Semantara itu, Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Chatarina Muliana Girsang mengatakan hal senada.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kemendibudrisrtek, kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi berbeda dengan kasus yang tejadi di PAUD, SD, SMP atau SMA.
"Jadi bentuknya hampir semua tidak sampai perkosaan atau persetubuhan. Tapi kita lihat kasus yang mencuat di sekolah dasar dan menengah itu sampai persetubuhan jadi pembuktiannya jauh lebih mudah karena bisa dengan visum," kata Chatarina.
Perkara itulah, lanjut Chatarina, yang akan diatur dalam (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Baca Juga: Kasus Dugaan Pencabulan Mahasiswi di UNRI : Syafri Harto Divonis Bebas, LBH Ungkap Kekecewaan
"Satgas nantinya bertugas dalam dua hal, pencegahan dan penanganan. Dari sisi pencegahan, bagaimana kita membangun budaya untuk kesetaraan gender, menghormati hak orang lain, menghargai hak-hak perempuan," ujar dia.
"Dalam penangananan, kami akan melakukan pengembangan kapasitas dan pengetahuan untuk berpihak kepada korban," lanjutnya.
Selain itu, Catharina berharap pihak perguruan tinggi lebih memperhatikan lingkungan kampusnya.
"Jangan sampai ruang dosen dibuat tertutup sampai tidak ada jendela, yang kedua kalau memungkinkan bimbingan jangan di ruang dosen tapi tetap dilingkungan kampus dan harus di jam kantor," ucap Catharina.
Penulis : Dian Nita
Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV