Gebyuran Bustaman, Tradisi Perang Air Jelang Ramadan

SEMARANG, KOMPAS.TV - Menjelang masuknya bulan suci Ramadan, Kampung Bustaman Kota Semarang menggelar tradisi Gebyuran Bustaman atau perang air bersama dengan masyarakat. Tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun ini, juga menjadi agenda rutin Pemerintah Kota Semarang sebagai penanda datangnya bulan suci Ramadan.

Sebelum melaksanakan acara gebyuran atau perang air, masyarakat yang hadir mendapat coretan-coretan di mukanya sebagai penanda ikut dalam aksi gebyuran.

“Terus kita kembangkan, gebyuran itu sebagai bersih diri, sebelumnya kita coreng-coreng dulu pengunjungnya masyarakat Bustaman kita corengi dulu, corengan itu kan simbolisasi dari kesalahan dan dosa, setelah corengan baru gebyuran. Selain bersih diri untuk mengakrabkan antara warga, itu kan jadi guyub semua,” ujar Suhari Bustamanari, tokoh Kampung Bustaman.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Semarang mengatakan, tradisi gebyuran yang turun temurun dilakukan oleh Warga Kampung Bustaman, sebagai simbol untuk membersihkan diri saat warga menyambut Ramadan, dan hanya ada di Kota Semarang.

“Masyarakat Pemerintah Kota berkomitmen untuk kedepannya kita akan lebih baik lagi sehingga bisa menjadi salah satu andalan dari Kota Semarang. Karena kita tahu gebyuran Bustaman ini tidak ada dimana-mana hanya ada di Semarang,” ujar Wing Wiyarso P, Kepala Dinas Pariwisata Kota Semarang.

Dalam tradisi gebyuran yang dilakukan dengan perang air ini, warga yang terkena lemparan air harus menerima dan tidak boleh ada dendam. Pasalnya, tradisi gebyuran ini sebagai penanda atau sebagai wadah untuk membersihkan diri saat memasuki bulan suci Ramadan.

#kampungbustaman #tradisigebyuran #bulansuciramadan