Sedangkan di Korsel, rumah tangga tunggal sekarang merupakan hampir sepertiga dari seluruh rumah tangga – meningkat hampir 50 persen dibandingkan 15 tahun lalu.
"Peningkatan rumah tangga tunggal ini tidak hanya didorong oleh penurunan angka kelahiran, tetapi juga oleh orang-orang yang menunda peristiwa besar dalam hidup, seperti menikah dan memiliki anak," demikian tulis McKinsey dalam hasil risetnya.
Solo economy juga mempengaruhi preferensi konsumen terhadap produk yang mereka beli. Seperti meja untuk satu orang di restoran, ruang karaoke satu kursi, dan modul gym yang dirancang untuk digunakan oleh satu orang pada satu waktu.
Baca Juga: Tito Karnavian Sebut Bonus Demografi Picu Penyebaran Hoaks
Pada saat yang sama, gaya hidup satu orang juga berkontribusi pada peningkatan tingkat kepemilikan hewan peliharaan.
Korsel telah mengalami peningkatan tingkat kepemilikan hewan peliharaan sebesar 60 persen selama dekade terakhir.
Sementara jumlah hewan peliharaan di China meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun terakhir.
Rumah tangga tunggal juga membutuhkan produk yang berbeda, seperti pengiriman makanan di rumah dan porsi yang lebih kecil, dalam hal makanan kemasan.
Munculnya rumah tangga tunggal juga mendorong banyak pergeseran pola urbanisasi, seiring dengan meningkatnya permintaan akan rumah satu unit.
Orang yang hidup sendiri cenderung memiliki lebih banyak waktu untuk diri mereka sendiri, menyebabkan permintaan yang lebih besar akan berbagai bentuk hiburan, terutama digital, termasuk game, realitas virtual, dan konten digital seperti streaming musik/video, dan aplikasi terkait.
Di Jepang, misalnya, rumah tangga tunggal menghabiskan antara 1,5 dan 3,5 kali lebih banyak untuk konten digital seperti video, musik, dan e-book, dibandingkan rumah tangga dengan lebih dari satu orang.
Asia juga memimpin dunia dalam hal perjalanan solo. Jajak pendapat YouGov terhadap 21.000 responden di 16 negara baru-baru ini menemukan bahwa hingga 93 persen pelancong Asia pernah bepergian sendiri atau terbuka terhadap gagasan tersebut.
Sedangkan di kalangan responden dari negara-negara Eropa, angkanya hanya 69 persen.
Laporan McKinsey berjudul Pelopor Pertumbuhan Konsumen di Asia itu juga menyoroti bagaimana lonely economy atau solo economy menimbulkan perubahan besar dalam pola konsumsi masyarakat.
Baca Juga: Prevalensi Stunting Lamban, Bonus Demografi 2045 Terancam Sia-sia
Riset McKinsey menyatakan, populasi yang menua di kawasan Asia Utara diperkirakan akan mendorong hampir dua pertiga dari pertumbuhan konsumsi.
Selain itu, diperkirakan pada tahun 2030, lebih dari 90 persen orang berusia di atas 60 tahun di Korsel dan Jepang akan banyak beraktivitas online.
Penelitian McKinsey tentang Generasi Z di Asia juga menemukan bahwa 20 hingga 30 persen dari generasi ini menghabiskan lebih dari enam jam sehari dengan ponsel mereka untuk mengonsumsi konten video.
Mereka sangat menginginkan pengalaman baru dan dua kali lebih mungkin dibandingkan Generasi X untuk membeli merek yang membedakan mereka.
Pemberdayaan ekonomi perempuan juga mengubah pola konsumsi. Jika digunakan secara maksimal, faktor yang satu ini dapat memberikan tambahan pertumbuhan konsumsi sebanyak seperlima di Asia.
Pada tahun 2018, penelitian McKinsey Global Institute menemukan bahwa memajukan kesetaraan perempuan di Asia-Pasifik dapat menambah 4,5 triliun dolar AS per tahun ke PDB kolektif.
Seperti diketahui, salah satu penyebab resesi seks adalah karena kaum perempuan yang ingin menuntut ilmu dan mengejar karir jumlahnya meningkat.
Sumber : KOMPAS TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.