"Harapan kami sebagai masyarakat tidak terlalu banyak, cukup berikan waktu dan tempat untuk menyampaikan aspirasi, bilamana atau jika Otsus berlanjut," ucap Himan.
Himan menuturkan, dalam revisi UU Otsus nanti, perlu dicantumkan aturan yang menyatakan seluruh jabatan kepala daerah hingga tingkat kelurahan harus diisi oleh orang asli Papua (OAP).
Selain itu, harus juga ada keberpihakan dalam penyediaan tempat tinggal untuk OAP.
Baca Juga: Gawat! Tak Hanya Personel TNI-Polri, Polisi Sebut KKB Papua Sudah Incar Warga di Intan Jaya
Pengawasan
Namun begitu, Vincentius juga menginginkan pemerintah pusat untuk membuat sistem pengawasan yang ketat terkait penerapan Otsus.
"Sangat perlu keterbukaan di mata publik untuk OAP dalam segala hal, lebih khusus bantuan dana Otsus di daerah terpencil," ujar Vincentius.
"Kami juga mohon dengan hormat kepada Bapak Presiden Jokowi agar membentuk lembaga independen untuk mengawasi dan monitoring pembangunan di daerah, jangan saja menerima laporan asal bapak senang."
Baca Juga: Penyelewengan Dana Otsus Papua Rp1,8 Triliun, Sri Mulyani: Pemprov Tidak Transparan, Sulit Monitor
Keterlibatan tokoh masyarakat, adat dan agama, lanjut Vincentius, juga penting. Karena itu, perlu dituangkan dalam penerapan Otsus jilid II agar pelaksanaannya lebih transparan.
"Kami masyarakat mendorong pemerintah untuk segera mengaudit program Otsus agar masyarakat merasa lega dan mengetahui bersama sasaran tepat, tidak hanya dirasakan oleh orang-orang tertentu," kata Vincentius.
Para kepala suku yang tergabung dalam FKPT Keerom di antaranya, Kepala Suku Mee di Keerom Piet Giay, Kepala Suku Mamberamo Tengah di Keerom Pius Wanimbo, Kepala Suku Yahukimo di Keerom Markus Asso, Kepala Suku Tolikara Paleli Enembe, sekretaris II RKPT Wim Mabel dan Y Riantus W wakil RKPT.
Baca Juga: 19 Tahun Otsus Papua, Keterbukaan Jadi Kunci Keberhasilan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.