> >

Kasus Korupsi di DJKA, KPK Langsung Tahan Direktur PT Bhakti Karya Utama Usai Ditetapkan Tersangka

Hukum | 7 November 2023, 05:27 WIB
Penyidik KPK menghadirkan satu tersangka dalam kasus dugaan suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (6/11/2023). (Sumber: ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menahan Direktur PT Bhakti Karya Utama, Asta Danika (AD), setelah menetapkannya sebagai tersangka.

Diketahui, Asta Danika terjerat kasus dugaan suap terhadap pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan atau Kemenhub.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka AD untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 6 November 2023 sampai dengan 25 November 2023 di Rutan KPK," kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (6/11/2023).

Baca Juga: Firli Bahuri Dilaporkan ke Dewas KPK karena Tak Patuh LHKPN soal Sewa Rumah Rp650 Juta Per Tahun

Selain Asta Danika, KPK semestinya juga menahan Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera, Zulfikar Fahmi (ZF), yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama.

Namun, Zulfikar tidak memenuhi panggilan penyidik lembaga antirasuah.

Karena itu, KPK mengingatkan kepada Zulfikar untuk kooperatif hadir pada jadwal pemanggilan selanjutnya.

Johanis menjelaskan, tersangka Asta Danika dan Zulfikar Fahmi merupakan rekanan dari pihak swasta.

Mereka sebelumnya pernah mengerjakan proyek pengadaan barang dan jasa di Kementerian Perhubungan.

Kemudian, keduanya kembali ingin dinyatakan sebagai salah satu pemenang lelang proyek yang kembali diadakan Kementerian Perhubungan, khususnya di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Bandung.

Agar perusahaannya terpilih, Asta dan Zulfikar melakukan pendekatan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Barat, Syntho Pirjani Hutabarat (SPH), yang juga merupakan salah satu dari 10 tersangka dalam kasus dugaan korupsi di DJKA.

Baca Juga: Temukan Unsur Pidana, KPK Naikkan Kasus Dugaan Gratifiksi Wamenkumham Eddy Hiariej ke Penyidikan

Ketika dilobi Asta dan Zulfikar, saat itu Syntho merupakan Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) dari paket besar kegiatan surat berharga syariah negara (SBSN) di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Bandung.

Diketahui, balai tersebut merupakan Satuan Kerja Lampegan-Cianjur.

Adapun proyek yang dikerjakan yaitu peningkatan jalur kereta api Lampengan Cianjur selama periode 2023 sampai 2024.

Paket pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Syntho tersebut di antaranya peningkatan jalur KA R33 menjadi R54 KM 76+400 sampai 82+000 antara Lampegan-Cianjur tahun 2023-2024 dengan nilai paket pekerjaan Rp41,1 miliar.

Syntho kemudian mengondisikan dan memploting calon pemenang lelang atas sepengetahuan dan arahan dari Direktur Prasarana DJKA Harno Trimadi (HNO).

Selanjutnya, terjadi kesepakatan antara Asta dan Zulfikar dengan Syntho agar dapat dimenangkan dengan adanya pemberian sejumlah uang.

Baca Juga: KPK Yakin Gugatan Praperadilan Syahrul Yasin Limpo akan Ditolak Hakim

Penyerahan uang kepada Syntho tersebut dilakukan melalui beberapa kali transfer antarrekening bank.

Besaran uang yang diserahkan Asta dan Zulfikar nilainya sekitar Rp935 juta.

Meskipun demikian, tim penyidik KPK masih akan melakukan pendalaman terhadap jumlah tersebut.

Atas perbuatan AD dan ZF selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU