Meskipun membuka awal tahun dengan sisi ekonomi positif, Indonesia masih dibayangi krisis pangan. Secara anggaran, pemerintah menyediakan anggaran ketahanan pangan yang cukup tinggi, yakni sekitar 104,2 triliun.
Direktur PT Indofood dan Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) Franciscus Welirang mengatakan, anggaran tersebut lebih diarahkan ke mekanisasi, seperti penanganan pertanian dan budidaya.
Jadi, kebijakan yang telah dilaksanakan dianggap belum mengarah ke aktivitas pascapanen. Selain itu, kebijakan terkait pengolahan hasil pertanian menjadi produk kuliner pun belum dilakukan secara optimal.
Franciscus menyampaikan, saat ini petani Indonesia belum memiliki hak menentukan penawaran yang kuat. Hal tersebut tentu menyebabkan potensi kerugian bila tidak segera memiliki payung perlindungan yang memadai.
Peneliti Politik BRIN Siti Zuhro mengamini pernyataan Fransiscus terkait peran dan keberpihakan pemerintah dalam industri pertanian. Namun, Siti juga mengakui kehadiran pemerintah belum sepenuhnya serius, terlebih melihat Indonesia sebagai negara agraris.
Siti melihat, di era reformasi lebih menonjolkan prinsip demokrasi yang dampak-dampaknya ternyata juga belum seluruhnya positif. Oleh karena itu, kebijakan berkaitan dengan ketahanan pangan harus dilakukan secara serius lewat langkah-langkah strategis.
Sebagai perbandingan, Thailand yang sama-sama negara tropis di Asia Tenggara dengan karakteristik mirip Indonesia, bahkan tidak seluas Indonesia memiliki ketahanan pangan lebih baik, terutama di mata internasional.
Indonesia seharusnya bisa belajar dari Thailand dan Vietnam yang mampu menghasilkan produk ekspor berkualitas tinggi. Pemerintah Indonesia juga perlu meningkatkan proteksi terhadap para petani seperti di Jepang, Korea Selatan, dan Australia.
Petani harus dirangkul dan dimuliakan, bukannya dipolitisasi. Tahun 2023 sejatinya menjadi langkah awal untuk membentuk kondisi kondusif pada masa pemilu yang akan datang.
Sebagai penutup, kedua narasumber menyampaikan masukan terkait kebijakan politik yang kondusif, terutama bagi dunia usaha.
Baca Juga: Pancasila dan 75 Tahun Kemerdekaan Indonesia - TITIK PANDANG
Franciscus Welirang mengharapkan pemerintah dapat memisahkan kebijakan politik dan ekonomi. Menurut Fransiscus, para petani semestinya bersatu agar lebih kuat, misalnya melalui koperasi. Dengan begitu, ekonomi akan tetap berjalan di tengah situasi tahun politik sekalipun.
Di sisi lain, ekosistem ekonomi pun mengalami perubahan menjadi terdigitalisasi. Karena itu, pemerintah juga perlu menciptakan kebijakan petani agar tidak ketinggalan zaman.
Sementara itu, Siti Zuhro berharap para peserta pemilu pendatang menunjukkan political commitment yang relevan. Seluruh pihak terlibat, terutama partai politik seharusnya turut mengedukasi masyarakat melalui literasi politik.
Dengan begitu, masyarakat tidak mudah terprovokasi dan meninggalkan politik yang bersinggungan dengan identitas, agama, hingga SARA. Sebagai tambahan, nantinya hampir 60 persen partisipan pemilu adalah generasi muda yang akrab dengan era digital dan bonus demografi.
Maka dari itu, memang tidak ada pilihan lain kecuali bagi Indonesia adalah melakukan inovasi dalam mengajarkan kebaruan transformasi konkrit sehingga nantinya menciptakan generasi yang lebih baik dan berkualitas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.