Kementerian Kesehatan diminta mulai memperbanyak penyebaran informasi mengenai hepatitis akut di tengah bertambahnya tiga kasus baru dan serbuan hoaks bahwa penyakit itu disebabkan oleh vaksin Covid-19.
Epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman, mengatakan vaksin Covid-19 sebagai pemicu hepatitis akut tidak berdasar. Mayoritas anak yang terkena penyakit ini berusia di bawah lima tahun dan belum divaksinasi.
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mendeteksi ada dua kelompok yang "mencetuskan dan mengonsumsi" misinformasi itu, yakni kalangan anti-vaksin dan anti-vaksin dari negara Barat.
Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, menyatakan penyakit ini menjangkit sekitar 230 anak di 20 negara termasuk Indonesia.
Gejala yang diderita anak-anak termasuk mual, muntah, diare dan sakit perut - sebelum hati mereka menunjukkan tanda-tanda peradangan.
Baca juga:
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung di Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan tiga kasus suspek hepatitis akut ini dilaporkan pada Selasa (3/5) oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Ketiganya memiliki gejala serupa yaitu kulit berwarna kuning namun tidak kondisi tidak memburuk sehingga tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Pihak dinas kesehatan telah mengambil sampel darah untuk diperiksa di laboratorium.
Tiga pasien ini menambah daftar kasus dugaan hepatitis akut di Indonesia menjadi enam kasus.
Sebelumnya, sebanyak tiga pasien anak yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, meninggal dunia dengan dugaan hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya. Mereka tutup usia dalam kurun waktu yang berbeda dengan rentang dua minggu terakhir hingga 30 April 2022.
Sebagaimana dilaporkan Kementerian Kesehatan, ketiga pasien ini merupakan rujukan dari rumah sakit yang berada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat.
"Kita belum bisa menyatakan mereka positif hepatitis akut atau tidak, karena masih dalam proses pemeriksaan laboratorium," ujar Siti Nadia Tarmizi kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (04/05).
"Kondisi mereka masih baik, tapi akan dimonitor ada perburukan atau tidak."
Adapun proses investigasi untuk tiga anak yang meninggal di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dengan dugaan hepatitis akut, kata Nadia, belum dilakukan lantaran orangtua masih dalam kondisi berduka.
Nantinya penyelidikan itu akan menelusuri riwayat anak tersebut sebelum tertular, termasuk faktor risikonya.
"Kita ingin lebih mengetahui dimana dia tertular, penyebab penularan, adakah anggota keluarga lain yang juga positif sebelum atau sesudah anak itu terkena hepatitis akut."
Informasi mengenai hepatitis akut dari pemerintah, menurut pemantauan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), belum masif untuk bisa dijadikan panduan awal bagi masyarakat.
Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, mengatakan publik masih bingung bagaimana menyikapi penyakit yang belum diketahui penyebabnya ini.
"Kita lihat panduan dari Kemenkes masih normatif, jaga kebersihan. Tapi masyarakat butuh informasi lebih lanjut dan butuh diberi informasi secara berkelanjutan agar tidak cemas dan ketika misalnya harus siap, mereka tahu apa yang harus dilakukan," imbuh Septiaji Eko Nugroho.
Di tengah keterbatasan informasi, dia khawatir hoaks dan teori konspirasi mengenai hepatitis akut akan masuk dan menyebar lantaran bahasa yang dipakai 'mengena' sehingga orang mudah percaya.
Salah satu misinformasi yang muncul yaitu hepatitis akut disebabkan oleh vaksin Covid-19 yang menggunakan vektor adenovirus seperti AstraZeneca.
Pantauan Mafindo, setidaknya ada dua kelompok yang mencetuskan dan mengonsumsi misinformasi tersebut.
Pertama, kalangan anti-vaksin di Indonesia.
"Mereka menggunakan informasi hepatitis sebagai bukti ini dampak buruk orang yang menerima vaksin Covid-19. Vaksin yang berbasis adenovirus dikaitkan dengan fenomena hepatitis akut."
Kedua, kalangan anti-vaksin dari negara Barat.
"Mereka ini tidak anti-vaksin, tapi anti-vaksin Barat. Tapi mereka percaya vaksin dari China. Nah mereka mengambil isu ini sebagai bukti 'ngapain pakai vaksin berbasis adenovirus. Jangan mau divaksin dari Barat'."
Eko Nugroho, khawatir serangan hoaks maupun misinformasi soal hepatitis akut akan sama seperti virus Covid-19 mula-mula melanda Indonesia pada 2020.
Kala itu Indonesia menjadi negara nomor lima yang paling banyak penyebaran teori konspirasi Covid-19. Setidaknya ada 1.060 hoaks seputar virus Corona dalam rentang Januari 2020 hingga Juli 2021.
"Ini bisa jadi akan berulang kalau kita enggak belajar dari tahun 2020. Saya rasa, ketika situasi masih awal Kemenkes, Kominfo perlu bekerjasama untuk membuat langkah demi memastikan masyarakat tidak sampai kekosongan narasi."
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.