JAKARTA, KOMPAS.TV – Pemanfaatan teknologi di sektor makanan dan minuman (mamin) masih jauh tertinggal. Sebanyak 99 persen pelaku industri mamin adalah pengusaha mikro-kecil yang beroperasi secara manual dari hulu hingga hilir.
Padahal, industri mamin menyimpan potensi pasar serta kontribusi yang signifikan terhadap struktur ekonomi nasional.
Untuk itu, inovasi dan pemanfaatan teknologi penting dikembangkan untuk meningkatkan daya saing industri makanan-minuman nasional.
Termasuk diantaranya terkait isu keamanan pangan (food safety) yang beberapa kali membuat ekspor produk mamin Indonesia dipersoalkan di pasar global.
Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Mohammad Ari Kurnia Taufik, belum ada pengusaha yang memanfaatkan teknologi digital dan siber untuk mengembangkan industri 4.0.
Sebanyak 70 persen pelaku industri makanan-minuman berskala besar baru beroperasi di level 3.0, sementara 30 persen masih pada level industri 2.0.
Sementara, 70 persen pelaku industri mikro dan kecil masih beroperasi di level 2.0. Hanya 30 persen yang mulai beralih ke teknologi komputerisasi (industri 3.0).
Mohammad mengatakan, proses menuju industri makanan-minuman yang berstandar 4.0 masih panjang dan menghadapi banyak kendala. Produktivitas di hulu masih buruk dan infrastruktur rantai dingin masih tertinggal.
”Perlu investasi besar untuk pembelian teknologi dan kerja sama teknologi agar industri kita yang masih di level 2.0 dan 3.0 ini bisa bermain di frekuensi yang sama dengan dunia. Sekarang beberapa negara bahkan mulai bergeser ke industri 5.0. Sebentar lagi kita juga tertinggal,” katanya dalam konferensi pers menjelang Pameran Virtual Krista Exhibitions, Kamis (17/6/2021).
Baca Juga: Kerja Sama Perdagangan dan Transfer Teknologi Jadi Incaran Indonesia di Pasar Eurasia
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, 99 persen pelaku industri mamin adalah pengusaha mikro dan kecil. Secara keseluruhan, ada 1,68 juta pelaku industri berskala mikro dan kecil yang berkontribusi terhadap output industri makanan-minuman nasional sebesar 10 persen.
Sementara itu, pelaku industri berskala menengah-besar hanya mencakup 0,46 persen dari total pelaku industri atau sebanyak 7.712 unit usaha. Namun, mereka mendominasi kontribusi output industri sebesar 89,61 persen.
Prioritas Kemenperin
Lebih lanjut, Mohammad menjelaskan, program pemanfaatan teknologi di industri makanan-minuman menjadi salah satu prioritas utama Kemenperin.
Beberapa program di dalamnya adalah penguatan riset dan penelitian, pengembangan inovasi teknologi, serta pembelian dan kerja sama teknologi.
Selain itu, program revitalisasi permesinan ditujukan untuk mendekatkan alat produksi ke teknologi baru.
”Perubahan ke arah lebih maju harus terus kita dorong agar industri makanan-minuman kita lebih berdaya saing. Jangan lupa, kita punya peluang pasar yang besar, baik domestik maupun global, karena pasar kita sudah mencakup 30 persen dari total pasar ASEAN,” ujar Mohammad.
Adapun, berdasarkan data Kemenperin menunjukkan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) industri makanan dan minuman pada triwulan I-2021 tumbuh positif 2,45 persen.
Meski positif, kondisi itu masih di bawah triwulan I-2020 yang mencatat angka pertumbuhan 3,94 persen. Industri makanan-minuman juga masih jauh di bawah level sebelum pandemi yang pada 2019 tercatat tumbuh 7,78 persen.
Baca Juga: Mensos Dorong Inovasi Teknologi untuk Penyandang Disabilitas
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.