Kompas TV regional berita daerah

Cerita Pekerja di Jembatan Ampera, Hasilnya Demi Keluarga

Kompas.tv - 2 Desember 2022, 09:46 WIB
cerita-pekerja-di-jembatan-ampera-hasilnya-demi-keluarga
Pekerja melakukan pengelasan disalah satu menara Jembatan Ampera Palembang, Senin (28/11). Faktor keamanan kerja jadi hal utama , salah satunya dari jaminan sosial. (Sumber: Kompas TV Palembang)
Penulis : KompasTV Palembang

PALEMBANG, KOMPAS.TV - Lalu lintas yang sangat padat menjadi tontonan sehari-hari di Jembatan Ampera Palembang. Sama yang terlihat di siang itu, Selasa (29/11/2022). Dibawah teriknya sinar matahari, dua pekerja menggunakan helm hitam terlihat berada dibawah menara Ampera.

Mereka terlihat sibuk mengelas di bagian kanan dan kiri menara tersebut. Salah satunya, Derry, 44 tahun. “Kami mengelas dinding menara, tepat dibagian pelat besi ini,” kata Derry menunjukkan bagian pelat besi yang sedang di las olehnya.

Cuaca yang sangat panas itu tak dihiraukan Derry. Seluruh bagian tubuhnya telah tertutup kemeja panjang dilengkapi dengan sarung tangan. Ia juga mengenakan celana panjang dan sepatu. Sementara di bagian kepala, ia memakai kain yang dililit seperti wanita menggunakan hijab pada umumnya, dan tertutup helm hitam khusus untuk las.

Helm ini ternyata tak sembarang helm, melainkan untuk melindungi matanya dari las listrik. “Sudah sekitar satu bulan lebih,” ucap Derry singkat.

Derry terlihat sesekali menggeserkan kakinya, bagian kepalanya pun mengikuti pelat besi yang dilasnya. Derry tak sendiri, ia bersama beberapa temannya ditugaskan mengelas di menara jembatan tersebut.

“Ada beberapa orang, tapi dibagi lokasinya. Saya dapat di menara bagian kiri ini, untuk mengelas pelat besi di sekitar area lift. Teman-teman saya menyebar di sisi menara yang lain,” ucapnya.

Lokasi tempatnya bekerja, berada tepat di jalan diatas jembatan Ampera sehingga ia harus melangkah dan bergerak dengan hati-hati. Jika tidak, maka akan besar kemungkinan ia tersenggol pengendara yang melintas.

Meski berbahaya, Derry mengaku dirinya harus menyelesaikan tugasnya itu lantaran harus menghidupi keluarganya. Sebab, Derry merupakan satu-satunya pencari nafkah di keluarganya itu. “Kalau tidak kerja, saya tidak bisa berikan nafkah ke istri. Anak-anak saya juga perlu uang untuk sekolah,” ucapnya.

Penghasilan yang didapat oleh Derry memang tak begitu besar, namun diakuinya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. “Mau dimana saja kerja, pasti ada resikonya. Asal itu halal, maka bisa jadi berkah untuk keluarga saya,” kata warga Kecamatan Plaju itu.

Namun diusianya yang tak muda lagi, Derry sempat kuatir karena bisa saja terjadi sesuatu padanya. Bisa saja kecelakaan kerja atau musibah lainnya. Namun Derry mengaku, kekuatiran itu tak lagi terasa saat dirinya sudah dijamin kantornya berupa BPJS Ketenagakerjaan.

“Beberapa tahun lalu, saya didaftarkan perusahaan (kontraktor) kami jadi anggota BPJS Ketenagakerjaan. Ini yang memberikan kami keyakinan bahwa kami bisa tetap kerja, meski ditempat yang berbahaya. Tapi setidaknya sudah ada jaminan untuk kami dan keluarga jika memang nantinya terjadi hal yang tak diinginkan. Meski begitu, kami tetap selalu kerja safety, agar kami tetap bisa pulang dan ketemu anak juga istri,” ucap Derry.

Hal yang sama juga dirasakan Marwan, 50 tahun, pekerja bagian lift di Jembatan Ampera. Hampir 20 tahun ia bergelut kerja untuk pembangunan dan pemasangan lift. Ia juga merasa nyaman dan tenang karena memiliki jaminan sosial.

“Kita selalu bekerja dengan safety, apalagi kita kerja di proyek yang rawan potensi kecelakaan kerja. Perlengkapan keamanan seperti baju pelindung, helm dan sepatu khusus selalu dipakai tiap saat. Ini membuat tenang saat melakukan tugas. Tapi lebih tenang lagi, saat ada jaminan sosial,” ucapnya.

Pria asal Aceh itu telah menekuni keterampilan dan kemampuannya dalam urusan lift. Bahkan ia kerapkali ditempatkan di Jakarta, Banten dan sebagainya. Namun sejak tahun 1995, ia ditempatkan di Palembang, dan kini sedang memasang lift di Jembatan Ampera.

