> >

Kisah Buronan KPK Muhammad Nazaruddin: Kabur, Tertangkap dan Menyeret Petinggi Partai

Peristiwa | 15 Juni 2024, 05:00 WIB
Eks politikus Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan hanya Harun Masiku. Pernah pula ada nama Nazaruddin, yang pernah duduk sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat.

Muhammad Nazaruddin, nama lengkapnya, membetot perhatian publik saat tersangkut kasus korupsi, jadi buronan, tertangkap dan kemudian banyak mengungkap berbagai kasus korupsi di pengadilan.

Bermula dari Wisma Atlet

Pada 30 Juni 2011, KPK menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang.

Kasus ini melibatkan tiga tersangka lainnya, yakni Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, dan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohamad El Idris. 

Sebagai tersangka, Nazaruddin pun dipanggil KPK. Namun tiga kali dipanggil, Nazaruddin mangkir. Alih-alih memenuhi panggilan, dia malah kabur ke luar negeri.

KPK pun memasukkannya dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) bekerja sama dengan Interpol, organisasi kepolisian internasional. 

Dilansir Kompas.com, juru bicara KPK kala itu, Johan Budi, di Gedung KPK, 5 Juli 2011, mengungkapkan polisi internasional di negara anggota International Criminal Police Organization (ICPO) dapat menangkap Nazaruddin.

Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Porli Komjen Ito Sumardi mengungkapkan, permintaan penerbitan red notice atas nama Nazaruddin diterima Polri dari KPK sejak Senin, 4 Juli 2011 dan langsung diteruskan ke ICPO.

Kemudian, ICPO menyebarluaskannya ke 188 negara anggota ICPO. 

Baca Juga: KPK Sebut Penyitaan Ponsel Hasto Sudah Sesuai UU Tipikor


Ditangkap di Kolombia

Tidak sampai setahun, pada 6 Agustus 2011, Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni, akhirnya ditangkap Interpol di wilayah Cartagena, Kolombia.

Selama pelariannya, Nazaruddin diketahui sempat berada di beberapa negara antara lain Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. 

Nazaruddin disebut menggunakan identitas palsu untuk dapat berpindah-pindah negara sehingga menyulitkan pengejaran.

Selama pelariannya itu pula Nazaruddin sempat mengadakan komunikasi jarak jauh dengan pewarta warga, Iwan Piliang.

Melalui Skype, Nazaruddin menuding sejumlah pihak termasuk Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Wakil Pemimpin KPK Chandra M Hamzah (sekarang mantan), merekayasa kasusnya. 

Menyeret Petinggi Partai Demokrat

Nazaruddin menjalani sidang perdana pada 16 November 2011. Ia didakwa melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap dalam bentuk cek senilai Rp4,6 miliar dari Manager Marketing PT Duta Graha Indah (DGI) Muhammad El Idris.

Bersama istrinya, Neneng Sri Wahyuni, Nazaruddin memperkenalkan Rosa selaku Direktur Marketing PT Anak Negeri kepada Anggota DPR asal Fraksi Partai Demokrat Angelina Sondakh.

Angelina kemudian menyusul ke persidangan, dan dinyatakan bersalah pada 10 Januari 2013 dalam kasus korupsi Wisma Atlet. 

Nazaruddin yang juga anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat periode 2009-2014, meminta Angelina untuk memfasilitasi Rosa agar mendapat proyek-proyek di DPR.

Selain itu, Nazaruddin juga sempat mengenalkan Rosa dengan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu Wafid Muharam. Ia meminta Wafid memfasilitasi Rosa agar mendapat proyek Wisma Atlet. 

Baca Juga: Staf Hasto Ngaku Trauma Dibentak Penyidik, KPK Bantah: Ada CCTV, Bisa Dilihat

Namun yang bikin heboh, Nazaruddin menyebut Ketua Umum Partai Demokrat saat itu Anas Urbaningrum memutuskan PT Adhi Karya memenangi proyek sarana olahraga di Hambalang, Bogor.

"Bapak Anas Urbaningrum yang memutuskan bahwa yang menang di proyek Hambalang adalah PT Adhi Karya, bukan PT DGI. Yang menyampaikan saat itu adalah Bapak Mahfud Suroso (Direktur Dutasari Citralaras,) yang merupakan teman dekat dari Anas Urbaningrum," ujar Nazaruddin saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, Desember 2011. 

Nazaruddin menjelaskan, alasan PT Adhi Karya dimenangkan untuk menangani proyek bernilai Rp1 triliun itu karena PT DGI tidak dapat membantu Anas untuk membiayai kongres Partai Demokrat.

Kongres itu disebut membutuhkan dana sekitar Rp100 miliar agar Anas dapat memenangkan dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Belakangan, Anas dinyatakan bersalah dalam kasus proyek Hambalang tersebut. Ia juga mengalami nasib yang sama dengan Angelina, yaitu masuk penjara.

Vonis Nazaruddin 

Atas perbuatannya, Nazaruddin divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Tipikor pada 20 April 2012, dengan hukuman 4 tahun dan 10 bulan penjara serta denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. 

Nazaruddin dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap berupa cek senilai Rp4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah.

Menurut majelis hakim, Nazaruddin mengatur pemenangan PT Duta Graha Indah sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet. 

Mahkamah Agung (MA) kemudian memperberat hukuman Nazaruddin dari 4 tahun 10 bulan menjadi 7 tahun penjara.

MA juga menambah hukuman denda untuk Nazaruddin dari Rp200 juta menjadi Rp300 juta. 

 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU