SOLO, KOMPAS.TV- Pada Olimpiade Tokyo 2020 ini, pelari-pelari cepat Jamaika mendominasi cabang olahraga (cabor) atletik khususnya nomor-nomor lari jarak pendek.
Tak mengherankan, karena memang selama ini Jamaika terkenal sebagai negara penghasil sprinter-sprinter kelas dunia.
Elaine Thompson-Herah, Shelly-Ann Fraser-Pryce dan Shericka Jackson diketahui sudah memperoleh tiga medali Olimpiade Tokyo 2020. Bahkan Thompson-Herah sukses membawa pulang medali emas 100m putri di Stadion Nasional yang menjadi arena utama Tokyo 2020.
Nama ketiga pelari itu seakan melengkapi sprinter Jamaika lainnya yang sempat berjaya. Sebut saja Usain Bolt, Warren Weir hingga Yohan Blake.
Kenapa bisa seperti itu? Mengapa Jamaika yang merupakan negara pulau seluas 11.000 km persegi atau hampir seluas Gorontalo dan berpenduduk 2,7 orang atau hampir sama banyak dengan jumlah penduduk Sulawesi Tenggara itu begitu menguasai lari jarak pendek dunia?
Baca Juga: Olimpiade Tokyo: Jamaika Sapu Bersih Medali Atletik 100 Meter Putri
Melansir Antara, Selasa (3/8/2021), ada anggapan bahkan setengah guyon bahwa rahasia Jamaika rutin menghasilkan sprinter kelas dunia adalah tanaman ubi.
Iya ubi, yang di Indonesia lebih sering dijadikan keripik atau kolak ketika puasa Ramadan tiba.
Menurut sejumlah peneliti, stimulan hyposteroid yang terkandung dalam ubi yang mudah sekali ditemukan Jamaika, adalah faktor yang membuat pelari negara ini merajai trek dan lintasan dunia mengalahkan pelari-pelari dari negara-negara maju yang memiliki pola latihan, fasilitas dan teknologi tinggi untuk membantu manusia berlari lebih cepat dari waktu ke waktu.
Eits, tapi bukan hanya itu saja. Hal ini seperti yang disampaikan sprinter Yohan Blake yang malah menunjuk tekad besar orang Jamaika menjauhi kemiskinan yang justru membuat pelari-pelari jarak pendek negara itu berlari lebih kencang.
Menurutnya, cabor lari adalah harapan yang bisa menyulap nasib mereka.
“Ketika kami kecil dulu kami menghabiskan waktu di luar rumah, mengejar-ngejar mobil,” kata Blake seperti dikutip laman Firstpost.
Baca Juga: Sprinter Alvin Tehupeiory Terhenti di Urutan Kedelapan
Dan wahana untuk melarikan diri dari kemiskinan itu adalah kompetisi lari tingkat sekolah menengah atas yang disebut Inter-Secondary Schools Boys and Girls Championships yang lebih umum dikenal dengan ‘Champs’.
“Champs adalah awal dari semua ini. Turnamen ini mengubah Anda dari anak-anak menjadi orang dewasa. Ini salah satu kejuaraan tingkat SMA terbesar di dunia. Jika Anda mengikutinya maka Anda akan menyaksikan pelari-pelari sekaliber Bolt, Fraser-Pryce, Veronica Campbell, Elaine Thompson. Semua pelari ini muncul dari Champs,” ungkapnya lagi.
Adapun Champs, kompetisi ini sudah ada sejak 1910 setiap tahun selama empat hari di Stadion Nasional di Kingston, ibukota Jamaika.
Kendati hanya tingkat SMA, turnamen ini menarik perhatian puluhan ribu orang dan diliput oleh televisi dan media. Pada akhirnya, kompetisi ini menjadi kawah candradimuka untuk para pelari dalam membiasakan hidup di bawah sorotan dan tekanan publik.
Pada tahun lalu Champs ditiadakan gara-gara pandemi Covid-19, namun kemudian digelar lagi tahun ini.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.