Penolakan pemerintah Singapura atas penceramah populer Abdul Somad ke negeri mereka 16 Mei lalu mendapat sorotan masyarakat dan reaksi beragam dari sejumlah pihak.
Namun ada yang "bisa diambil sebagai pelajaran" dari insiden ini.
Staf khusus Menteri Agama RI, Ishfah Abidal Aziz, mengatakan makna yang bisa dipetik dari peristiwa itu adalah penceramah agama "perlu menjaga dan berhati-hati dalam hal melakukan kegiatan keagamaan, atau menyampaikan pandangan-pandangan keagamaan, utamanya terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara".
Dia mengungkapkan Kementerian Agama sudah memiliki program penguatan kapasitas dan kompetensi penceramah agama, sehingga mereka diharapkan "bukan hanya bicara soal narasi-narasi keagamaan, tapi juga harus diselaraskan dengan komitmen kebangsaan".
Ahmad Nurcholish dari Pusat Studi Agama dan Perdamaian (ICRP) mengatakan pelajaran penting dari Singapura itu adalah pemerintah "harus tegas" dan "punya hak melakukan tindakan protektif" atas pihak yang ucapan-ucapannya dinilai "sudah mengancam persatuan dan kesatuan bangsa".
Baca juga:
Sebelumnya, pemerintah Singapura memaparkan alasan mengapa Abdul Somad dan rombongan perjalanannya ditolak masuk, salah satunya karena dia "dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura".
Abdul Somad sendiri menegaskan dia dan rombongannya ke Singapura bukan untuk acara pengajian atau tablig akbar, melainkan untuk berlibur.
Dia mengaku tidak mendapat penjelasan dari petugas Singapura yang menolaknya masuk.
Situasi itulah yang membuatnya menuntut penjelasan dari Singapura.
"Apakah karena teroris? Apakah karena ISIS? Apakah karena bawa narkoba? Itu mesti dijelaskan," ujarnya.
Perlakuan yang dialami Abdul Somad juga mengundang kritik keras dari kalangan netizen, termasuk anggota DPR Fadli Zon, yang dalam cuitannya di Twitter menyebut kejadian itu adalah "penghinaan" dan perlakuan pihak Singapura atas Abdul Somad tanpa memberinya penjelasan adalah "sangat tidak pantas."
Ishfah Abidal Aziz, staf khusus Menteri Agama, mengatakan makna yang bisa dipetik dari peristiwa itu adalah penceramah agama perlu menjaga dan berhati-hati dalam hal melakukan kegiatan keagamaan, atau menyampaikan pandangan-pandangan keagamaan.
"Penceramah, tokoh agama, maupun mubalig adalah sosok figur yang kemudian menjadi referensi umat. Oleh karena itu musti berhati-hati, kemudian dengan pengetahuan dan pertimbangan yang cukup untuk menyampaikan pandangan-pandangan keagamaannya, utamanya yang terkait dengan kehidupan beragama, kehidupan berbangsa dan bernegara, kerukunan dan sebagainya," ujar Ishfah kepada BBC News Indonesia, Rabu (18/05).
Dia mengungkapkan Kementerian Agama terus mendorong bagaimana penceramah agama itu mampu mengimbangkan, meningkatkan, dan menyelaraskan komitmen berbangsa dan bernegara dengan hak beragama.
"Kita sudah sepakat bahwa negara kita bukan negara agama, tetapi pada saat bersamaan bangsa kita ini adalah bangsa yang relijius. Oleh karena itu penceramah agama ini menjadi ujung tombak, menjadi pelopor, menjadi bagian dari garda depan untuk menselaraskan antara hak beragama dan komitmen kebangsaan," ujar Ishfah.
Oleh karena itu, dia mengungkapkan Kementerian Agama memiliki suatu program terkait dengan penguatan kapasitas dan kompetensi penceramah agama. Jadi seorang penceramah agama bukan hanya bicara soal narasi-narasi keagamaan, tapi juga harus diselaraskan dengan komitmen kebangsaan.
Dia menegaskan program ini bukan sertifikasi, tapi peningkatan kapasitas kebangsaan bagi tokoh-tokoh penceramah agama.
Ahmad Nurcholish, pengamat dan pegiat dari Pusat Studi Agama dan Perdamaian (ICRP), mengatakan bahwa pelajaran penting dari peristiwa di Singapura itu adalah pemerintah semestinya harus tegas.
"Meskipun dalam spektrum hak asasi manusia siapa pun boleh bicara mengemukakan pendapat dan sebagainya, tapi kalau ucapannya sudah mengancam terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, tentu negara punya hak untuk melakukan tindakan protektif," ujar Ahmad.
Begitu pula di kalangan Muslim, lanjutnya, kalau kira-kira ceramah seseorang justru bukan dalam rangka mencerahkan, tetapi menyesatkan maka setiap kelompok punya hak juga untuk tidak menerima penceramah atau pendakwah dari luar komunitas mereka.
