JAKARTA, KOMPAS.TV - Pancasila adalah harta paling berharga yang dimiliki Indonesia, oleh sebab itu nilai-nilainya harus terus dirawat dan dijaga. Caranya antara lain, dengan memanfaatkan kekayaan seni dan budaya di Tanah Air.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Kerohanian Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Budi Santoso Tanuwibowo saat menerima kunjungan silaturahmi pejabat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Klenteng Kong Miao, Taman Mini Indonesia Indah.
"BPIP harus menggunakan kekayaan seni budaya Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai sesuatu yang berharga. Selain itu juga agar Pancasila bisa dihargai dan dimanfaatkan,” ujar Budi dalam siaran resminya, Selasa (4/5/2021).
Budi berharap ke depan BPIP dan Matakin bisa terus bekerja sama dan berkolaborasi dalam rangka membumikan Pancasila. Caranya tidak selalu harus dengan diskusi atau webinar. Bisa dengan musik atau teater yang lebih mudah diterima.
Ia melanjutkan, “Pancasila bukan hanya sebagai dasar negara, tapi juga tujuan dan pegangan hidup dan standar untuk menilai apakah kita sudah sukses atau tidak.”
Kunjungan ke Klenteng Kong Miao dipimpin oleh Kepala BPIP Yudian Wahyudi dengan didampingi oleh Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Rima Agristina, Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan Baby Siti Salamah, beserta jajarannya.
Apresiasi mendalam ditunjukkan Budi atas kedatangan BPIP. Dalam sambutannya, Budi berkomitmen untuk terus mendukung berbagai program yang dilakukan BPIP.
Budi mengatakan, “kunjungan ini menunjukkan, orang-orang semakin sadar bahwa Pancasila merupakan harta paling berharga yang selama ini disia-siakan.”
Manifestasi nilai Pancasila
Dalam kesempatan yang sama, Budi juga bercerita bahwa suatu kali dirinya pernah berkunjung ke rumah pengasingan Bung Karno di Ende, NTT.
Di sana, ia mendudukkan diri di bawah pohon Sukun kemudian memandang laut di hadapannya.
Menurut Budi, pada momen itu ia bisa menyelami gejolak batin Bung Karno. Misalnya, bagaimana bangsa yang kaya bisa dijajah oleh negara yang kecil selama ratusan tahun dan dengan cara yang sama berulang-ulang, yaitu dengan politik adu domba.
"Seperti adu jangkrik. Dikilik-kilik sedikit, bangsa kita langsung berantem dengan yang lain," ungkap Budi.
Karena itu ia bersyukur karena pendiri bangsa ini akhirnya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang bisa menyatukan beragam suku, bahasa, dan agama.
"Suku bangsa yang berbeda akhirnya punya satu tujuan yang sama,” kata Budi.
Budi menuturkan, nilai Pancasila sudah senafas dan seirama dengan ajaran Konghucu. Di dalamnya terdapat ajaran keadilan, persatuan, dan sebagainya.
"Jika ada keadilan tidak akan ada lagi persoalan persatuan dan kemiskinan. Karena itu, menjadi pemeluk Konghucu yang baik pasti menjadi seorang Pancasila yang baik," tukasnya.
Sementara itu, Kepala BPIP Yudian Wahyudi beranggapan bahwa kebhinekaan merupakan sesuatu yang tak bisa dipungkiri. Karena itu diperlukan suatu ikatan untuk menyatukan seperti Pancasila.
Beruntung kata dia, para pendiri bangsa telah mewariskan Pancasila sebagai arahan dan pedoman agar masyarakat multikultural dengan segala macam perbedaannya bisa bersatu.
Lebih jauh ia menjelaskan, saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan di tengah perang dunia kedua, teks proklamasi berdurasi 59 detik itu akhirnya membebaskan penjajahan dan mempersatukan lebih dari 40 kesultanan dan kerajaan.
"Belum pernah terjadi dalam sejarah kecuali di Indonesia penguasa-penguasa lokal dengan mudah melepas kekuasaan dan menyerahkan kekuasaan mereka dengan segala konsekuensi konstitusionalnya kepada sebuah negara yang bernama Indonesia kecuali di Indonesia," ia menegaskan.
Menurut Yudian, Pancasila menyatukan bukan hanya aspek politis, tetapi juga menyatukan hal yang begitu fundamental seperti ketuhanan.
Karena itu, tidak berlebihan jika Pancasila disebut sebagai harta berharga milik Indonesia yang harus dijaga dan dipertahankan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.