KOMPAS.TV – Sindrom down (down syndrome) adalah kelainan genetik (bawaan) pada kromosom 21 yang dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan, penampakan karakteristik fisik tertentu, serta kondisi kesehatan lain seseorang.
Down Syndrome disebabkan oleh kelainan genetik yang terjadi ketika seseorang memiliki salinan ekstra dari kromosom 21, kondisi ini dikenal sebagai trisomi 21.
Penyebab utama sindrom down adalah nondisjunction, yakni kromosom pasangan 21 gagal berpisah selama pembentukan sel telur atau sperma sehingga menghasilkan sel dengan tiga salinan kromosom 21.
Penyebab lainnya termasuk translokasi, yaitu bagian dari kromosom 21 melekat pada kromosom lain, dan mosaicism, saat beberapa sel dalam tubuh memiliki tiga salinan kromosom 21 sementara yang lain normal.
Faktor risiko utama yang meningkatkan kemungkinan kelahiran anak dengan sindrom down adalah usia ibu yang lebih tua, terutama setelah 35 tahun, riwayat keluarga, dan kehamilan sebelumnya dengan anak sindrom down.
Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kementerian Kesehatan Nida Rohmawati menjelaskan, meski kehamilan dan persalinan seorang ibu normal, tetapi amat mungkin seorang anak mengalami sindrom down karena adanya kromosom 21 saat proses pembelahan sel ketika perkembangan di dalam kandungan.
Meskipun sindrom down tidak dapat sepenuhnya dicegah, langkah-langkah seperti konseling genetik dan tes prenatal dapat membantu calon orang tua memahami risiko mereka.
Konseling genetik berguna bagi pasangan dengan faktor risiko tinggi atau riwayat keluarga, sementara tes skrining dan diagnostik selama kehamilan, seperti tes darah, ultrasound, amniocentesis, dan sampling vilus korionik (CVS), dapat mendeteksi kemungkinan sindrom down.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang penyebab dan faktor risiko, masyarakat dapat lebih siap mendukung dan memberdayakan individu sindrom down serta keluarga mereka.
Mengacu Data Badan Kesehatan Dunia PBB WHO tahun 2020, setiap tahun terdapat sekitar 3.000 sampai 5.000 anak lahir dengan kondisi sindrom down. Hingga kini, diperkirakan terdapat 8 juta penderita sindrom down di seluruh dunia.
Sejak 2012, PBB memperingati 21 Maret sebagai Hari Sindrom Down Dunia. Anak-anak dengan sindrom down sering kali dianggap sebagai kelompok yang terabaikan dan termarjinalkan.
Namun, kenyataannya, mereka adalah bagian dari anak bangsa yang memiliki potensi besar dan beragam yang perlu diangkat dan bangkitkan.
Penting untuk menyadari bahwa setiap anak, termasuk yang memiliki sindrom down, memiliki hak untuk mendapatkan perhatian, pendidikan, dan dukungan yang memadai dari keluarga, komunitas, serta pemerintah.
Baca Juga: Kisah Arbi, Anak Down Syndrome di Deli Serdang Rawat dan Jaga Ibu yang Sakit
Pemerintah Provinsi Sumatra Utara menunjukkan komitmen meningkatkan pembinaan terhadap mereka melalui Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 28 Tahun 2023.
“Ini mencakup peningkatan perhatian dan dukungan khusus terhadap anak-anak dengan down syndrome, memastikan bahwa mereka tidak termarjinalkan,” kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumatra Utara Asren Nasution.
Sejak 2023, Dinas Sosial Provinsi Sumatra Utara bekerja sama dengan Yayasan Khadijah Sharaswaty Indonesia (KSI) juga menginisiasi Gallery dan Cafe Pelataran Difabel yang menjadi wadah orang-orang berkebutuhan khusus, termasuk sindrom down.
Galeri-kafe ini berlokasi di Jalan Karya Kasih nomor 26 B, Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan.
Tempat ini kesempatan disabilitas guna mengembangkan kepercayaan diri dan keahlian dalam berwirausaha, seperti menjadi barista, kasir, hingga pramusaji kafe. Pelataran Difabel berupaya memberdayakan para penyandang disabilitas agar dapat melaksanakan fungsi sosial mereka secara mandiri di tengah kehidupan masyarakat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.