DPR Putuskan, Tidak Ada Penundaan Pilkada 2020!
Pilkada serentak | 22 September 2020, 06:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Setelah mencuat wacana penundaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020, rapat kerja Komisi II DPR RI memutuskan untuk tetap melanjutkan tahapannya.
Keputusan itu disepakati dalam rapat kerja antara Komisi II DPR, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Komisi Pemilihan (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP), Senin (21/9/2020).
Rapat kerja itu sendiri mengagendakan potens-potensi masalah yang mungkin terjadai dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Khususnya pelanggaran protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
"Komisi II DPR bersama Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu dan Ketua DKPP menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia membacakan simpulan rapat, Senin (21/9/2020), dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Puan Maharani: Pelaksanaan Pilkada Sudah Pernah Alami Penundaan
Namun, Komisi II meminta agar penerapan protokol Covid-19 dilaksanakan secara konsisten dan pelanggarnya harus mendapatkan sanksi tegas.
Komisi II juga meminta KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19.
"Dalam rangka mengantisipasi penyebaran Covid-19 dan terjadinya pelanggaran protokol kesehatan Covid-19, Komisi II DPR meminta KPU untuk segera merevisi PKPU Nomor 10/2020 tentang Perubahan atas PKPU Nomor 6/2020," ujar dia.
Revisi PKPU ini diharapkan mengatur secara spesifik soal larangan pertemuan yang melibatkan massa dan mendorong kampanye secara daring. Selain itu, juga mewajibkan penggunaan masker, hand sanitizer, sabun dan alat pelindung diri (APD) lain sebagai media kampanye.
Kemudian, penegakan disiplin dan sanksi hukum tegas bagi pelanggar protokol Covid-19 sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan KUHP.
Komisi II meminta Kelompok Kerja yang dibentuk Bawaslu, KPU, DKPP, Kemendagri, TNI, Polri, Kejaksaan dan Satgas Covid-19, untuk memantau ketat tahapan pilkada yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa.
Misalnya, pada hari penetapan pasangan calon, pengundian nomor urut, kampanye, dan pemungutan dan penghitungan suara.
Selain itu, Komisi II meminta pemerintah dan penyelenggara pemilu terus berkoordinasi dengan Satgas Penanganan Covid-19 untuk mendapatkan data terbaru mengenai zona-zona penularan Covid-19.
Baca Juga: PDI Perjuangan: Penundaan Pilkada Berisiko Politik
Penundaan Pilkada 2020 di Tangan KPU dan DPR
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menanggapi munculnya desakan penundaan Pilkada 2020 karena pandemi Covid-19 yang terus meningkat dan darurat.
Tito mengatakan, penundaan Pilkada 2020 tergantung pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi II DPR yang akan menolak atau menerima desakan ditunda itu.
"Saya hanya fasilitasi, yang utamanya adalah KPU yang harus disetujui Komisi II DPR. Kuncinya di KPU, kami mendorong, membantu, termasuk rapat sudah kita lakukan," kata Tito, saat menjadi narasumber dalam webinar nasional Seri 2 KSDI bertajuk,"Strategi Menurunkan Covid-19, Menaikan Ekonomi" di Jakarta, Minggu (20/9/2020).
Sebelumnya, Tito Karnavian mengungkapkan bahwa terdapat dua opsi menanggapi munculnya desakan penundaan Pilkada 2020 karena pandemi Covid-19 yang terus meningkat.
Pernyataan Tito ini menegaskan bahwa dua opsi yang dimaksudkan itu adalah penerbitan Perppu dan atau revisi PKPU tentang Pilkada.
Menurut Tito, saat ini pemerintah sedang memikirkan dua opsi di tengah desakan penundaan Pilkada.
Dua opsi itu antara membuat Perppu yang isinya mengatur penanganan hingga penindakan hukum pelanggar protokol kesehatan di Pilkada atau merevisi PKPU tentang Pilkada.
"Opsi Perppu ada 2 macam, Perppu yang pertama, opsi satunya adalah Perppu yang mengatur keseluruhan mengenai masalah Covid mulai pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum," ujar Tito.
Baca Juga: Jusuf Kalla Sarankan Pilkada Serentak 2020 Ditunda
"Karena belum ada undang-undang spesifik khusus mengenai Covid tadi. Atau yang kedua, Perppu yang hanya spesifik masalah protokol Covid untuk Pilkada dan juga Pilkades serentak. Karena Pilkades ini sudah saya tunda, semua ada 3.000," imbuh Tito.
Pilkades ini, lanjut Tito, rawan jika digelar di tengah pandemi Corona. Pilkades tidak bisa dipantau oleh pemerintah karena diselenggarakan masing-masing bupati di daerah.
"Karena kalau Pilkada mungkin bisa kita lebih dikontrol, tapi kalau Pilkades, penyelenggaranya kan setiap kabupaten masing-masing. Iya kalau punya manajemen yang baik, kalau tidak baik, rawan sekali, lebih baik ditunda," kata Tito, menegaskan.
Terkait opsi pemerintah itu, kata Tito, opsi kedua pemerintah adalah bukan menunda Pilkada, melainkan merevisi PKPU tentang Pilkada saat ini.
"Kemudian, opsi keduanya kalau enggak Perppu ya PKPU. Aturan KPU ini harus segera direvisi dan harus segera merevisi beberapa ini. Nah ini perlu ada dukungan dari semua supaya regulasi ini, karena regulasi ini bukan hanya Mendagri," kata Tito.
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV