YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Derajad Susilo Widhyarto mengatakan penipuan bermodus penggandaan uang, seperti dalam kasus dukun bernama Tohari alias Mbah Slamet alias Tohirin di Banjarnegara, Jawa Tengah terus berulang.
Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia masih memiliki kepercayaan terhadap hal yang berbau klenik. Menurutnya, kepercayaan itu menyebabkan sebagian warga percaya ada orang tertentu yang memiliki kekuatan untuk menggandakan uang tanpa bekerja.
"Masyarakat kita ini, kan, masyarakat klenik. Jadi, melihat itu (penggandaan uang) sebagai sebuah kebenaran. Maka, itu terjadi berulang-ulang. Begitu ada orang yang mengaku mampu menggandakan uang, pasti ada konsumennya," jelas Derajad, Selasa (4/4/2023) dikutip dari Harian Kompas.
Baca Juga: Polisi Temukan Jenazah Pasutri Diduga Korban Slamet Dukun Pengganda Uang di Banjarnegara
Derajad juga menambahkan bahwa sifat tamak menjadi faktor lain yang mendorong orang untuk percaya terhadap dukun penggandaan uang.
Sifat itu mendorong sebagian orang ingin menjadi kaya tanpa bekerja keras, sehingga mereka akhirnya menjadi korban penipuan.
Untuk mengatasi masalah ini, Derajad menyarankan masyarakat untuk mengedepankan rasionalitas dalam mengambil tindakan.
Dengan berpikir rasional, masyarakat seharusnya menyadari bahwa uang tidak bisa digandakan dengan hal-hal berbau klenik.
Baca Juga: Fakta Mbah Slamet Bunuh 12 Pasiennya, Korban Dieksekusi saat Mengadakan Ritual Malam Hari
Hingga saat ini sebanyak 12 korban tewas ditemukan terkubur di lahan perkebunan di Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara.
Korban tewas diduga korban dari pembunuhan berantai yang dilakukan Slamet Tohari (45) di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Pembunuhan ini berawal dari penipuan yang bermodus penggandaan harta.
Korban-korban mengenal Slamet sebagai dukun yang memiliki keahlian melipatgandakan uang mereka. Korban dibunuh setelah berkali-kali menagih hasil penggandaan hartanya.
Baca Juga: Fenomena Ida Dayak, Sosiolog UI: Masyarakat Tak Bisa Disalahkan Jika Memilih Pengobatan Alternatif
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.