> >

Pakar PBB Sebut Penghancuran Desa di Lebanon oleh Israel sebagai Domicide

Kompas dunia | 5 November 2024, 15:07 WIB
Asap mengepul dari sebuah bangunan yang terkena serangan udara Israel di Tirus, Lebanon, Rabu (23/10/2024). (Sumber: Mohammad Zaatari/Associated Press)

JAKARTA, KOMPAS – Seorang pakar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Profesor Balakrishnan Rajagopal, Pelapor Khusus PBB untuk hak perumahan, menuding Israel melakukan penghancuran masif terhadap infrastruktur sipil di Lebanon Selatan dan Gaza, yang disebutnya sebagai “domicide.” 

Domicide sendiri merujuk pada penghancuran rumah secara sistematis yang bertujuan untuk memaksa penduduk sipil meninggalkan wilayah mereka dan membuatnya tak dapat dihuni.

“Penghancuran seperti ini bukanlah insidental atau tidak disengaja. Ini dilakukan dengan sengaja dan masif untuk memastikan orang-orang tidak bisa kembali ke rumah mereka,” ungkap Prof Rajagopal dikutip dari The National, Selasa (5/11/2024).

Sejak Oktober 2022, Rajagopal aktif mengampanyekan pengakuan internasional atas domicide sebagai kejahatan mandiri. 

Ia mulai menyoroti isu ini setelah melaporkan penghancuran besar-besaran rumah di Ukraina oleh Rusia ke Majelis Umum PBB. Menurutnya, tindakan Israel di Lebanon dan Gaza sangat mirip dengan apa yang terjadi di Ukraina.

Penghancuran di Gaza dan Lebanon

Data PBB menunjukkan, sekitar 60 persen bangunan di Gaza, atau setidaknya 151.265 struktur, serta 57 persen lahan pertaniannya rusak atau hancur akibat operasi militer Israel yang terus berlangsung. 

Selain itu, lebih dari 92 persen jalan utama dan 84 persen fasilitas kesehatan di Gaza juga ikut terdampak. Hampir 70 persen infrastruktur air dan sanitasi di wilayah tersebut juga dilaporkan rusak.

Di Lebanon, kerusakan terjadi hampir di seperempat wilayah Selatan, dengan lebih dari 6.000 bangunan, termasuk masjid dan rumah sakit, mengalami kerusakan. 

Unit manajemen risiko bencana Lebanon menyebutkan, sedikitnya 14 kota di wilayah tersebut telah menjadi target lebih dari 3.809 serangan Israel dalam setahun terakhir.

Rajagopal mengkhawatirkan tindakan ini bertujuan untuk menciptakan “zona penyangga” yang tidak berpenghuni, sebuah strategi yang sebelumnya juga diterapkan Israel di bagian utara Gaza. 

Baca Juga: AL Israel Klaim Tangkap Anggota Senior Hizbullah di Lebanon, Beirut: Langgar Resolusi DK PBB

“Apa yang kita lihat di Lebanon mencerminkan kehancuran di Gaza. Ini adalah upaya untuk menghancurkan rumah, sekolah, masjid, dan infrastruktur dasar lainnya agar masyarakat tidak bisa kembali,” ujarnya.

Tudingan Aneksasi dan Standar Ganda

Rajagopal menilai tindakan Israel, yang dinyatakan sebagai respons atas serangan lintas batas oleh kelompok Hizbullah, tetap harus mematuhi hukum humaniter internasional yang mengedepankan proporsionalitas dan perlindungan sipil. 

“Israel melakukan perataan desa secara sistematis melalui ledakan terkendali – ini jelas tidak proporsional dan tidak membedakan antara target militer dan sipil,” katanya.

Selain penghancuran desa-desa di Lebanon Selatan, Israel juga telah mengeluarkan perintah pengungsian besar-besaran di Lembah Bekaa, antara Garis Biru dan Sungai Litani. Menurut Prof Rajagopal, hal ini adalah langkah awal menuju aneksasi wilayah di masa depan.

“Apa yang terjadi saat ini adalah upaya penaklukan teritorial. Aneksasi melalui kekerasan atas wilayah yang bukan milik Anda merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional,” ucapnya. Ia mengaku terkejut melihat dunia seolah berdiam diri menghadapi hal ini.

Meskipun istilah domicide masih baru dalam pembahasan hukum internasional, Rajagopal menegaskan bahwa praktik tersebut sudah sangat nyata dalam peperangan modern dan mendesak untuk diakui secara hukum. 

Ia kini mendorong perubahan pada Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional (ICC) agar domicide diakui sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. 

Sebelumnya, Statuta Roma telah mengamandemen kelaparan sebagai kejahatan perang menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan pada 2022.

Perjuangan Prof Rajagopal dimulai ketika ia melayangkan konsep domicide terkait pemboman Rusia di kota-kota Ukraina. Namun, ia menyayangkan adanya standar ganda dari negara-negara Barat terhadap Israel. 

“Ada keheningan selektif terkait Israel. Negara-negara Barat yang mendukung konsep ini saat saya menerapkannya di Ukraina kini bungkam. Sementara negara-negara Timur Tengah dan dari Global South justru sangat mendukung,” ucapnya.

Baca Juga: Militer Israel Isyaratkan Tujuan Perang di Gaza dan Lebanon Tercapai, Pertempuran Akan Usai?

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Desy-Afrianti

Sumber : The National


TERBARU