Alasan PKS Tolak RUU DKJ, Ingin Jakarta Tetap Ibu Kota hingga Semangat Desentralisasi
Politik | 7 Desember 2023, 05:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang menjadi usulan DPR.
Penolakan itu menjadikan Fraksi PKS satu-satunya dari sembilan fraksi di DPR menolak RUU DKJ yang diinisiasi oleh DPR.
Sorotan PKS yakni adanya ketentuan gubernur dan wakil gubernur di Daerah Khusus Jakarta ditunjuk dan diberhentikan presiden dengan memerhatikan pertimbangan DPRD.
Ketentuan tersebut terdapat di Pasal 10 ayat (2) draf RUU DKJ. Pasal 10 ayat (2) draf RUU DKJ berbunyi, "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD".
Presiden PKS Ahmad Syaikhu menilai RUU ini bukan hanya tentang Jakarta, melainkan tentang masa depan Indonesia yang akan mengalami kemunduran.
Baca Juga: Respons Ganjar Pranowo dan Mahfud MD soal RUU Daerah Khusus Jakarta
Sebab jika disahkan RUU DKJ akan menghilangkan hak warga Jakarta untuk memilih sendiri kepala daerah.
Tentu, sambung Syaikhu, hal tersebut tidak sejalan dengan semangat reformasi dan bakal menjadi kemunduran bagi demokrasi di Indonesia.
Di sisi lain, penolakan ini juga menegaskan keputusan PKS agar DKI Jakarta tetap menjadi Ibu Kota Negara tanpa mengesampingkan pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia.
"Salah satu yang melatarbelakangi munculnya gagasan PKS tentang Jakarta Tetap Ibu Kota Negara selain terkait dengan pentingnya pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia, adalah adanya RUU DKJ ini," ujar Syaikhu, Rabu (6/12/2023).
Senada dengan Ahmad Syaikhu, Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Muhammad Taufik Zoelkifli menilai RUU DKJ akan mengembalikan Indonesia ke zaman orde baru.
Baca Juga: Tolak Pasal RUU DKJ soal Gubernur Jakarta Dipilih Presiden, Muhaimin: Itu Berbahaya
Sebab semangat desentralisasi yang dibuat pasca-orde baru sudah tidak ada lagi. Desentralisasi menjadi pilihan untuk mendorong partisipasi masyarakat dengan pemerintah karena secara otonom mengatur dan mengurus urusan daerahnya sendiri.
"Nah itu kan kalau Jakarta kembali penunjukan, itu kembali ke orde baru. Jadi sudah tidak ada semangat desentralisasi," ucap Taufik.
Amanat Undang-Undang
Munculnya RUU DKJ ini tertuang dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (IKN). DKI Jakarta akan berubah nama menjadi DKJ setelah statusnya sebagai ibu kota negara resmi dipindah ke IKN.
Pasal 41 UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara mengamanatkan perubahan hukum terkait Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan RI.
Baca Juga: Draf RUU DKJ Belum Diterima, Istana Belum Bisa Respons Gubernur DKJ Ditunjuk Presiden
Bila merujuk pada UU tersebut, status Jakarta akan mengalami perubahan dari yang sebelumnya merupakan Daerah Khusus Ibu Kota menjadi Daerah Khusus Jakarta.
RUU DKJ mengusung konsep Daerah Khusus Jakarta menjadi kota global dan pusat ekonomi terbesar di Indonesia. Banyak aspek keuangan negara yang perlu diatur dalam RUU DKJ.
Tanpa regulasi yang memadai, Jakarta akan disamakan dengan daerah lain di Indonesia atau menerapkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun RUU DKJ menjadi kontroversi lantaran adanya ketentuan di Pasal 10 ayat (2) draf RRU DKJ menyebutkan bahwa gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
Ketua Panitia Kerja (Panja) DPR RUU DKJ, Achmad Baidowi membenarkan kemungkinan pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta akan dihilangkan setelah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara.
Baca Juga: Timnas Amin Suarakan Kritikan Anies soal IKN: Pemerataan Bukan Hanya soal Pindahkan Ibu Kota
Meski menghilangkan pilkada langsung, pria yang karib disapa Awiek itu menegaskan bahwa proses demokrasi tetap berlangsung melalui usulan DPRD.
"Untuk menjembatani keinginan politik antara yang menginginkan kekhususan ditunjuk secara langsung dan kedua supaya kita tidak melenceng dari konstitusi, cari jalan tengah bahwa gubernur Jakarta itu diangkat, diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD," ujar Baidowi di DPR, Selasa (5/12).
"Sehingga usulan atau pendapat dari DPRD itu DPRD akan bersidang siapa nama-nama yang akan diusulkan. Itu proses demokrasinya di situ," sambung Baidowi. Dikutip dari Kompas.com.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV