Kompas TV advertorial

Program Petani Peneliti dan Pertanian Cerdas Iklim Tingkatkan Kemandirian Pertanian

Kompas.tv - 21 September 2023, 16:30 WIB
program-petani-peneliti-dan-pertanian-cerdas-iklim-tingkatkan-kemandirian-pertanian
Agar pertanian maju, hal utama dan pertama yang harus ditingkatkan adalah SDM-nya, salah satunya dengan mentransformasi peran petani sebagai peneliti pertanian. (Sumber: Dok. ANTARA)
Penulis : Adv Team

Data curah hujan setiap harinya dikumpulkan oleh petani dengan cara yang sederhana, berpatokan dengan angka yang telah disepakati sebagai besaran curah hujan. Data tersebut nantinya digabungkan dengan data lain seperti ekosistem, tanaman, dan lahan.

“Kalau angka menunjukkan 1 sampai 2 berarti gerimis. Tapi kalau 3 sampai 7 itu hujannya ringan, dari 7 sampai 12 itu sedang. Nah, 12 sampai ke-20 itu besar, dan 20 ke 25 itu lebat. Kalau di atas 25 sampai 100 kita berpatokan hujannya lebat sekali,” kata Chondra.

Selain Chondra, lebih dari 100 petani yang menjelma menjadi petani peneliti pengukur curah hujan dan tergabung dalam P2TPI yang tersebar di seluruh kabupaten Indramayu.

Di balik kemandirian para petani pengukur curah hujan, ada sosok berjasa yang membuat metode ini menjadi andalan guna memperkuat sistem pertanian Kabupaten Indramayu, yaitu Prof. Dr. Yunita Triwardani Winarto, profesor emeritus antropologi Universitas Indonesia.

Yunita menginisiasi dan terus mendampingi para petani peneliti tersebut hingga saat ini. Menurutnya, metode yang digunakan adalah partisipatoris atau belajar bersama-sama  dengan memposisikan petani sebagai peneliti.

“Jadi, saya ‘kan hanya sebagai pendamping dan menjadikan mereka sebagai pengamat. Setelah mereka pelajari sebelumnya, langsung praktik mengukur curah hujan sesuai metode yang sudah disetujui pakar,” tuturnya.

Yunita ingin agar pengumpulan data curah hujan bisa menjadi budaya yang nantinya bisa sebagai acuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian nasional.

Bagi Yunita yang merupakan seorang antropolog, mengubah tradisi lisan berupa mengingat dan mencatat hasil panen menjadi mencatat data termasuk perubahan budaya yang signifikan. Yunita menambahkan, melalui data tertulis membuatnya jadi bisa disimak kapan saja.

Transformasi kelompok petani menjadi peneliti ini dengan harapan mampu mengurangi risiko gagal panen akibat cuaca ekstrem yang tidak terduga.

Sejak mempelajari ilmu Agrometeorologi pada 2009 lalu, data yang dikumpulkan menjadi patokan dan rujukan untuk memutuskan kapan mulai menanam, mengantisipasi hama, penyakit kekeringan, maupun banjir di masa yang akan datang.

Baca Juga: Petani Peneliti Tingkatkan Kemandirian Pertanian | Oase Indonesia

Keberadaan petani pengukur hujan menjadi investasi berharga jangka panjang dalam memperkuat Pertanian Kabupaten Indramayu yang dikenal sebagai lumbung padi nasional.

Kabupaten Indramayu mampu memproduksi padi sebanyak 1,49 juta ton pada 2022 dan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indramayu sebesar 19,58 persen.

Para petani pengukur hujan ikut menyumbangkan produksi padi dengan menghasilkan 4 ton dalam sekali panen dari sebelumnya 2,8 ton dan bisa menjamin dua kali panen padi dalam setahun tanpa gagal.

Petani Kopi Gambut Berdaya Saing

Alih fungsi lahan memberi andil besar terhadap perubahan iklim di bumi ini. Oleh karena itu pengendalian perubahan iklim mutlak dilakukan oleh semua pihak.

Provinsi Jambi mengambil bagian mengendalikan perubahan iklim dengan pemulihan hutan dan mempertahankan lahan gambut.

Petani yang bertransformasi menjadi peneliti dengan inovasi yang memberikan dampak besar bagi perekonomian nasional dan kemandirian pertanian tidak hanya ada di Indramayu. 

Jambi juga memiliki para petani cerdas akan inovasi ilmu pengetahuan yang mengubah lahan gambut menjadi produk ekonomi bernilai tinggi.

Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kecamatan Betara, Provinsi Jambi para petani meneliti pemanfaatan lahan gambut.

Penanaman kopi tungkal liberika komposit dilakukan sebagai upaya mempertahankan lahan sekaligus menyejahterakan petani sekitar. 

Muhammad Jamiludin selaku salah satu petani kopi liberika mengatakan, alasan menanam liberika karena hama penggerek buah sangat cepat berkembang di lahan gambut terutama di cuaca panas.

Sementara itu, jenis kopi lain yang dulunya pernah ditanam mengalami gagal panen akibat hama penggerek. Kopi liberika yang memiliki  buah besar dan cangkang keras berhasil bertahan dari serangan hama.

Inovasi kopi dari lahan gambut ini awalnya tidak mudah diterima masyarakat karena memiliki rasa yang tidak biasa dan berbeda dari kopi pada umumnya. 

Namun, para petani mencari solusi dengan terus mengembangkan inovasi pengetahuan dan teknologi, agar kopi lahan gambut bisa disukai semua kalangan.

Jamaludin memaparkan, adanya rasa tanah yang mengganggu disebabkan pada proses penjemuran yang kurang tepat. 

“Ketika penjemuran dilakukan menempel di tanah, akan terserap biji kopi. Setelah penelitian dan pelatihan oleh para ahli kopi sejak 2012, diinstruksikan cara menjemur kopi yang benar,” ujar Jamaludin.

Para petani kopi liberika Jambi tidak hanya mandiri dalam berinovasi, tetapi juga mandiri dalam memasarkan dan mengenalkan produknya melalui Koperasi Mekar Sejahtera Mandiri.

Menurut data Kementerian Pertanian, kopi liberika lahan gambut terbukti telah membantu ekonomi masyarakat sekitar. Pada 2013 penanaman dilakukan di 200 hektare lahan, sementara pada 2015 bertambah luasnya menjadi 500 hektare.

Pada 2021, lahan meningkat menjadi 2000 hektare, tetapi produktivitas kopi liberika menurun di masa pandemi yang tidak berdampak signifikan.

Pada 2022, produktivitas kopi liberika ini mencapai 1.149 ton pada tahun sebelumnya berada di angka 1.100 ton.

Para petani peneliti membawa dampak besar bagi perkembangan sektor pertanian Indonesia. Transformasi peran petani di masa modern ini menjadi solusi jangka panjang untuk membuat Indonesia sebagai salah satu negara agraris yang kuat.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x