YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Pandemi Covid-19 membuat pelaksanaan Pilkada 2020 menimbulkan kontroversi di masyarakat, ada yang ingin menunda dan sebagian setuju melanjutkan.
Research Centre for Poltics and Government (PolGov) Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) UGM melalui Laboratorium Big Data Analytics melakukan analisis tentang topik penundaan Pilkada 2020.
“Kami melakukan riset melalui media sosial Twitter dan media online untuk menjawab dua pertanyaan kunci, yakni bagaimana wacana penundaan pilkada serentak dari sudut pandang aktor dan isu kunci serta bagaimana respons warganet terkait wacana penundaan,” ujar Mada Sukmajati, tim peneliti PolGov dan Big Data Analytics UGM, Kamis (15/10/2020).
Baca Juga: Kasus Covid-19 Masih Tinggi, Langkah Pemerintah Cegah Klaster Pilkada Dipertanyakan
Ia menilai riset yang dilakukan dalam rentang waktu 1 Maret hingga 30 September 2020 ini perlu karena dampak pandemi Covid-19 membuat banyak negara di dunia juga menunda pemilu lokal maupun nasional.
Ada 72 negara yang memilih menunda pemilu dan 67 negara yang memilih untuk melanjutkan pemilu, termasuk Indonesia.
Ada 7 poin penting yang menjadi temuan analisis riset ini, yakni:
1. Selama tujuh bulan pengambilan data, terdapat 3.7.46 artikel dari 155 portal media online dan 52.374 cuitan di Twitter yang membahas topik penundaan Pilkada 2020. Artinya, topik ini mendapatkan perhatian yang cukup besar di media online maupun maupun media sosial Twitter.
2. Ada dua puncak pemberitaan di media online terkait penundaan Pikada 2020, yakni pada 31 Maret 2020 atau pasca kesepakatan penundaan Pilkada 2020 serta 21 September 2020 atau pasca Muhammadiyah dan NU memberikan pernyataan resmi untuk tidak melaksanakan pilkada di masa pandemi.
Menurut Mada Sukmajati, temuan ini menunjukkan penyelenggara pemilu perlu melakukan upaya yang berkesinambungan untuk meyakinkan masyarakat tentang tahapan pilkada sudah didesain dengan baik.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.