“Sudah hampir sebulan ini kami kerja di Jembatan Ampera, kami memasang lift di menara Ampera. Sebelumnya kami memasang lift di The Zuri Hotel, PT Pupuk Sriwidjaja dan sebagainya,” ucapnya.

Diakui Marwan, dirinya telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sejak 1993. Dan hingga kini, ia terus merasa nyaman dan aman saat bekerja karena tak kuatir bila terjadi sesuatu pada dirinya. “Kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi saat kita bekerja, apalagi jika nasib tidak baik. Karena itu pekerja keras seperti kami ini harus ada jaminan sosial, yang bisa cover keluarga kami jika terjadi sesuatu. Dan bagi pekerja lapangan seperti kami, ini adalah hal wajib,” jelasnya.

Menurut Marwan, dengan adanya jaminan sosial itu membuat dirinya makin semangat untuk bekerja. Apalagi saat ini, kebutuhan hidup dia dan keluarga kian meningkat. “Ya tetap harus kerja, karena tanggungan hidup untuk anak dan istri ada ditangan saya,” ucapnya.

Sementara itu, dari BPJS Ketenagakerjaan pun saat ini sedang memaksimalkan upaya sosialisasi dan menggaet pekerja sector informal. Termasuk di Palembang, Sumatra Selatan. Potensi pekerja informak sangat besar, karena jumlah penduduk di Kota Palembang yang termasuk cukup besar.

“Pekerja informal saat ini menjadi sasaran kita, mereka ini termasuk dalam golongan pekerja bukan penerima upah (BPU). Mereka terdiri dari tukang ojek, sopir angkot, pedagang keliling dan sebagainya. Dan mereka ini tidak tercover dalam jaminan sosial apapun, sehingga sangat tepat untuk mengajak mereka menjadi bagian dari BPJS Ketenagakerjaan,” ucap Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Palembang, Moch Faisal.

Ada beragam kemudahan dan manfaat yang didapat peserta. Apalagi pekerja informal ini cukup membayar Rp16.800 per bulannya untuk iuran kepesertaan. Dijelaskan Faisal, iuran Rp16.800 itu untuk dua program yaitu JKK dan JKM dengan besaran upah Rp1 juta. Sedangkan jika mengikuti 3 program yaitu JKK, JKm, dan JHT, peserta cukup menambah Rp20.000 sehingga totalnya Rp36.800.

“Iurannya memang murah, bahkan seperti membeli nasi satu bungkus untuk membayar iuran bulanan. Tapi fasilitas yang didapat mereka cukup banyak, seperti perawatan tanpa batas ketika terjadi kecelakaan kerja,” ucapnya.

Lalu, selama masa pemulihan itu, peserta atau pekerja informal itu juga akan mendapatkan manfaat yaitu santunan sementara tidak mampu bekerja (STMB) sebesar 100 persen upah yang dilaporkan selama 12 bulan pertama. Sementara untuk bulan berikutnya, peserta akan mendapatkan STMB sebesar 50 persen, hingga dinyatakan sembuh dan bisa bekerja lagi.

“Jika peserta meninggal dunia karena kecelakaan kerja, ahli waris berhak mendapat santunan JKK sebesar 48 kali upah terakhir yang dilaporkan,” kata Faisal

Adapun jika peserta meninggal bukan karena kecelakaan kerja, maka ahli waris mendapatkan santunan sebesar Rp42 juta. Selain itu dua anak peserta juga akan mendapat beasiswa hingga perguruan tinggi maksimal Rp174 juta.

“Untuk menggaet pekerja informal ini, kita membutuhkan peran dari pemerintah dan semua pihak terkait. Seperti di Palembang, Pemprov Sumsel sudah beberapa kali memberikan keringanan kepada pekerja informal untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Barusan tadi, Pemprov Sumsel mendaftarkan 2.000 pedagang di Pasar 16 Palembang untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” jelas Faisal.

Sementara itu, Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan, pihaknya bekerjasama dengan perusahaan yang ada di Sumsel untuk membantu masyarakat, terutama pekerja informal untuk bisa tercover dalam BPJS Ketenagakerjaan.

Ia menilai pekerja informal ini menjadi salah satu faktor yang mendukung pemulihan ekonomi pasca badai pandemi Covid-19 yang terjadi di tanah air. Namun sayangnya mereka belum tercover jaminan sosial.

“Mereka ini adalah pekerja sektor non formal yang telah ikut membantu membangkitkan ekonomi kita, karena itu sangat pantas kartu BPJS Ketengakerjaan ini diberikan agar mereka lebih nyaman dan aman dalam bekerja. Mereka juga bisa lebih semangat kerjanya, karena tak perlu risau sebab sudah tercover jaminan sosial,” pungkasnya.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x