"Memang di kawasan tersebut terdapat cerukan. Ketika seseorang berdiri di bibir pantai, kita tidak bisa melihat ombak yang datang dari depan. Karena di situ ada tebing yang menghalangi pandangan," ujar Herry.
Baca Juga: Ritual Maut Pantai Payangan, Bupati Jember: Cuaca Berbahaya, Tolong Petugas Perketat Penjagaan
Lebih lanjut, Herry mengungkapkan, sebelum padepokan Tunggal Jati Nusantara melangsungkan ritualnya, pihak pantai sudah memberikan imbauan cuaca ekstrem dan potensi gelombang tinggi.
Namun ketua kelompok tak mengindahkan peringatan itu.
"Di pantai tersebut sudah diberikan imbauan, utamanya pada cuaca yang ekstrem atau dirasa kurang bagus. Pada saat rombongan ritual datang, pengelola juga sudah memberikan peringatan. Namun, ketua kelompok tetap melaksanakan kegiatan tersebut," ungkap Herry.
Akhirnya sebanyak 24 anggota rombongan tersebut dilaporkan tergulung ombak. 11 orang ditemukan meninggal dunia, 13 orang lainnya selamat dan mengalami luka-luka.
Herry menegaskan, pihaknya bersama dengan pemerintah akan melakukan koordinasi berupa antisipasi agar kondisi sama tak terulang lagi.
"Berkoordinasi dengan bupati, kami akan memasang papan larangan di lokasi kejadian, supaya tak ada ritual yang berulang. Masyarakat sekitar akan diberdayakan untuk mengawasi. Jika ada ritual serupa bisa diinformasikan kepada polsek," pungkasnya.
Adapun 11 korban tewas tragedi maut Pantai Payangan, yakni: Ida, Pinkan, Bu Bintang, Sofi (22), Arisko (21), Febri (28), Musni (55), Yuli (30), Kholifah, Bu Syaiful, dan Syaiful (40).
13 orang selamat, yakni Dimas (17), Bayu (21), Bu Hasan (55), Bu Dewi (48), Nuriya Fifa Kirana (2), Nurhasan (35), Feri (20), Bintang (19), Eko (35), Dani (21), Jumadi (35), Suari (50) dan Muhammad Afif.
Daftar tersebut berdasarkan keterangan tertulis Tim Sar yang diterima KOMPAS TV.
Baca Juga: Korban Terakhir yang Terseret Ombak di Pantai Payangan Jember Ditemukan Tewas
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.