan sudah maju dan modern. Dengan kondisi dan tantangan operasi yang ada, tentunya kita memanfaatkan teknologi ter-update untuk bisa menambang secara aman, efektif, efisien, dan berkelanjutan,” jelas Henky Rumbino selaku Senior Vice President Underground Mine.
Secara umum, penambangan bawah tanah di PT Freeport Indonesia menggunakan metode block caving. Metode ini dilakukan dengan memotong badan bijih tembaga dalam bentuk blok-blok besar melalui peledakan sehingga bijih tersebut akan runtuh sendiri.
Baca Juga: Menelisik Proses Penambangan Hingga Pengolahan Nikel Antam di UBP Nikel Kolaka
Runtuhan bijih akan jatuh ke titik-titik penarikan (drawpoint) di level ekstraksi. Lalu, bijih yang sudah jatuh ke titik penarikan ini akan diangkut secara manual ataupun remote tergantung pada kondisinya.
Langkah selanjutnya yaitu memasukkan runtuhan bijih ke saluran bijih untuk dijatuhkan ke level pengangkutan.
Kemudian, bijih diangkut menggunakan kereta yang dioperasikan secara remote untuk dibawa ke mesin penghancur atau crusher.
Setelah itu, bijih yang sudah dihancurkan dikirim lewat ban berjalan (conveyor) ke pabrik pengolahan (mill) di permukaan.
Bijih halus kemudian diolah melalui proses pengapungan menggunakan reagen serta bahan yang berbasis alkohol dan kapur.
Proses tersebut bertujuan memisahkan konsentrat yang mengandung mineral tembaga, emas, dan perak. Sisa pasir yang tidak memiliki nilai ekonomi (tailing) dialirkan melalui sungai menuju daerah pengendapan di dataran rendah.
Sementara itu, konsentrat berbentuk bubur disalurkan dari pabrik pengolahan menuju pabrik pengeringan di pelabuhan Amamapare melalui pipa sepanjang 110 km.
Setelah dikeringkan, konsentrat yang merupakan produk akhir PTFI ini kemudian dikirim ke pabrik-pabrik pemurnian di dalam maupun luar negeri.
Sejumlah konsentrat yang dikirim ke pabrik pengolahan untuk dimurnikan tersebut akan menghasilkan katoda tembaga.
PTFI memiliki kereta listrik tanpa awak yang dioperasikan dari ruangan kemudi di tambang bawah tanah untuk mengangkut bijih tambang untuk dibawa ke mesin penghancur batuan.
System Monitors Seismic Activity berfungsi memastikan keamanan penambangan di kedalaman sehingga tidak akan mencelakai karyawan.
Baca Juga: Mengenal Unit Bisnis Emas PT Antam di Bogor
PTFI telah menerapkan Advanced Digital Technology dalam operasional tambang bawah tanah melalui pengembangan sistem WIFI kendali jarak jauh sejak tahun 2006.
Kehadiran inovasi baru teknologi 5G di area penambangan PTFI juga dapat mendukung pengoperasian tambang secara lebih aman dari kontrol jarak jauh.
Rock breaker juga ada di control room yang dioperasikan secara remote untuk menghancurkan batuan yang lebih besar dibanding ukuran saringannya.
Tingkat keterpaparan debu tambang menunjukkan intensitas tinggi sehingga membahayakan kesehatan karyawan. Karena itu, alat ini kemudian dioperasikan dari jarak jauh agar lebih aman dan efektif.
Sebelum pengunjung memasuki area pertambangan bawah tanah, ada safety induction yang harus dipahami terlebih dahulu.
Perlengkapan alat pelindung diri untuk tambang bawah tanah memiliki beberapa perbedaan dibanding APD tambang pada umumnya.
Pengunjung diwajibkan memakai belt yang terikat langsung dengan savox atau alat bantu pernapasan mandiri, serta helm yang dilengkapi dengan lampu bawah tanah.
Perjalanan menuju tambang bawah tanah membutuhkan waktu sekitar 30 menit menggunakan bus tambang.
Di sana, terdapat beberapa fasilitas PT Freeport Indonesia yang dapat memudahkan aktivitas penambang dan kesejahteraan karyawan.
Sesampainya di Grasberg Block Cave, ada lift yang biasa digunakan karyawan sebagai alat transportasi dengan tinggi 355 meter dan mampu memuat kapasitas 200 hingga 300 orang.
Untuk menjamin keselamatan selama bekerja, lift ini tidak diperkenankan untuk digunakan oleh karyawan jika sedang mengangkut logistik penambang.
Baca Juga: Harmonisasi Alam dan Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Tambang Nikel Sorowako
Di sisi lain, operator lift ini harus merupakan karyawan yang terlatih dalam penggunaan kode morse untuk berkomunikasi. Kesejahteraan karyawan juga diperhatikan walaupun berada jauh di bawah tanah.
Dengan banyaknya ventilasi udara, kebutuhan oksigen para penambang dapat terpenuhi dan aman. Bahkan, PT Freeport Indonesia juga mengedepankan kebutuhan rohani pekerja dengan membangun masjid dan gereja terdalam yang ada di Indonesia.
Setelah seluruh proses pertambangan selesai, sebagai bentuk good mining practices, PTFI yang merupakan perusahaan tambang, wajib untuk mereklamasi area yang terdampak.
Meskipun berada di kedalaman sekitar 1.760 meter di bawah permukaan tanah, keamanan, toleransi, dan kenyamanan pekerja sangat diperhatikan oleh PT Freeport Indonesia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.