Baca juga:
Menurutnya, materi-materi ceramah Abdul Somad di dalam negeri mengundang pro dan kontra. "Dan tiga alasan yang disampaikan pemerintah Singapura itulah yang juga selama ini kita prihatinkan."
Misalnya, terkait dengan alasan menyebarkan ajaran ekstremisme dan segregasi, menurut Ahmad hal itu juga mengancam dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk.
"Lalu yang kedua, beliau juga tidak segan menghina atau merendahkan umat agama lain dan itu tentu tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila, bahkan nilai-nilai Islam itu sendiri."
"Lalu yang juga memprihatinkan buat saya adalah pembenaran terhadap aksi bom bunuh diri meskipun itu konteksnya konflik Israel-Palestina tetapi sejauh yang saya tahu dengan alasan apapun bom bunuh diri tetap tidak bisa dibenarkan," ujarnya.
Kementerian Dalam Negeri Singapura mengungkapkan alasan Abdul Somad dan rombongan perjalanannya ditolak masuk ke negara itu, yakni dia "dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura".
"Misalnya, Somad menyatakan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi 'syahid,'"demikian pernyataan tertulis Kemdagri Singapura.
Menurut pemerintah Singapura, dia juga membuat komentar yang merendahkan anggota komunitas agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal "jin (roh/setan) kafir".
"Selain itu, Somad secara terbuka menyebut non-Muslim sebagai "kafir" (kafir)."
Sementara Somad diklaim Singapura berusaha memasuki negara itu dengan pura-pura untuk kunjungan sosial. "Pemerintah Singapura memandang serius setiap orang yang menganjurkan kekerasan dan/atau mendukung ajaran ekstremis dan segregasi."
Abdul Somad menegaskan bahwa dia bersama istri, anak dan sahabatnya hendak pergi ke Singapura dari Batam dalam rangka berlibur pada 16 Mei lalu, bukan untuk acara pengajian atau tablig akbar.
Namun saat menjalani pemeriksaan imigrasi ketika mereka tiba di Pelabuhan Tanah Merah pada Senin siang (16/05), Abdul Somad tidak bisa masuk Singapura.
Dia mengaku tidak mendapat penjelasan dari petugas Singapura, padahal semua dokumen perjalanannya lengkap.
"Itulah yang mereka tak bisa menjelaskan, pegawai imigrasi tak bisa menjelaskan, jadi yang bisa menjelaskan Ambassador of Singapore in Jakarta," ujarnya saat diwawancara di kanal YouTube Hai Guys Official.
Abdul Somad pun melanjutkan dalam bahasa Inggris. "You have to explain to our community, why did your country, why did your government reject us? Why did your government deport us? Kenapa? Apakah karena teroris? Apakah karena ISIS? Apakah karena bawa narkoba? Itu mesti dijelaskan," ujarnya, sambil menegaskan dirinya dan rombongannya dideportasi oleh Singapura.
https://www.instagram.com/p/CdqSshnprcb/
Setelah ditahan kurang lebih empat jam, termasuk ditahan seorang diri selama sejam di ruangan kecil yang disebutnya "berukuran 1x2 meter", Somad tetap tidak diperbolehkan masuk ke Singapura dan kembali ke Indonesia pada Senin sore.
BBC Indonesia telah menghubungi beberapa pengurus pusat Majelis Ulama Indonesia untuk dimintai tanggapan mengenai kejadian yang dialami Abdul Somad di Singapura, dan sampai berita ini diturunkan belum ada yang merespons.
Namun dalam cuitannya di Twitter pada Rabu (18/05), yang dikutip oleh beberapa media nasional, Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, mengritik perlakukan Singapura atas Abdul Somad itu.
Dia menyebut Singapura "jangan berburuk sangka kepada warga negara tetangganya" dan "perilaku ini harus diprotes".
Saya pernah thn 2007 dari Malaysia naik kereta ke Singapore diintrogasi 2 jam lebih di imigrasi krn nama saya di paspor awalan Muhammad.
— cholil nafis (@cholilnafis) May 18, 2022
.
Singapore jangan berburuk sangka kpd warga negara tetangganya. Prilaku ini Harus diprotes
Kritik serupa juga disampaikan oleh anggota DPR, Fadli Zon, dalam cuitannya pada Selasa (17/05). Dia menyebut pendakwah yang juga dikenal dengan sebutan UAS (Ustaz Abdul Somad) itu adalah "warga negara Indonesia terhormat" sehingga kejadian tersebut adalah penghinaan.
UAS adalah warga negara Indonesia terhormat, seorang ulama n intelektual. Kejadian ini penghinaan. Sangat tak pantas pihak Singapura memperlakukan UAS spt itu termasuk “deportasi” tanpa penjelasan. Dubes RI di Singapura harus menjelaskan peristiwa ini n tidak lepas tangan.
— FADLI ZON (Youtube: Fadli Zon Official) (@fadlizon) May 17, 2022
Menurutnya, sangat tidak pantas pihak Singapura memperlakukan Abdul Somad seperti itu termasuk "deportasi" tanpa penjelasan.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.