Perajin tahu dan tempe mogok produksi mulai Senin hingga Rabu (23/02) mendatang, karena sulit mendapat keuntungan di tengah tingginya harga kedelai dunia. Mereka menuntut intervensi pemerintah menstabilkan harga.
Hal serupa diserukan petani kedelai, yang lebih dari dua dekade terguncang harga kedelai global.
Seorang guru besar pertanian dari IPB menilai persoalan ini bisa diatasi selama ada kemauan dari pemerintah.
Namun, pemerintah Indonesia mengambil langkah pendekatan pada importir untuk mengamankan persediaan kedelai.
Ahmad Saihu, perajin tempe di Tangerang, Banten mengaku belakangan ini bingung membanderol harga tempe.
Sebab, harga kedelai sudah melambung hingga menyentuh Rp12.000 dari semula Rp9.500 per kilogram dalam beberapa bulan terakhir.
"Bukan kaget lagi. Kacau," kata Ahmad kepada BBC News Indonesia, Senin (21/02).
Ahmad kemudian mengambil bagian dari aksi mogok produksi tahu dan tempe mulai 21 hingga 23 Februari mendatang bersama perajin tempe dan tahu se-Jawa.
Aksi mogok produksi ini sudah direncanakan jauh-jauh hari saat harga kedelai merangkak ke angka Rp10.000 per kilogram.
Tapi saat itu, para perajin tahu dan tempe masih bisa bertahan mesti mendapat keuntungan kecil.
"Kalau sudah sampai Rp11.000, sudah angkat tangan. Kita nyerah! Sekarang ini momen sudah nyerah. Ya, mau nggak mau bikin action gitu," lanjut Ahmad.
Sementara, mogok produksi juga terjadi di perajin tahu tempe Karisma Pangan di Jakarta Barat.
Pemiliknya, Abu Ajis Kurniawan mengatakan, untuk menyiasati harga pasaran pihaknya sudah "mengecilkan ukuran produk tahu tempe, menaikan harga jual tahu tempe".
Namun upaya itu mendapat penolakan dari pasar yang berimplikasi terhadap "turunnya jumlah produksi sekitar 30% sampai 40%".
"Tahun ini tidak tahu harus bagaimana lagi, mengecilkan atau menaikan harga jual kembali sudah tidak mungkin, karena tahu dan tempe tidak seperti daging atau lainnya jika ada kenaikan bahan baku harga jual produk bisa naik," kata Abu Ajis.
Berdasarkan catatan Pusat Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Puskopti), produksi tahu dan tempe di Indonesia tiap bulan mencapai 250.000 ton.
Sebanyak 70% pasar terbesar ada di pulau Jawa. Untuk kebutuhan di Jakarta, (dibutuhkan) sebanyak 20.000 ton per bulan.
Ketua Puskopti DKI Jakarta, Sutaryo mengatakan, melalui mogok ini ia berharap pemerintah ikut campur dalam menentukan harga dalam negeri melalui subsidi.
"Jangka pendeknya, kalau harga kedelai tinggi, lalu konsumen daya belinya lemah, maka harus disubsidi. Karena ini konsumsi masyarakat lemah," katanya.
Untuk jangka panjang, Sutaryo mendesak agar pemerintah membenahi tata niaga kedelai yang menjadi bahan baku pembuatan tempe dan tahu. "Supaya pemerintah punya buffer stock [pasokan cadangan]," katanya.
Menurut Sutaryo, aksi mogok perajin tempe dan tahu merupakan "masalah klasik". "Masalah yang sama, berulang-ulang dari tahun 2008," katanya.
Jauh sebelum itu, pada 1998 International Monetary Fund (IMF) memberikan resep perbaikan ekonomi kepada pemerintah Indonesia, di antaranya menekan pajak impor.
Dengan demikian, komoditas seperti kedelai bisa didapat dengan murah dari luar negeri.
Harga kedelai ditentukan oleh harga internasional. Berdasarkan BPS, sejauh ini impor terbesar kedelai Indonesia berasal dari Amerika dan Kanada.
Impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saat ini sudah di atas 90%.
Pada 2008 terjadi krisis keuangan dunia, berdampak terhadap harga kedelai dan mempengaruhi produk turunannya yaitu tempe dan tahu.
"2008 gejolak harga [kedelai] dari Rp3.000 ke Rp6.000. Bukan naik. Tapi pindah harga.
"Demo ke Istana ke DPR-RI. Penyelesaiannya, dalam tiga bulan kita dapat subsidi Rp1000," kata Sutaryo yang mengatakan saat itu satu-satunya subsidi yang pernah dilakukan pemerintah untuk menyetabilkan harga tahu dan tempe.
Setelah peristiwa itu, lanjut Sutaryo, mogok atau unjuk rasa dari perajin tempe dan tahu selalu terjadi hampir setiap dua tahun sekali—sampai sekarang.
"Karena swasta murni, ya kita juga nggak bisa menyalahkan swasta. Karena buffer stock-nya itu kan ada di mereka. Pemerintah nggak bisa megang buffer stock-nya. Maka nggak bisa menstabilitaskan harga," katanya.
Setelah mogok produksi tiga hari ini, perajin tempe dan tahu akan menaikkan harga sebesar 20% dari sebelumnya.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.