Sebenarnya BS pernah menjalani terapi di Panti Aura Welas Asih selama enam bulan dan kondisinya sempat membaik.
Namun diduga kurang adanya perhatian dari pihak keluarga akhirnya pria paruh baya ini penyakitnya kambuh dan kembali sering mengaku bahkan tidak segan menyakiti orang lain.
Perlakuan terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Indonesia sampai sekarang masih tidak layak dan problematik. Bahkan di beberapa tempat, kadang masih bisa ditemui ODGJ yang dipasung atau dikurung.
Hal ini sudah berlangsung lama. Harian KOMPAS pada edisi 3 Januari 1977 misalnya, pernah membuat laporan tentang Sartini, gadis 17 tahun di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Gadis muda ini diasingkan di sebuah kerangkeng yang terbuat dari bambu.
Sartini tinggal bersama kakak dan ibunya. Setahun sepeninggal ayahnya, Sartini menderita gangguan kejiwaan. Keluarganya tidak mampu mengirim Sartini ke rumah sakit jiwa. Maka atas anjuran penduduk setempat, Sartini dikerangkeng agar tidak mengganggu.
Baca Juga: Anggota Polisi yang Jadi Tersangka Penganiayaan ODGJ hingga Luka-luka Dikenakan Pasal Berlapis
Kerangkeng tempat Sartini tinggal ditempatkan di bekas kolam ikan. Di atas kerangkeng ditindih batu besar.
“Kalau hujan, kehujanan, dan makanan disodorkan begitu saja. Itupun hanya umbi-umbian,” katanya.
Semua kegiatan Sartini dilakukan di dalam kerangkeng berukuran 60 x 120 cm. Ukuran kerangkeng membuat Sartini hanya cukup untuk duduk.
Sartini mengungkapkan rasa tidak enak di dalam kerangkeng.
“Ini kan kotor,” ujarnya dalam bahasa Indonesia yang lancar. Sartini hanya lulusan SD dan menurut berita laporan KOMPAS, ia lancar dalam tanya jawab.
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.