JAKARTA, KOMPAS.TV- Setelah diprotes ribuan sopir truk di berbagai daerah, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya menggelar dialog virtual dengan sejumlah asosiasi pengemudi truk pada Kamis, (24/2/2022).
Dalam dialog tersebut, Kemenhub banyak mendapat masukan dari para sopir. Diantaranya alasan mereka mengangkut barang melebihi muatan truk (oveload).
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menuturkan, sopir truk mengangkut barang yang sangat banyak, karena tarif angkut barang yang rendah. Sehingga jika tidak membawa dalam jumlah sangat besar, mereka tidak bisa untung.
"Dari beberapa asosiasi pengemudi yang hadir, rata-rata menyampaikan terkait masalah tarif. Jadi tarif ini memang agak memaksa para pengemudi untuk mengangkut barang menjadi berlebihan, mungkin karena dengan tarif yang rendah," kata Budi dalam konferensi pers virtual yang digelar setelah dialog dengan para anggota asosiasi, Kamis (24/2).
Baca Juga: Pengaturan Truk ODOL RI Kalah dari Thailand-Vietnam, Target Zero ODOL 2023 Tetap Jalan
Ia menambahkan, truk menjadi overload juga disebabkan pemilik barang yang meminta sopir membawa barang jauh di atas kapasitas truk.
"Kadang-kadang pemilik barang meminta misalnya barang 40 ton dibawa pengemudi, padahal kapasitas yang bisa dibawa ditambah berat kendaraan hanya 30 ton, berarti ada pelanggaran 10 ton. Tapi pemilik kadang tetap minta itu diangkut,” papar Budi.
Para sopir truk juga mengeluh, mereka sebagai pihak yang paling terbebani dengan sanksi Kemenhub atau Kepolisian. Padahal trus menjadi over dimension overload (ODOL) karena banyak faktor.
Mereka menyebut, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan belum jelas pengaturannya siapa saja yang harus bertanggung jawab dengan truk ODOL.
Budi pun mengapresiasi masukan dari para sopir truk dan akan menindaklanjutinya.
Baca Juga: Pengusaha Minta Zero ODOL Diundur 2025 dan Insentif Peremajaan Truk
"Betul yang disampaikan asosiasi pengemudi bahwa harus ada perluasan penanggung jawab terhadap pelanggaran utntuk over loading, bukan hanya pengemudi saja tapi juga pemilik barang. Sementara pemilik kendaraan itu pelanggarannya di sisi over dimensi," tutur Budi.
Dalam beberapa hari terakhir, Kemenhub memang tengah gencar menindak truk ODOL. Hal itu dilakukan untuk mengejar target Indonesia bebas truk ODOL atau Zero ODOL pada 2023.
Namun penindakan itu ditentang banyak pihak. Mulai dari sopir truk, pengusaha pemilik truk, hingga pengusaha pemilik barang.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bahkan meminta Kemenhub menunda Zero ODOL ke 2025. Apindo juga mengusulkan pemberian insentif kepada pengusaha, jika aturan Zero ODOL dijalankan.
Baca Juga: Ganjar Minta Kemenhub Sosialisasikan Aturan Larangan Truk ODOL agar Tidak Bikin Geger
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, pihaknya sebenarnya mendukung aturan tersebut. Namun, penerapan zero ODOL tidak bisa dilakukan tahun 2023 karena pandemi telah membuat dunia usaha terpuruk.
Jika diundur ke 2025, pengusaha punya waktu lebih banyak mempersiapkan diri.
"Kita tahu semua bahwa perekonomian selama pandemi sangat terpuruk. Karenanya, kami usul kebijakan zero odol ini diundur paling tidak dua tahun atau di Januari 2025," kata Hariyadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/2).
Baca Juga: Ratusan Sopir di Berbagai Wilayah Tolak Aturan “ODOL”
Hariyadi juga mengusulkan, agar pemerintah memberikan insentif ke pengusaha. Lantaran mereka butuh biaya yang tidak sedikit untuk peremajaan truk dan investasi truk baru.
Insentif bisa diberikan kepada sektor usaha yang banyak menggunakan truk pengangkut agar harganya bisa kompetitif. Misalnya dengan keringanan pajak untuk pembiayaan pembelian truk baru maupun pembebasan bea masuk (BM).
“Anggaran subsidi ini bisa diambilkan dari pos anggaran pemeliharaan jalan,” ujar Hariyadi.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.