> >

Soal RUU Penyiaran, Mahfud MD: Media Jadi Hebat Kalau Punya Wartawan yang Bisa Investigasi

Hukum | 15 Mei 2024, 12:07 WIB
Foto arsip. Mahfud MD saat Orasi Kebangsaan Hari Anti Korupsi Sedunia di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (9/12/2023). Manfud MD yang juga mantan Menko Polhukam ini angkat bicara soal draf RUU Penyiaran yang tuai polemik lantaran adanya larangan melakukan jurnalisme investigasi. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD buka suara tentang draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Dalam keterangan tertulisnya, Mahfud mempertanyakan larangan untuk media menanyangkan liputan investigasi. Menurutnya, salah satu tugas media adalah menginvestigasi sesuatu yang tidak diketahui orang lain.

"Kalau itu sangat keblinger, masa media tidak boleh investigasi? Tugas media itu ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang,” tuturnya, Rabu (15/5/2024).

“Dia akan menjadi hebat media itu kalau punya wartawan yang bisa melakukan investigasi mendalam dengan berani," lanjutnya, dikutip Kompas.com.

Baca Juga: Dewan Pers Tolak Draf RUU Penyiaran dan Sebut Upaya Pembungkaman Sudah 5 Kali Dilakukan

Mahfud berpendapat, larangan terhadap jurnalis melakukan investigasi sama halnya melarang orang melakuan riset. Keduanya, kata dia, sama, walaupun berbeda keperluan.

"Masa media tidak boleh investigasi? Sama saja itu dengan melarang orang riset, ya kan cuma ini keperluan media, yang satu keperluan ilmu pengetahuan, teknologi,” kata Mahfud.

“Oleh sebab itu, harus kita protes, harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi," tambahnya.

Pria yang juga salah satu cawapres Pemilu 2024 ini berpendapat bahwa  saat ini konsep hukum politik Indonesia semakin tidak jelas dan tidak utuh.

Menurut Mahfud, seharusnya ada semacam sinkronisasi dari UU Penyiaran jika ingin politik hukum membaik. Artinya, UU Penyiaran harus saling mendukung dengan UU Pers, UU Pidana, bukan dipetik berdasar kepentingan saja.

"Kembali, bagaimana political will kita, atau lebih tinggi lagi moral dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara, dan berbangsa," kata Mahfud.

Sebelumnya diberitakan Kompas.tv, Dewan Pers dan seluruh komunitas pers menolak isi draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran. RUU terebut dinilai bertentangan dengan Pasal 4 ayat 2 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Baca Juga: Anggota Komisi I DPR: Yang Dilarang dalam RUU Penyiaran Itu Siaran Gosip Eksklusif

Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu, dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Selasa (14/5/2024).

“Kami menolak RUU Penyiaran. Kami menghormati rencana revisi UU Penyiaran tetapi mempertanyakan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 justru tidak dimasukkan dalam konsideran RUU Penyiaran,” kata dia, dikutip dari laman resmi Dewan Pers.

RUU Penyairan tersebut  merupakan inisiatif DPR yang direncanakan untuk menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Ninik berpendapat jika nantinya  RUU itu diberlakukan, tidak akan ada lagi independensi pers, dan pers  menjadi tidak profesional.

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : kompas.com


TERBARU