Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 238
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 238
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
BAUBAU, KOMPAS.TV
Dari bangunan bersejarah di Pulau Buton sekaligus klaim terluas di dunia yaitu Benteng Wolio atau Benteng Buton, Hafizh Adyas melanjutkan penjelajahannya ke pelosok Pulau Buton. Tujuan kali ini adalah daerah yang terkenal hingga luar negeri karena uniknya bahasa yang digunakan. Aksara atau tulisan di papan nama jalan tidak lazim di sini. bila di Jawa Tengah nama tulisan latin dan dibawahnya aksara Jawa, maka di sini bukan aksara dari nusantara sama sekali.
Namun, ini pemandangan yang biasa terlihat dalam kehidupan sehari-hari di Kampung Karya Baru, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Di kampung berjarak sekitar 20 kilometer arah timur Kota Baubau ini bermukim 80.000 jiwa suku Cia-Cia. Di sini, warga kampung, dari anak kecil hingga dewasa, sudah pintar menulis dengan huruf-huruf Korea yang disebut aksara Hangeul. Huruf ini pun digunakan sebagai petunjuk tempat-tempat umum di Karya Baru. Beberapa nama jalan atau plang sekolahan, selain ditulisi nama resmi versi bahasa Indonesia dengan aksara Latin, juga dilengkapi dengan tulisan berhuruf Korea.
Hampir semua suku Cia-Cia juga menggunakan aksara Hangeul untuk berkomunikasi secara tertulis di antara mereka. Namun, bahasanya tetap bahasa asli mereka sendiri. “Murid-murid sekolah di sini belajar menulis huruf Hangeul, dan di SMA juga ada pejaran bahasa Korea,” kata Abidin, salah satu guru SMA Negeri 6 Baubau yang asli warga Cia-Cia. Awal mula Suku Cia-Cia mengenal aksara dari “Negeri Ginseng” itu terjadi sekitar awal tahun 2000-an. Ketika itu, Wali Kota Baubau yang dijabat oleh MZ. Amirul Tamin tergerak hatinya ketika mendengar pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang menyebut beberapa bahasa daerah di Indonesia terancam punah. Salah satu penyebabnya, penutur bahasa-bahasa daerah minoritas ini tidak memiliki sistem penulisan yang bisa mengabadikan pelafalan bahasa mereka sendiri. Sehingga, pengaruh bahasa mayoritas bisa menggerus pemakaian bahasa kaum minoritas itu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.