JAKARTA, KOMPAS.TV - Buku memainkan peran penting dalam kehidupan setiap orang. Pasalnya, buku memiliki peran dalam memperluas wawasan seseorang. Buku juga bertindak sebagai pintu penghubung dengan dunia.
Begitupun dengan Tomi Wibisono, pemilik Toko Buku Akik, yang memiliki kisah menarik dengan buku-buku bacaannya. Bersama Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi Kompas.com, ia membagikan kisahnya dalam siniar Beginu bertajuk “Tomi Wibisono, Bincang Muda dan Nakal”, dengan tautan akses dik.si/BeginuTomiP2.
Kisah perkenalan Tomi dengan isu-isu sosial bermula saat membaca majalah dan zine. Melalui dua hal tersebut, minat terhadap isu politik pun tumbuh.
Di situ pula ia mengenal Remy Sylado. Ia kagum dengan pemikiran seniman tersebut yang memperbolehkan anak muda untuk ‘nakal’ dengan batas yang wajar.
Ia menjelaskan, “Remy Sylado itu sosok yang mencerminkan bahwa ‘muda dan nakal’ itu nggak apa-apa. Habiskan stok kesalahan-kesalahanmu dan betapa menangisnya bisa wawancara Remy Sylado Waktu itu.”
Baca Juga: 2 Pembunuh asal Negeri Ginseng yang Mengerikan
“Kesan-pesan membekas dari Remy Sylado adalah anak muda itu kalau salah jangan diserang karena memang masih muda, kalau orang tua salah ya itu harus dihajar.”, lanjut Tomi.
Pasalnya, Remy Sylado adalah sosok yang berani melakukan gerakan perubahan. Salah satu gerakan perubahan yang beliau tuangkan dalam bentuk karya sastra adalah puisi Mbeling.
Kata ‘mbeling’ berasal dari bahasa Jawa yang berarti nakal, dan tak patuh aturan. Namun, kata tersebut memiliki filosofi untuk menggambarkan keadaan Indonesia pada zaman orde baru yang terkesan feodal.
Pada masa kelam tersebut kebebasan seakan hilang dari kehidupan bermasyarakat, terlebih untuk generasi muda yang terkekang aturan.
Puisi Mbeling muncul sebagai pemantik semangat kaum muda agar berani berekspresi melalui karya sastra. Selain itu, puisi ini juga tak mengikuti aturan baku stilistika. Menurut sang penyair, keterikatan aturan yang rumit pada puisi bisa membuat generasi muda takut berkreasi.
Maka dari itu, puisi Mbeling merupakan salah satu pelopor gerakan kebebasan yang memandang bahwa puisi adalah karya yang apa adanya.
Tak sekadar tempat jual beli buku, Toko Buku Akik juga menjadi titik temu pertukaran pikiran dan pengetahuan yang dibawa setiap pengunjungnya. Menjalankan ‘bisnis idealis’ ini pun bukan tanpa tantangan.
Baca Juga: Pentingnya Membangun Mental Pantang Menyerah
Bagi Tomi, tantangan utama ketika menjalankan bisnis adalah perlu pengetahuan yang dalam perihal produk yang dijual. Pria tersebut merasa belum memiliki pengetahuan luas seputar buku di dunia.
Hal tersebut ia sadari ketika ada seorang pengunjung yang bertanya seputar rekomendasi buku penulis perempuan. Ia pun spontan menjawab Ayu Utami, namun sang pelanggan tampak tak puas.
Tomi pun tersadar bahwa tak banyak referensi yang ia ketahui seputar buku-buku yang ditulis oleh perempuan. Lantas, ia pun membuat rak khusus perempuan dan festival bertajuk “Buku Akik Girls Day Out” yang menghadirkan semua klub buku perempuan.
Ia menjelaskan, “Yang membuat kita terus tumbuh yaitu karena sering ngobrol dengan pembaca atau pelanggan. Mereka sering memberi masukkan tentang buku apa saja yang harus disediakan. Diskusi-diskusi tersebut mampu membuat kita tumbuh dan beragam.”
Lantas, bagaimana cara Tomi mengembangkan toko bukunya hingga sebesar sekarang?
Temukan jawabannya melalui perbincangan lengkap Tomi Wibisono dan Wisnu Nugroho dalam siniar Beginu episode “Tomi Wibisono, Bincang Muda dan Nakal” dengan tautan akses dik.si/BeginuTomiP2 di Spotify.
Di sana, ada banyak kisah dari para tokoh inspiratif yang mampu memberikan perspektif baru untuk hidupmu.
Tunggu apalagi? Yuk, ikuti siniar Beginu dan akses playlist-nya di YouTube Medio by KG Media agar kalian tak tertinggal tiap episode terbarunya!
Penulis: Rangga Septio Wardhana dan Ristiana D. Putri
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.