Guntur Romli Benarkan Pernah Ada Upaya Penggeledahan DPP PDI-P tapi Ditolak karena Tidak Ada Surat
Hukum | 10 Januari 2025, 05:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Guntur Romli membenarkan bahwa pernah ada upaya penggeledahan di Kantor DPP PDI-P namun pihaknya menolak karena penyidik tidak membawa surat tugas penggeledahan.
Guntur Romli menyampaikan hal itu dalam dialog Kompas Petang di KompasTV, Kamis (9/1/2025), menanggapi pernyataan mantan penyidik KPK Ronald Paul Sinyal yang menyebut rencana penggeledahan kantor DPP PDI-P tidak mendapatkan izin dari pimpinan KPK kala itu.
“Kalau kita menyimak apa yang disampaikan oleh bang Ronald, bahwa dia tidak mendengar langsung ada penghalang-halangan dari komisioner KPK waktu itu. Bukan bang Ronald sendiri yang mendengarkan. Kan ini kan kita bicara soal asumsi,” kata Guntur.
“Kalau kembali pada peristiwa waktu itu memang mau ada penggeledahan pada kantor DPP PDI Perjuangan, memang benar kami menolak, satgas menolak, karena penyidik waktu itu yang datang tidak membawa surat penggeledahan,” imbuhnya.
Baca Juga: Kala Ahok Diperiksa KPK Jadi Saksi di Kasus Korupsi LNG Pertamina
Menurut Guntur, kala itu pihaknya menanyakan pada penyidik mengenai dasar mereka akan menggeledah kantor DPP PDI-P.
Namun, kata dia, penyidik mengaku mereka tidak mengantongi surat penggeledahan.
“Kami tanya apa dasar mau menggeledah, tidak ada surat, itu kan pelanggaran pada KUHAP, pada SOP, makanya kami tidak pernah mau menerima alasan penggeledahan itu.”
Guntur menambahkan, pihaknya tidak merasa bahwa batalnya penggeledahan kantor DPP PDIP tersebut karena bantuan pimpinan KPK waktu itu, Firli Bahuri.
“Kami juga tidak merasa bawha ketika tidak terjadi penggeledahan pada kantor DPP, kami merasa dibantu oleh Firli Bahuri, kami tidak merasa itu. Kenapa? Ya karena mereak ditolak karena nggak bawa surat penggeledahan, itu saja,” tutur dia.
“Kemudian, kami juga membaca bahwa kasus ini memang mau dipakai untuk menjerat partai, untuk menyasar partai.”
Sebab, lanjut Guntur, kasus suap tersebut merupakan kasus pribadi Harun Masiku dengan Wahyu Setiawan. Mengenai Harun Masiku adalah caleg PDI-P dan mendapatkan PAW, kata Guntur, hal itu tidak berkaitan dengan kasus suap.
“Kalau orang menyuap orang lain kan partainya tidak terlibat, tapi orang yang melakukan tindak pidana itu yang harus bertanggung jawab.”
“Makanya kami memandang pada waktu itu, ya kami menolak upaya penggeledahan karena memang tidak ada surat penggeledahan dan itu ada upaya untuk mengacak-acak partai, masuk sembarangan ke kantor partai dengan alasan yang tidak jelas,” bebernya.
Guntur juga menyinggung isu yang menyebut bahwa waktu itu PDIP bisa mengintervensi KPK, Menurutnya, jika memang PDIP bisa mengintervensi KPK, seharusnya kasus Harun Masiku tidak pernah ada sejak awal.
“Selama ini kan yang kami dengar hanya asumsi, spekulasi, imajinasi liar. Dalam satu sisi PDI Perjuangan dituduh bisa mengintervensi KPK, tapi pada sisi yang lain kami juga korban dari asumsi itu dan beberapa kader kami, termasuk kasus Harun Masiku ditangkap oleh KPK.”
Mantan penyidik KPK Ronald Paul Sinyal yang juga hadir dalam dialog tersebut, mengklarifikasi pernyataan Guntur. Menurutnya, penolakan penggeledahan kantor DPP PDI-P waktu itu terjadi saat kasus tersebut masih tahap penyelidik.
“Pada waktu itu masih tahap penyelidikan. Tim penyelidik kami ingin melakuakn penggeledahan di sana, atau melakukan pengecekan langsung tapi langsung ditolak,” kata Ronald.
Baca Juga: PDIP Hasto Konfirmasi akan Penuhi Panggilan KPK Senin 13 Januari 2025
Saat perkara itu masuk tahap penyidikan, lanjut Ronald, penyidik pun mengajukan rencana penggeledahan pada atasannya.
“Kami mengajukan pada atasan kami langsung, bahwa kantor DPP secara resmi kami akan melakukan penyelidikan. Saya sudah ajukan ke atasan saya bahwa ini ada list yang kami geledah, salah satunya kantor DPP (PDIP). Cuma kantor PDI-P itu dicoret, jadi tidak disetujui.”
“Kalau yang Mas Guntur Romli sampaikan memang itu di tahap penyelidikan,” ulangnya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV