> >

Jaksa Agung Ingin Koruptor Dihukum Mati, ICW Singgung Pinangki: Tuntutan Hukumannya Sangat Rendah

Hukum | 29 Oktober 2021, 21:10 WIB
Kolase Jaksa Pinangki dengan Djoko Tjandra. (Sumber: Kolase Tribunkaltim/istimewa dan Kompas.com)

"Bayangkan, kerugian keuangan negara selama tahun 2020 mencapai Rp56 triliun, akan tetapi uang penggantinya hanya Rp19 triliun," beber Kurnia.

Sebab itu, Kurnia menilai wacana hukuman mati dari Jaksa Agung ST Burhanuddin tersebut hanya merupakan jargon politik.

Baca Juga: Setelah MA Kabulkan Permohonan Uji Materi Terpidana Kasus Korupsi, Koruptor Kembali Dapat Remisi

"Hukuman mati bagi pelaku korupsi sering kali dijadikan jargon politik bagi sejumlah pihak, entah itu Presiden atau pun pimpinan lembaga penegak hukum (misalnya, Ketua KPK atau Jaksa Agung) untuk memperlihatkan kepada masyarakat keberpihakannya terhadap pemberantasan korupsi," papar Kurnia.

Menurutnya, apa yang direncanakan dan selalu dikaji untuk menjatuhkan tuntutan hukuman mati kepada koruptor itu tidak sesuai dengan realita.

"Padahal, kalau kita berkaca pada kualitas penegakan hukum yang mereka lakukan, hasilnya masih buruk. Jadi, apa yang diutarakan tidak sinkron dengan realita yang terjadi," katanya.

Oleh sebab itu ICW beranggapan, para penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung harusnya terlebih dahulu memperbaiki kualitasnya.

"Maka dari itu, lebih baik perbaiki saja kualitas penegakan hukum, ketimbang menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak menyelesaikan permasalahan," tukas Kurnia.

Selain itu, Kurnia menyinggung keefektifan pemberian tuntutan hukuman mati tersebut.

"Apakah hukuman mati adalah jenis pemidanaan yang paling efektif untuk memberikan efek jera kepada koruptor sekaligus menekan angka korupsi di Indonesia?" ujarnya.

Menurut Kurnia, efek jera bagi koruptor dapat dicapai dengan penerapan hukuman kombinasi, yaitu hukuman badan dan pemiskinan.

"Bagi ICW, pemberian efek jera akan terjadi jika diikuti dengan kombinasi hukuman badan dan pemiskinan koruptor, mulai dari pemidanaan penjara, pengenaan denda, penjatuhan hukuman uang pengganti, dan pencabutan hak politik. Bukan dengan menghukum mati para koruptor," tegasnya.

Baca Juga: Habiburokhman: Nggak Perlu Ribut KPK, Kami DPR juga Sering Rapat di Hotel Bintang 5

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU