JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengharapkan langkah konkret instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, untuk menggunakan kendaraan listrik. Hal itu seiring dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Menurut Budi, pihaknya sudah lebih dulu mengimplementasikan penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas sejak tahun 2021 sebelum adanya Inpres no. 7 tahun 2022.
“Inpres no 7 ini perlu ditindaklanjuti oleh Kementerian/Lembaga dan juga Pemda, sesuai dengan kewenangannya untuk melakukan langkah-langkah konkret dan strategis, untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik di instansinya masing-masing,” kata Menhub seperti dikutip dari Antara, Kamis (6/10/2022).
Budi menyampaikan, untuk mendorong implementasi kendaraan listrik, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan peta jalan (roadmap) KBLBB. Dalam roadmap itu, ditargetkan pada 2030 semakin banyak kendaraan beralih ke kendaraan listrik.
"Kebijakan roadmap KBLBB, baik untuk kendaraan operasional pemerintah dan angkutan jalan telah ditetapkan dari tahun 2021 sampai 2030, yang dikoordinatori oleh Kemenkomarves,” ucapnya.
Baca Juga: Profil Pandu Sjahrir, Keponakan Luhut yang Ingin Pasok 2 Juta Motor Listrik di RI, Siapa Dia?
Kemenhub juga mendorong penggunaan angkutan umum menggunakan kendaraan listrik melalui skema buy the service (BTS), termasuk dalam event internasional KTT G20 di Bali pada bulan November tahun ini.
“Tahun depan akan kita terapkan bus listrik dengan skema BTS di Surabaya dan Bandung,” ujarnya. 11
Kemenhub mencatat per 3 Oktober 2022 telah terdapat sebanyak 28.188 unit kendaraan listrik berdasarkan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) yang terbit.
Kendaraan tersebut terdiri dari 22.942 unit kendaraan roda dua (22.833 unit kendaraan roda dua, 109 unit kendaraan roda dua hasil konversi), 4.904 kendaraan penumpang roda empat, 280 unit kendaraan roda tiga, 56 unit bus, dan enam unit mobil barang.
Sedangkan secara keseluruhan ada lebih dari 189.000 ribu mobil dinas pemerintah baik pusat maupun daerah, yang akan diganti jadi mobil listrik.
Sementara itu, Harian Kompas membuat hitung-hitungan tentang untung rugi mobil listrik. Keuntungan yang jelas terasa dari kendaraan listrik adalah ongkos operasional per kilometer.
Harian Kompas menganalisis harga dan biaya operasional dari 69 mobil konvensional dan listrik. Sejumlah mobil ini terdiri dari kelas mobil kecil LCGC (low cost green car), mobil kota/hatchback, sport utility vehicle (SUV), dan minibus multi-purpose vehicle (MPV).
Kategori ini dipilih karena mewakili jenis mobil listrik yang sudah ada di Indonesia dengan harga di bawah Rp1 miliar.
Baca Juga: 189.803 Mobil Dinas akan Diganti Mobil Listrik Secara Bertahap Pakai APBN, Jokowi Sudah Setuju
Ongkos energi
Ongkos mobil BBM secara rata-rata lintas kelas kendaraan dapat mencapai Rp 69.748 per 100 km. Sementara, mobil listrik hanya sekitar sepertiganya (34,3 persen) pada angka Rp 23.934 per 100 km.
Wuling Air EV misalnya, ongkos operasionalnya hanya mencapai Rp 14.701 per 100 km. Di sisi lain, mobil LCGC BBM dapat mencapai Rp 53.272 per 100 km.
Perawatan
Di sisi lain, biaya perawatan untuk mobil listrik juga tergolong lebih rendah.
“Nyaris tidak ada (ongkos) perawatan yang khusus untuk kendaraan listrik. Karena bisa dibilang, mobil (listrik) ini enggak bermesin. Kalau mobil BBM kan mesinnya butuh oli,” kata Makmur, Chief Operating Officer PT Hyundai Motors Indonesia, seperti diberitakan Kompas TV sebelumnya.
Namun, Harian Kompas tetap mengasumsikan biaya perawatan mobil listrik memakan 70 persen dari biaya perawatan rutin kendaraan konvensional. Hal ini dengan turut memperhitungkan perbaikan dan perawatan onderdil di luar mesin yang juga tetap dimiliki oleh mobil listrik.
Baca Juga: Mobil Listrik Laris, China Perkenalkan Charger Mobil Listrik Bergerak, Bisa Isi Baterai saat Parkir
Pajak lebih murah
Keuntungan lain dari mobil listrik adalah besaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang lebih murah. Pajak ini ditentukan dari besaran Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) yang tarif pajaknya diatur pemerintah provinsi.
Untuk kalkulasi ini, digunakan tarif pajak dari Pemprov DKI Jakarta, yakni 2 persen dari besaran dasar pengenaan PKB.
Pajak untuk mobil listrik rata-rata mencapai Rp 1,6 juta per tahun. Artinya, hanya 23,8 persen dari mobil BBM yang dapat mencapai Rp 6,9 juta.
Apabila dirinci, mobil listrik kelas SUV rata-rata berpajak Rp 2,1 juta per tahun, atau lebih murah dibanding versi BBM-nya yakni, Rp 7,4 juta.
Bebas aturan ganjil genap
Dari sisi nonfiskal, ada kenyamanan yang bisa dinikmati pengguna mobil listrik. Di wilayah DKI Jakarta misalnya, pengguna mobil listrik akan terbebas dari aturan ganjil-genap di sejumlah jalan utama.
Namun, mobil listrik juga memiliki beberapa kerugian dibanding menggunakan mobil konvensional.
Baca Juga: Jalankan Instruksi Jokowi, Prabowo Dorong Percepatan Produksi Motor Listrik Militer
Selisih harga mobil
Mobil listrik lebih mahal 47 persen ketimbang mobil konvensional. Harga rata-rata untuk mobil BBM adalah Rp 419,9 juta, sedangkan mobil listrik mencapai Rp 617,6 juta. Selisihnya adalah sebesar Rp 197 juta.
Dari angka selisih tersebut, jika digunakan untuk membeli BBM Pertalite Pertamina dengan harga Rp 10.000 per liter, volume BBM yang dibeli adalah 19.761 liter.
Volume sebanyak itu dapat digunakan untuk berkendara sejauh 303.768 km atau 15 tahun 2 bulan. Ini dengan asumsi setiap tahun melakukan perjalanan 20.000 km dan efisiensi mesin rata-rata 15,37 km per 1 liter.
Jangkauan
Tantangan lain yang harus dihadapi calon pembeli kendaraan listrik adalah jangkauan mobil yang relatif lebih rendah ketika penyimpanan energinya dalam kondisi penuh (tangki BBM penuh dan baterai penuh).
Secara rata-rata, daya jangkau mobil BBM ketika tangki penuh adalah 722,9 km. Sedangkan mobil listrik hanya sekitar setengahnya (45 persen) 328,2 km.
Baca Juga: Jokowi: Saya Senang Pembangunan Baterai Listrik Terintegrasi di Batang Serap 20 Ribu Tenaga Kerja
Jika digunakan di dalam kota saja, mungkin jangkauan mobil listrik tidak akan jadi masalah. Namun, untuk perjalanan luar kota atau jarak jauh, yang digarisbawahi peran krusial stasiun pengisian kendaraan listrik umum.
Biaya operasional
Biaya operasional mobil listrik yang terdiri dari perawatan, energi, serta pajak, secara rata-rata membutuhkan Rp 23,3 juta selama periode penggunaan lima tahun atau 100.000 kilometer. Ini lebih rendah sekitar 76 persen ketimbang biaya operasional mobil BBM konvensional yang mencapai Rp 97,3 juta selama lima tahun.
Artinya, penggunaan mobil listrik dapat menghemat ongkos energi sebesar Rp 74 juta selama lima tahun.
Namun, keunggulan itu akan terhapus dengan biaya investasi awal mobil listrik rata-rata yang masih Rp 198 juta lebih mahal.
Biaya kepemilikan total atau total cost of ownership (TCO) mobil listrik selama 5 tahun adalah Rp 640,9 juta. Sementara TCO mobil BBM 517,3 juta. Artinya, TCO mobil listrik masih 24 persen lebih mahal ketimbang mobil BBM.
Sumber : Antara, Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.