JAMBI, KOMPAS.TV - Sebanyak 3.000 Orang Rimba disahkan menjadi warga negara Indonesia (WNI). Kini mereka memiliki KTP sebagai WNI pada umumnya.
Pada tahap pertama sebanyak 3.000 orang dari 414 kepala keluarga mengikuti perekaman kartu tanda penduduk (KTP), dan juga akan mendapatkan kartu keluarga (KK).
Perekaman data kependudukan dilakukan di empat lokasi. Di Kabupaten Batanghari dilakukan di Kantor Desa Jelutih untuk 104 KK, dan Kantor Desa Bukit Suban untuk 162 KK.
Di Kabupaten Bungo dilakukan di Kantor Desa Limbur Tembesi untuk 66 KK, dan di Kantor Camat Pelepat sebanyak 81 KK.
Perekaman data kependudukan Orang Rimba ini terlaksana berkat dukungan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sosial.
Direktur Jenderal Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pihaknya bersama dengan dinas catatan sipil kabupaten terus melakukan pendataan dan perekaman bagi Orang Rimba.
"Untuk Orang Rimba ini ada di enam kabupaten, dengan jumlah sekitar 6.000 jiwa," ungkap Zudan, Sabtu (13/3/2021), dikutip dari Kompas.com.
Sejauh ini sudah 3.160 Orang Rimba tercatat dalam Kartu Keluarga dan segara mendapatkan KTP setelah proses perekaman ini di beberapa tempat ini selesai dilakukan.
Menteri Sosial Tri Rismaharini turut menyaksikan perekaman data KTP Orang Rimba di Kantor Desa Jelutih, Kabupaten Batanghari, Jambi.
"Data kependudukan ini akan terintegrasi dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Jadi bulan depan mereka sudah bisa menerima bantuan, seperti bantuan pangan nontunai," kata Risma.
Selain menyaksikan perekaman KTP, Mensos Risma juga memberikan bantuan kepada Orang Rimba berupa paket penambahan nutrisi anak, bantuan beras, alat-alat pertanian, sarana produksi pertanian, pakaian.
Kementerian Sosial juga memberikan bantuan berupa dukungan pendidikan untuk anak-anak Rimba berupa komputer dan genset, paket obat dan vitamin, serta bantuan pengembangan ekonomi berupa anakan kambing.
Dalam dialognya bersama Orang Rimba, Mensos Risma menyadari Orang Rimba butuh akses layanan publik dan lahan usaha untuk mendapatkan sumber ekonomi dan pangan.
Baca Juga: Perkenalkan Budaya Orang Rimba Melalui Dongeng Boneka Tangan
Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf, mengapresiasi langkah pemerintah membantu Orang Rimba mendapatkan status WNI secara sah.
"Pemerintah semangat dan mau jemput bola. Perekaman data dilakukan di desa terdekat. Ini sangat membantu kelompok Orang Rimba," kata Rudi.
Meski bertahun-tahun silam secara de facto mereka merupakan warga negara Indonesia, karena mereka merupakan suku yang tinggal di pedalaman Provinsi Jambi, Orang Rimba tidak memiliki KTP sebagaimana umumnya WNI.
Alhasil, Orang Rimba atau Suku Anak Dalam ini, tidak pernah terjangkau program bantuan dari pemerintah.
Dengan kepemilikan KTP ini, mereka telah terdaftar dalam sistem kependudukan warga negara, dan bisa mengakses program pemerintah. Seperti bantuan pengembangan pendidikan, layanan kesehatan, dan dukungan ekonomi.
Sebelumnya, kata Rudi, Orang Rimba tidak mendapatkan program bantuan dari pemerintah. Apalagi saat pandemi Covid-19.
Tidak hanya warga Jambi pada umumnya, Orang Rimba juga terkena dampak dari pandemi Covid-19. Hasil buruan dan hutan mengalami penurunan penjualan. Mereka kesulitan secara ekonomi.
Warsi sendiri sempat mengusulkan program bantuan pemerintah untuk Orang Rimba, namun terkendala KTP.
"Problem Orang Rimba, mereka tidak terdata, singkatnya tidak punya KTP. Dari situ diusulkan untuk dapat KTP. Ini yang berproses dan kemudian dilakukan saat ini," tutur Rudi.
Baca Juga: Polisi Sosialisasi Protokol Kesehatan Ke Orang Rimba
Pemimpin Orang Rimba, Tumenggung Ngalembo, mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Indonesia yang telah mengakui mereka sebagai warga negara dengan pemberian KTP.
"Kami senang. Dengan KTP, orang desa dapat bantuan, kami juga bisa dapat bantuan. Kami tidak berbeda lagi dengan warga lain," ujar Tumenggung Ngalembo.
Dia pun mengakui membolehkan perempuan Orang Rimba untuk difoto guna kepentingan perekaman KTP. Selama ini, jangankan difoto, perempuan Orang Rimba tidak diperbolehkan berinteraksi dengan orang luar tanpa izin.
"Kalau sembarangan foto bisa diusir atau didenda kain. Itu baik orang luar maupun perempuan Rimba yang kena foto bisa didenda hukum adat," kata Ngalembo.
Selain itu, Orang Rimba pun diperboleh menyantumkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sendiri di kolom agama di KTP. Sebelumnya, Orang Rimba yang dibuatkan KTP harus memilih lima agama resmi di Indonesia.
"Kami senang dibolehkan menuliskan kepercayaan di kolom agam. Kami sudah benar-benar diakui negara," ungkap Ngalembo.
Mengenai rumah permanen yang ditawarkan Mensos Risma, Ngalembo mengakui menolak tawaran tersebit. Ngalembo mengatakan, Orang Rimba belum membutuhkan rumah permanen.
"Kami belum butuh rumah permanen. Kami butuh lahan untuk bercocok tanam, dan nanti kalau sudah ada kebun pasti kami menetap," jelas Ngalembo.
Menurut Ngalembo, dalam kepercayaan Orang Rimba, tak mengenal rumah beratap dan berdinding. Jika tinggal di rumah permanen, yang beratap dan berdinding, mereka tidak bisa berinteraksi dengan dewa mereka.
"Dari nenek moyang kami kalau bangun rumah tergantung dengan dewa. Kami tidak mau kalau orang luar yang bangun rumah kami. Karena kalau rumah kami ada atap dan dinding, dewa kami tidak bisa masuk dan anak-anak bisa sakit," tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.