BANDAR LAMPUNG, KOMPAS.TV - Oman Abdurrahman alias Mbah Oman melalui kuasa hukumnya, Abdurachman, meminta pertanggungjawaban negara untuk pembayaran ganti rugi usai menjadi korban salah tangkap oleh personel Polres Lampung Utara.
Abdurachman mengatakan bahwa Mbah Oman dituduh terlibat perampokan di Lampung Utara pada 2017 silam.
Baca Juga: Cerita Mbah Oman Jadi Korban Salah Tangkap: Disiksa dan Dipukuli, Kaki Saya Ditembak
Dari tuduhan tersebut, Mbah Oman dipaksa mengaku terlibat dalam tindak pidana pencurian dan mengalami penyiksaan hingga ditembak di bagian kakinya.
Mbah Oman pun akhirnya diadili di Pengadilan Negeri (PN) Kotabumi, Lampung Utara, dan dinyatakan bebas serta tidak bersalah.
Usai dinyatakan bebas, Mbah Oman melalui kuasa hukum mengajukan praperadilan di PN Kotabumi.
Dalam putusan praperadilan pada tahun 2019, dinyatakan bahwa negara wajib membayar ganti rugi kepada Mbah Oman karena menjadi korban salah tangkap dengan nilai Rp220 juta.
"Setelah selesai disidangkan dan diputus oleh Mahkamah Agung bahwa beliau tidak bersalah, kemudian prosesnya berlanjut sampai dengan proses peradilan, dan majelis hakim memutus bahwa dalam hal ini negara harus bertanggung jawab atas penegakan hukum yang telah salah dan keliru," kata Abdurachman saat jumpa pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Bandar Lampung, Jumat (22/12/2023).
Lebih lanjut, Abdurachman mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menyurati beberapa kementerian seperti Kementerian Hukum dan HAM, Komnas HAM, Kementerian Keuangan, Komisi III DPR RI hingga Istana Negara untuk menuntut ganti rugi yang dialami Mbah Oman.
"Ini sudah yang ke-7 kalinya. Kita akan kembali mengirimkan surat kepada kementerian-kementerian, hingga ke Istana Negara untuk meminta hak Mbah Oman ini dibayarkan," ujarnya .
"Berdasarkan keputusan PN Kotabumi pada 2019, yang harus diterima Mbah Oman Rp220 juta, kami hanya menuntut itu. Tinggal dibayarkan saja, masa harus viral dahulu," tutur dia.
Baca Juga: Pelempar Bom Molotov di Rumah Pengurus PWNU Lampung Diburu Polisi
Sementara itu, Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas, mengatakan bahwa lamanya proses eksekusi ganti kerugian Mbah Oman merupakan cerminan dari tidak patuhnya pemerintah dalam menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Hal ini semakin menggambarkan sulitnya mencari keadilan bagi seorang warga negara, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga," ucap Prabowo.
"Setelah diputus tidak bersalah, ia masih saja dipersulit untuk mendapatkan haknya. Oleh karena itu, melalui surat yang dikirimkan tersebut, LBH Bandara Lampung dan kuasa hukum dari Mbah Oman berharap ini dapat menjadi dorongan terhadap komitmen pemerintah untuk menjalankan putusan yang berkekuatan hukum tetap," tegasnya.
Prabowo menambahkan, pemerintah juga harus taat pada peraturan yang sudah berlaku berupa PP Nomor 92 tahun 2015 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana yang pokoknya menyatakan eksekusi permohonan ganti kerugian ini harus dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan, yakni Kementerian Keuangan, dalam 14 (empat belas) hari sejak dibacakannya putusan.
Kementerian dalam hal ini juga telah memiliki Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.02/2019 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.02/2018 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2019 (PMK 132/2019). Pada Bagian I Lampiran I PMK 132/2019 diuraikan mengenai pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkrah dapat dilakukan antarjenis belanja dan/ atau antar-kegiatan dalam satu program.
Pergeseran anggaran dimaksud merupakan kewajiban pengeluaran yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menjadi tanggung jawab kementerian/lembaga yang terkait dengan permasalahan tersebut.
Ketentuan ini juga dapat digunakan untuk penyelesaian revisi berupa pembayaran ganti kerugian korban salah tangkap.
"Kami berharap, dengan adanya upaya yang dilakukan, peristiwa sejenis tidak terulang kembali di kemudian hari karena pada dasarnya seseorang memiliki hak untuk tidak dapat disiksa dan mendapatkan proses peradilan yang adil. Hal ini merupakan hak dasar yang dijamin melalui konstitusi," ucapnya.
Pasal 28 D Undang Undang Dasar Republik Indonesia menegaskan bahwa setiap orang berhak atas jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (CAT) melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.
(Kontributor KompasTV - Roma Afria Idham)
Baca Juga: Bantu Kabur 4 Tahanan Polda Lampung, Pelaku Dibekuk!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.